Hikam 5: Mencari Rezeki Sekedarnya Saja Karena Sudah Diatur Sama Allah Swt
Mutiara Al Hikam 5: Mencari Rezeki Sekedarnya Saja Karena Sudah Diatur Sama Allah Swt
إِجْتْهَادُكَ فِيْمَا ضُمِنَ لَكَ وَ تَقْصِيْرُكَ فِيْمَا طُلِبَ مِنْكَ دَلِيْلٌ عَلَى إِنْطِمَاسِ الْبَصِيْرَةِ مِنْكَ
Artinya: “Kegigihanmu dalam mencari apa yang telah dijamin untukmu dan kekuranganmu dalam melaksanakan apa yang diminta darimu menjadi bukti butanya mata hatimu.”
Penjelasan
Maksud dari “apa yang telah dijamin” ialah rezeki dan karunia Allah. Allah swt berfirman, “Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (QS. al-Ankabut [29]: 60).
Sementara itu maksud dari “kekuranganmu dalam melaksanakan apa yang diminta darimu” ialah kekurangan dalam melaksanakan amalan-amalan yang bisa membimbingmu menempuh jalan menuju Tuhanmu, seperti dzikir, sholat, dan wirid
Allah swt berfirman, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
Yang dituntut dari seorang murid ialah terus berusaha memberi makan ruh dengan dzikir dzikir pada Allah dan melakukan amalan-amalan yang mendekatkan diri kepada-Nya bukan memberi makan yang lainnya karena itu sudah menjadi wewenang Tuhannya.
Buta mata hati maknanya, hati tidak lagi bisa melihat berbagai perkara maknawi, sebagaimana mata dapat melihat perkara-perkara indrawi.
Dalam hikmah di atas, Ibnu Athaillah menggunakan lafal “kegigihan” untuk menyatakan bahwa mencari rezeki yang dilakukan kadarnya dan tanpa kegigihan tidak dilarang bagi seorang murid karena tidak menyebabkan buta mata hatinya.***
Seorang pembantu yang sudah dijanjikan terpenuhinya gaji, baju dan tempat tinggal yang penting dia melaksanakan kewajiban-kewajibannya seperti memasak, mencuci, belanja di pasar. Akan tetapi pembantu ini selalu memikirkan yang sudah dijanjikan kepada dia seperti gaji, baju dan tempat tinggal dan ia lalai atau melupakan kewajiban-kewajibannya.
Begitu juga Allah sudah berjanji :
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ
Dan kewajiban manusia adalah beribadah :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Maka dari itu janganlah meninggalkan kewajiban karena mencari rizki. Janganlah karena mencari rizki bisa meninggalkan ibadah, mencari ilmu, membaca al-Qur’an, berzikir, karena rizki itu sudah ditetapkan. Maka;
أيُّها النَّاسُ اتَّقوا اللَّهَ وأجملوا في الطَّلبِ فإنَّ نفسًا لن تموتَ حتَّى تستوفيَ رزقَها وإن أبطأَ عنْها فاتَّقوا اللَّهَ وأجملوا في الطَّلبِ خذوا ما حلَّ ودعوا ما حَرُمَ
“Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah, dan carilah rezeki secara mujmal (sederhana). Karena tidak ada jiwa yang mati kecuali sudah terpenuhi jatah rezekinya, walaupun (terkadang) rezeki tersebut lambat sampai kepadanya. Maka gunakanlah cara yang indah dalam mencari rezeki. Ambillah yang halal-halal dan tinggalkan yang haram-haram.” (HR. Ibnu Majah
إِنَّ اللهَ يقولُ يا ابنَ آدمَ : تَفَرَّغْ لعبادَتِي أملأْ صدركَ غِنًى وأسُدُّ فقرَكَ ، وإِنْ لَّا تفعلْ ملأتُ يديْكَ شُغْلًا ، ولم أسُدَّ فقْرَكَ
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Wahai manusia! Habiskan waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kecukupan dan akan Aku tutup kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukannya, maka akan Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak akan tutup kefakiranmu’.” (HR. at-Tirmidzi)
اعمل لدنياك كأنك تعيش أبداً: هو التمهل في عمل الدنيا ، وعدم المسارعة به كعمل الآخرة ، بل يتمهل ويتأنى ويزهد فيه لأنه ـ على افتراض أنه مخلد في الدنيا ـ سيأتيه كل ما يريد من الدنيا ، وسيأخذ منها كل ما يريد ، ولكن .. ما لا يأتيه اليوم قد يأتيه غداً ...
فاعمل لآخرتك كأنك تموت غداً ، أي : بادر بالعمل ، ولا تتهاون ، وقدِّر كأنك تموت غداً ، بل أقول : قدِّر كأنك تموت قبل غد ؛ لأن الإنسان لا يدري متى يأتيه الموت