Mengenal Budaya Arab Saudi
السلام عليكم
ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العالمين و
به نستعين على أمور الدنيا و الدين و الصلاة و السلام أشرف ألأنبياء و المرسلين
سيدنا و مولانا محمد و على أله و صحبه أجمعين أما بعد :
2.
Materi
Saya pernah bertamu kerumah orang Arab di
Mekkah al-Mukarramah dan saya merasakan bahwa orang Arab memiliki tradisi
menghormati tamu yang sangat luar biasa.
Saya berencana bertamu
kerumahnya dengan mengajak istri. Mendengar hal tersebut maka orang Arab
yang akan saya kunjungi, berusaha untuk mengetahui ukuran baju
isteri saya.
Ukuran baju tersebut
ternyata digunakan untuk memesan baju yang diharapkan akan digunakan oleh
isteri saya selama berada di Mekkah al-Mukarramah. Menyiapkan baju tersebut sebagai
bagian dari upaya menghormati tamu.
Rupanya mereka ingin agar
tamunya merasa terhormat dan merasa senang selama berada di rumahnya.
Bagi mereka, menghormati
tamu dianggap sebagai bagian dari menjalankan ajaran agama yang merupakan tanda
dari keimanannya.
Ketika kami datang, mereka
menyuguhi kopi, kurma dan beberapa kue khas Arab. Ukuran gelasnya kecil
sehingga harus diberikan berulang-ulang kali sambil menyapa dan menanyakan
kabar tamunya.
Rupanya menanyakan segala
sesuatu dengan berulang-ulang merupakan suatu bentuk penghormatan.
Orang Arab biasanya
menempatkan tamunya terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan, harus melewati pintu
masuk dan keluar yang berbeda. Begitu juga ketika tiba acara makan, terpisah
antara laki-laki dan perempuan, karena budaya mereka, jika bukan muhrim maka
dilarang untuk bertatap muka.
Kesan yang kami peroleh,
dalam menerima tamu, orang Arab menunjukkan suasana sedemikian hangat, akrab,
dan tampak mereka melakukannya secara total.
Dari cerita diatas dapat ditarik beberapa
kesimpulan:
Yang pertama; bahwa seorang tamu
akan dijamu seperti seorang raja. Mereka akan memberikan pernghormatan yang
terbaik kepada tamunya dengan memeluk dan menciuminya, lalu mempersilahkan
duduk ditempat dengan karpet tebal berkualitas tinggi dan mennyuguhkan makanan
yang terbaik.
Maka jangan heran ketika
melihat orang Arab ketika bertemu teman dekatnya maka saling merangkul dengan
mencium pipi dengan bibirnya berkali-kali sebagai bentuk penghormatan. Dan jika
mereka berpapasan dengan orang yang tidak dikenalnya maka mereka akan
mengucapkan salam “Assalamualiakum’.
Yang kedua; orang Arab
itu suka ber-mujamalah atau basa
basi dalam arti yang positif.
Mereka akan berbicara banyak hal
dengan menanyakan kabar, kesehatan dan lainnya sebelum memulai pembicaraan
inti. Hal ini
berbeda dengan budaya Barat yang cenderung ekspresif dan berbicara langsung dan
lugas.
Orang Arab sering
menggunakan huruf qosam
atau sumpah seperti kata “wallahi” hanya untuk sekedar
basa basi atau sebagai penekanan kepada lawan
bicara.
Memang orang Arab sering
bersuara tinggi dan keras, tetapi
itu hanya untuk mencari atensi dan tidak perlu khawatir akan terjadi keributan atau
pemukulan.
Kalau mereka terlihat ribut
atau terlihat ingin bertengkar, cukup kita ingatkan dengan membaca shalawat “shollu
ala an-Nabi” berulang-ulang kali maka mereka akan berhenti
dengan sendirinya.
Jadi, ketika jama’ah haji
Indonesia melihat petugas Arab di Airport berbicara dengan suara tinggi dan keras, maka
sebenarnya mereka belum tentu dalam keadaan marah.
Orang Arab juga sering
menggunakan ekspresi tubuhnya saat bicara. Sebagai contoh mereka sering
menguncupkan jari-jari tangannya ke atas sebagai kata pengganti dari kata ‘suwayya’
yang atinya “tunggu sebentar!” atau “ tolong sabar sedikit !” Mungkin untuk
sebagian orang Indonesia akan tersinggung dengan gaya komunikasi seperti ini.
