Segitiga Kunci Sukses Kehidupan

Kunci Pertama : HUSNUDZAN
Kunci pertama sukses adalah khusnudzon “berprasangka baik” kepada Allah. Apa pun yang menimpa diri kita, apakah baik atau buruk maka itulah yang terbaik bagi kita menurut-Nya.
Yang penting kita berusaha atau bekerja dengan sebaik mungkin dan hanya berharap pahala dari Allah semata. Dengan demikian, pasti yang diberikan Allah adalah hal-hal yang baik, meskipun kadang menurut ukuran manusia belum tentu baik. Memang tidak mudah untuk menerima segala sesuatu yang terjadi adalah yang terbaik buat kita karena terbatasnya kemampuan manusia. Semua itu karena manusia tidak tahu dibalik semua peristiwa yang menimpa dirinya.  Al-Qur’an sendiri menyatakan :

عَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui” ( QS. Al-Baqarah : 216 )
Apabila kita sudah menetapkan diri kita di garis-Nya, dan tujuan kita beraktifitas adalah sebagai ibadah semata, maka apapun yang diberikan Allah kepada kita adalah yang terbaik buat kita. Kadang manusia menganggap yang terbaik buat dia adalah segala sesuatu yang menguntungkan baginya saja. Sementara yang berupa musibah adalah hal yang buruk baginya. Hal tersebut memang manusiawi. Namun, seorang muslim tidak seyogyanya berprasangka buruk bahwa Allah memberikan sesuatu yang kurang baik bagi hamba-Nya yang taat. Kalau kita sudah didalam rel-Nya maka “baik atau buruk” adalah baik. Allah Maha Tahu dan kita sama sekali tidak tahu hakikat diluar suatu peristiwa.
Jadi kunci pertama kesuksesan adalah berprasangka baik kepada Allah. Yakni apapun kondisi yang diberikan kepada kita, pada hakikatnya adalah untuk kebaikan kita sendiri. Dalam konteks akidah, kunci yang satu ini adalah keimanan terhadap ketetapan-Nya. Seseorang yang selalu berprasangka baik kepada Allah bukti imannya kuat.

Kunci Kedua : SYUKUR
Apabila sesuatu yang menimpa diri kita sesuai atau klop dengan keinginan kita, maka kunci kedua adalah syukur. Setelah seseorang berprinsip bahwa apa yang menimpa dirinya adalah yang terbaik dalam pandangan Allah buatnya maka jika ia mendapatkan kenikmatan ia harus mensyukurinya karena memang itu adalah anugerah dari Allah. Allah berfirman:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Jika engkau bersyukur kepada-Ku niscaya Aku tambah nikmat-Ku, namun jika engkau mengingkari, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim : 7)
Kesimpulannya, kehidupan ini harus balance, seimbang. Seseorang dikirimi buah-buahan, oleh kawannya, ia mengucapkan terima kasih atau balas mengirimkan hadian yang lain. Rasa atau ucapan terima kasih itu adalah ungkapan syukur darinya. Allah pun ketika manusia mengerjakan apa yang diperintahNya, maka Ia bersyukur dengan menganugerahkan kenikmatan kepada hambaNya itu. Manusia yang menerima anugerah pun mensyukurinya dengan mengucapkan Alhamdulillah dan menyalurkan rizkinya kepada yang lain.
Jadi bentuk syukur manusia adalah dengan mengucapkan terima kasih atau Alhamdulillah. Kemudian memanfaatkan rizki atau anugerah yang telah diterima itu ke jalan yang diridhoiNya. Ia juga tidak kunjung berhenti melaksanakn perbuatan baiknya sebagai ungkapan rasa syukur. Dengan demikian semuanya akan seimbang. Itulah kenikmatan berikutnya yang diterima oleh seseorang yang pandai bersyukur. Kehidupan dunia terasa indah baginya. Tidak salah adalah kunci sukses hidup yang kedua adalah syukur. “Tidak akan kuterima rasa syukurmu apabila engkau tidak berterima kasih pada sesama.”