Hal yang hampir serupa
ialah ketika kita dalam kondisi bercanda apalagi serius maka kita akan marah
kalau ada orang lain memegang kepala kita, tapi kalau di Arab, dia tidak akan
marah ketika kita dipegang kepalanya, tapi jangan coba-coba memegang pantatnya,
maka dia akan marah, karena itu merupakan aib atau perbuatan tercela.
Disana juga “aib” jika ada
laki-laki bergandengan tangan dengan laki-laki lain. Pernah ada jama’ah
Indonesia menggandeng tangan temannya berjalan dipertokoan Mekkah, tiba-tiba ia
diterikai orang Arab dengan bahasa Amiyah-nya “enta luthi wala eh?”
yang artinya “kamu ini homo ya?”.
Yang ketiga; Wanita di
Arab Saudi sangat dilindungi dan dijunjung tinggi kehormatannya.
Memang ada orang Arab
yang kasar terhadap wanita, namun mayoritas masyarakat di sana sangat
menghargai wanita.
Pergaulan antar pria dan
wanita sangat dibatasi. Wanita
tidak boleh bekerja bebas. Wanita dilarang berjalan sendiri untuk
menghindarkannya dari fitnah.
Mereka dilarang menyetir
mobil sendiri, walaupun saat ini ada kebijakan baru yang memperbolehkan wanita
menyetir mobil tetapi mayoritas penduduk disana masih terbiasa untuk meminta
tolong kepada saudara laki-lakinya untuk menjadi supir kala mereka ingin
berpergian kesuatu tempat.
Dalam kehidupan
sehari-hari, wanita Arab itu menggunakan cadar, memakai pakian serba hitam
sedangkan laki-lakinya memakai gamis putih walaupun ia berprofesi sebagai supir
taksi. Rumah-rumah mereka berpagar tinggi. Kadang antar tetangga tidak saling
mengenal dan interaksi antar tetangga begiru tertutup.
Pemerintah Saudi banyak
membangun fasilitas hiburan yang diperuntukkan hanya untuk wanita dan
anak-anak. Jika mereka mau
berpergian ketempat umum, maka mereka harus ditemani dengan mahram atau banyak
wanita.
Etikanya ketika mau naik
kendaraan umum, maka laki-laki harus masuk terlebih dulu baru wanita tetapi
sebaliknya jika ingin keluar mobil maka wanita dahulu baru laki-laki.
Bahkan ada wanita tidak
mau naik lift sendirian. Jika ia berada di lift sendirian kemudian ada lelaki
yang ingin masuk lift maka ia memilih untuk keluar lift untuk menghindari
fitnah dan keselamatan diri.
Yang keempat; Orang Arab
itu terkenal dermanan, suka bertukar hadiah dan suka menyumbang dalam jumlah
yang besar. Maka kita sering melihat orang Arab bersedekah minuman, roti, kurma
bahkan nasi kebuli yang diberikan secara gratis terutama
di bulan Ramadhan dan saat musim haji tiba.
Jika ada pengemis maka
dipastikan itu bukan orang Arab asli.
Orang Arab yang menjadi
pedagang biasanya mereka memperkerjakan pegawai yang berasal dari Bangladesh,
India, Pakistan, Yaman, Mesir, bahkan dari Indonesia. Kalau mereka dari golongan tahap menengah
mereka memilih profesi sebagai supir, polisi atau tentara. Jika
mereka menjadi pegawai kantoran biasanya jam kerja mereka tidak terlalu banyak
dan cenderung dilakukannya dengan santai dan ketika tiba waktu shalat maka
segala jenis aktivitas pekerjaan dan perkantoran dihentikan.
3.
Kesimpulan
Jama’ah yang dimuliakan Allah
Ibadah haji yang dilaksanakan setahun sekali
ini dilakukan oleh umat Islam yang datang dari belahan pelosok dunia, mereka
berkumpul bersama sama dalam satu tempat yang merupakan pertemuan akbar umat
Islam sedunia. Maka bukan hanya ibadah haji saja yang mereka dapatkan tetapi
mereka juga mendapatkan berbagai informasi dan mengenal berbagai budaya dari
berbagai negeri yang berbeda.
Allah Swt berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا
خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal.” (QS. Al Hujurat
ayat: 13)
Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad pernah berkata;
خذ ما صفا ودع
ما كدر
“Ambillah yang
baik dan buanglah yang jelek”.
Jika budaya itu baik maka
ambillah dan jika budaya itu jelek maka tinggalkanlah.
4.
Penutup
Semoga bermanfaat
والله الموافق
الى أقوم الطريق ثم السلام عليكم ورحمة الله
وبركاته