Kunci Ketiga  :  SABAR
Jika ketetapan yang diberikan Allah kepada kita tidak sesuai dengan keinginan kita, atau menurut pandangan manusia umumnya tidak baik, maka kunci berikutnya yang dipakai adalah sabar. Pada saat musibah menimpa kita bertubi-tubi, maka sesorang harus sabar dan menerima hal tersebut sebagai hal yang terbaik buatnya.
Kesabaran akan mudah dilaksanakan apabila dikaitkan dengan kunci pertama yaitu husnudzan kepada Allah. Apalagi tidak sedikit pujian Allah terhadap orang-orang yang sabar dalam Al-Quran. Bahkan Allah sendiri mendampingi orang-orang yang senantiasa sabar menghadapi cobaan sebagaimana sering kita jumpai dalam penghabisan ayat Al-Quran, “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”
Apalagi beliau tahu bahwa agama sendiri menerangkan bahwa musibah yang diterima dengan sabar dan ikhlas akan menggugurkan dosa-dosanya. Diingatnya sabda Rasulullah saw,
Tiadalah bagi seorang yang bertaqwa tertimpa suatu bencana, meskipun kejadiannya telah lama lalu ingat kembali, dan mengucap lagi Innalillahi wa inna ilaihi rojiun melainkan Allah beri pahala baru sebagaimana dahulu ia terima tatkala mendapat musibah itu.
Juga dalam beberapa perkataan beliau yang lain, “Siapa bersabar dalam menjalani musibah penderitaan, Allah angkat baginya menjadi 300 derajatnya. Siapa yang sabar dalam mengerjakan ketaatan, Allah angkat baginya menjadi 600 derajatnya. Siapa yang sabar dalam meninggalkan kemaksiatan, Allah angkat baginya 900 derajatnya.”
Akhirnya terbukti apa yang menurut orang-orang tidak baik dan merupakan musibah ternyata kelak Allah tunjukkan hikmahnya. Begitulah, kalau orang bersabar insyaAllah hikmah datangnya musibah akan dipampangkan di hadapan kita. Dan akhirnya kita akan tersenyum sambil bergumam, “Allah memang Maha Tahu apa yang terbaik buat saya.”

Keseimbangan Segitiga
Jadi, agar sukses mengarungi lautan kehidupan tanpa beban maka ketiga kunci tersebut harus selalu mendampingi kita. Ketiga kunci tersebut membentuk segitiga dengan masing-masing kunci sebagai sudut atau ujungnya. Kunci pertama, husnudzan ada pada ujung bagian atas, sementara syukur dan sabar ada pada dua sudut lain di bagian dasar. Di depan sudah dijelaskan bahwa posisi segitiga harus sama sisi beraturan. Artinya jika salah satu sudut mengecil atau melebar, yang lain akan menyesuaikan agar bentuknya tetap segitiga sama sisi. Mengapa bisa demikian ?
Ternyata di dalam syukur terdapat sabar dan dalam sabar terdapat syukur.
Seseorang yang mendapatkan anugerah dari Allah maka ia harus mensyukurinya. Misalkan seseorang dianugerahi jabatan President Direktur dalam sebuah perusahaan. Ia mendapatkan pendapatan yang besar ditambah kekuasaan yang berada pada puncaknya. Dengan anugerah tersebut ia menyatakan rasa syukurnya (alhamdulillah). Setelah ia bersyukur maka ia juga harus bersabar. Sebab dengan anugerah tersebut sebenarnya jabatan itu adalah amanah. Uang yang diterimanya adalah amanah yang harus dimanfaatkan dengan baik. Ia harus bersabar agar tidak terkena penyakit riya. Ia harus bersabar dengan berhati-hati menggunakan jabatannya sesuai dengan amanah. Ia harus bersabar untuk tidak memanfaatkan hartanya dengan percuma dan sia-sia. Maka dalam melakukan syukur, seseorang juga harus bersabar.
Pada saat sang eksekutif tadi mendapatkan penghasilan yang berlipat ganda atas anugerah Tuhan, maka setelah bersyukur ia harus merasa bersabar. “Saya tidak boleh sombong, saya harus memanfaatkan anugerah ini dengan sebaik-baiknya.” Ternyata menahan diri untuk tidak sombong dan memanfaatkan kekayaan di jalan yang benar membutuhkan kesabaran yang cukup tinggi. Untuk hal itu membutuhkan kesabaran sebesar kita mensyukurinya. Dengan demikian segitiga akan tetap berada dalam posisi sama sisi.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Demikian pula dengan sabar. Dalam bersabar kita harus pula bersyukur. Misalnya seseorang mendapatkan musibah orang tuanya meninggal. Dalam kesedihan itu ia bersabar. Dengan bersabar ia akan menemukan hikmah yang besar. Pada saat kawan-kawannya berkunjung dan mengucapkan belasungkawa ia merasa bahwa ternyata teman-teman itu baik terhadap dirinya. Disitulah akhirnya ia bersyukur. Setiap musibah yang diterima dengan penuh kesabaran pasti akan membawa dampak anugerah yang lain yang membuat kita akhirnya bersyukur. Jadi dalam bersabar juga akan teriring rasa syukur.
Pada saat jabatan direktur dicopot oleh pemilik saham yang baru, sang eksekutif kita tadi cukup sabar untuk tidak melakukan protes atau move-move politik untuk mengacau. Atau mutung terus cari kerja di tempat yang lain. Ia sabar dengan menerima jabatan apa saja yang diberikan padanya termasuk tidak ada jabatan sama sekali. Ternyata setelah bersabar ia bersyukur karena ia dilepaskan dari beban yang berat. Apalagi kondisi perusahaan akhirnya memburuk, ia tambah bersyukur. Bukan karena perusahaannya memburuk (ia juga cukup bersedih dengan kondisi ini), tapi bersyukur Allah menyelamatkan dirinya dari beban yang berat. Rasa syukurnya pun sedalam kesabarannya pada saat ia menerima musibah awal. Begitulah, sebenarnya Allah mengatur kehidupan hamba-hambaNya sebagaimana tercermin dalam Al-Quran,
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Al-Insyirah : 6)
Jadi sabar akan mengiringi syukur, syukur akan mengiringi sabar. Kejadian iring-iring akan membuat keseimbangan segitiga sukses. Hanya saja kalau tidak ada sudut penumpu maka keseimbangan tersebut akan susah tercapai. Sudut penumpu tersebut adalah kunci pertama yaitu husnudzan. Setiap kejadian selalu kita kembalikan kepada kebaikan Allah kepada diri kita. Semuanya adalah yang terbaik. Musibah maupun anugerah semua datangnya dari Allah untuk kebaikan kita. Kalau kunci pertama ini sudah kuat tumpuannya maka semua hal menjadi bisaa. Ada musibah bersabar ada anugerah bersyukur. Setelah sabar akan datang syukur, setelah bersyukur harus sabar. Begitulah menjalani kehidupan yang sebenarnya. InsyaAllah hidup akan terasa indah.

Amal Saleh
Dalam seseorang bersabar maupun bersyukur, pasti kaitannya dengan amal yang dia kerjakan. Atau, akibat dari amal yang dia lakukan. Memang, bisa jadi ada kejadian yang begitu saja menimpa manusia tanpa sebelumnya ia berbuat sesuatu. Namun demikian reaksinya pun pasti berupa sebuah perbuatan.
Segitiga sukses kehidupan di atas baru berfungsi benar kalau amal yang dikerjakan amal yang saleh. Yaitu amal yang digariskan oleh Allah dan rasulNya. Amal yang mengikuti peraturan. Artinya segitiga tersebut berlaku jika dia sudah dalam jalur yang benar. Seseorang yang sudah berkendara dalam jalur yang benar, tiba-tiba ditilang polisi, barulah ia sabar. Kalau dia berkendara dengan ugal-ugalan, tidak pakai helm, melanggar rambu lalu lintas, kemudian ditilang polisi, itu memang akibat yang harus dia terima. Kalau ia sadar setelah ditilang, yang ia lakukan mestinya adalah introspeksi dan berjanji tidak akan melakukan perbuatan seperti itu lagi.
Demikian pula apabila kita mendapatkan suatu anugerah, tetapi tidak dengan jalan yang benar, tidak patut kita bersyukur. Umpama ada seseorang diangkat menjadi pejabat, tetapi sebelumnya ia menyogok beberapa orang yang berwenang mengangkatnya. Atau sebelumnya dia menyingkirkan lawan-lawannya dengan cara memfitnah. Maka sesungguhnya anugerah yang diterimanya tersebut termasuk istidraj alias anugerah dengan kemarahan Allah. Tidak pantas untuk disyukuri karena hanya akan menambah marah Allah saja. Orang yang seperti itu seharusnya sadar dan bertobat. Meletakkan jabatan yang sudah dia terima dan meminta maaf apabila ada korban yang merasa dirugikan dengan kelakuannya itu.
Jadi, segitiga di atas menuntut kita melakukan amal yang saleh. Seorang ibu hamil sudah berusaha mgnikuti petunjuk dokter mengenai kehamilannya. Dia setiap bulan rajin menjaga fisiknya agar sehat sehingga janinnya pun sehat. Ia juga sudah mempersiapkan kondisi non fisiknya dalam menghadapi kelahiran nanti. Namun ketika tiba waktu kelahiran, bayi yang keluar dalam keadaan tanpa nyawa, tidak tertolong. Ibu ini terkena musibah ujian sehingga ia patut bersabar. Kesabarannya akan membawa keseimbangan karena ia berhusnudzan kepada Allah bahwa apa yang menimpa dirinya dan bayinya adalah yang terbaik menurut Allah. Amal seperti inilah yang menjadikan syarat suksesnya segitiga sukes kehidupan tersebut.

Setiap Detik Mencari Hikmah
Setelah segitiga sukses terbentuk dalam diri seseorang, segitiga tersebut perlu dibingkai dengan sebuah lingkaran. Lingkaran tersebut dinamai dengan hikmah. Artinya, dalam konteks husnudzan, syukur, sabar dan amal saleh maka seseorang harus mencari hikmah apa yang terkandung di dalam suatu peristiwa. Karena peristiwa demi peristiwa selalu terjadi, maka setiap detik seseorang harus mencari hikmah apa yang terkandung. Intinya, tidak pernah berhenti mencari hikmah setiap peristiwa.
Hikmah adalah makna hakiki yang terkandung dalam sebuah peristiwa. Hikmah selalu bernilai positif karena ia mencerminkan sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim dari Allah. Setiap peristiwa Allah berikan hikmahnya. Ada manusia yang berhasil menemukan ada yang tidak. Memang menemukan hikmah kadang mudah kadang sulit. Kebiasaan mencari hikmah dalam setiap peristiwa juga mempengaruhi mudah atau tidaknya seseorang mendapat hikmah. Bingkai hikmah ini akan menjaga diri sesorang agar selalu husnudzan, sabar, dan syukur. Kalau divisualisasikan kira-kira bentuknya seperti gambar di bawah ini.
Demikianlah gambaran sukses kehidupan. Kalau sudah demikian dimanapun dan kapanpun kita menghadapi suatu peristiwa yang menimpa diri kita atau saudara kita maka yang terlihat kemahabesaran dan keagungan Tuhan. Kalau sudah demikian, mana bias kita mendustakan nikmat-nikmat yang diberikan. Ada baiknya kita simak salah satu taushiyah Aa’ Gym soal hidup ini.

Siap Hadapi Hidup Ini Apapun Yang Terjadi
Hidup di dunia ini hanya satu kali, aku tak boleh gagal dan sia-sia tanpa guna. Tugasku adalah menyempurnakan niat dan ikhtiar, perkara apapun yang terjadi kuserahkan kepada Allah Yang Maha Tahu yang terbaik bagiku.
Aku harus selalu sadar sepenuhnya bahwa yang terbaik menurutku belum yang terbaik menurut Allah SWT. Bahkan sangat mungkin aku terkecoh oleh keinginan dan harapanku sendiri.
Pengetahuan tentang diriku atau tentang apapun amat terbatas sedangkan pengetahuan Allah menyelimuti segalanya, Dia tahu awal, akhir dan segala-galanya.
Sekali lagi betapapun aku sangat menginginkan sesuatu, tetap hatiku harus kusiapkan untuk menghadapi kenyataan yang tak sesuai dengan harapanku. Karena mungkin itulah yang terbaik bagiku.


Postingan populer dari blog ini

Kun Ma'allah

Sejarah Dzikrul Ghofilin

CERAMAH HAUL DAN KEHARUSAN BERGURU