INTI PUASA ADALAH MENGENDALIKAN NAFSU




 “Ketika bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibuka, pintu-pintu Jahannam ditutup dan setan-setan pun diikat dengan rantai.” Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim :

إذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ

Namun kenapa masih banyak orang yang tidak puasa, masih banyak orang yang malas beribadah di bulan mulia ini dan masih ada saja maksiat? Karena di dalam diri manusia ini ada yang namanya “nafsu”.

Sebagaimana kita ketahui bahwa ada lima unsur di dalam diri manusia yaitu  Al-Jismu (jasmani), Ar-Ruh (Rohani) Al-Aql (Akal), Al-Qolbu dan terakhir adalah Al-Nafsu,

An-Nafsu ini lah yang membedakan manusia dengan malaikat. Nafsu ini karakternya seperti binatang suka makan, minum, tidur, berkembang biak atau bintang buas seperti marah, emosi, memangsa dan lain sebaginya.

Jadi yang menggoda ibadah kita bukan hanya setan tapi Nafsu. Godaan Nafsu ini lebih berat, bahkan menurut imam al-ghazali, lebih berat untuk ditaklukkan daripada 70 setan. Sebab, Nafsu itu merupakan sarana yang menyatu dalam diri manusia dan manusia tak mungkin hidup tanpa nafsu. Jadi, mustahil bisa dihapuskan sama sekali. Ini berbeda dengan setan, yang bisa di usir dan bisa dikalahkan.

Nafsu manusia menurut Imam Al-Ghazali akan melalui 3 tahapan. Tahapan yang pertama adalah an-nafs al-'ammarah. Allah swt berfirman:

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ  

Nafsu itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku,” (QS Yusuf [12]: 53).

Nafsu ammarah ini adalah nafsu yang masih memerintahkan kepada keburukan, maksiat, belum bisa dikendalikan dan masih menjadi bala tentara setan untuk mengarahkan manusia kepada kebinasaan. Karenanya, nafsu ammarah ini harus diperangi. Namun, memeranginya lebih berat daripada memerangi musuh yang kasat mata, Rasulullah Saw pernah bersabda sepulangnya dari peperangan: 

رجعنا مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ. قَالُوا: وَمَا الْجِهَادُ الْأَكْبَرُ؟ قَالَ: مُجَاهَدَةُ الْعَبْدِ هَوَاهُ  

 “kalian baru saja bali dari jihad kecil menuju jihad besar.” para shahabat bertanya: “Apakah jihad besar itu?” Beliau bersabda: Jihadnya seseorang melawan hawa nafsunya. (HR. Al Baihaqi)

Kalau nafsu sudah mulai bisa di kendalikan namanya Nafsu Lawwamah, Allah Swt berfirman:

لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

Aku bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (nafsunya sendiri), (QS. Al-Qiyamah [75]: 1-2).

 Namun nafsu lawwamah ini masih suka berubah-rubah, kadang taat, kadang maksiat, kadang rajin ibadah, kadang malas. Kalau sudah stabil dan istiqomah namanya an-nafs al-mutmainnah atau nafsu yang tenang, nafsu yang jinak, yang sudah bisa dikendalikan.  Allah swt berfirman:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّة 

“Hai nafsu yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi diridhai-Nya,” (QS. al-Fajr [89]: 27-28).

Nafs Muthmainnah ini tenang mengingat Allah, rindu berjumpa dengan-Nya. Ridha terhadap takdir-Nya dan ikhlas dalam menjalankan perintah-Nya.  

Ibadah puasa ini adalah salah satu bentuk pengendalian nafsu agar nafsu kita menjadi nafsu yang bisa memberikan manfaat dan menjadi nafsu yang muthmainnah. Semoga Nafsu kita setelah Ramadhan menjadi Nafsu Mutmainnah. Amin Ya Rabbal Alamin.

Inti ibadah puasa adalah mengendalikan nafsu yang ada di dalam diri kita agar menjadi mutmainnah dan agar menjadi nafsu yang memberikan manfaat yang banyak dengan tujuan untuk mencapai derajat muttaqin, sebagaimana tujuan Allah mensyariatkan ibadah puasa, sebagaimana firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

 “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” QS Al- Baqarah 2:183.

Jadi ibadah puasanya ini adalah salah satu metode atau cara yang paling ampuh untuk mengendalikan nafsu yang ada didalam diri kita disbanding ibadah-ibadah lain yang  Allah wajibkan kepada kita.

Jadi. nafsu itu harus dikendalikan, bukan dibunuh atau dihilangkan. Sebab nafsu adalah fitrah manusia, pemberian dari Sang Maha Pencipta. Karena nafsu, manusia dapat berkembang, baik berkembang kuantitasnya maupun berkembang kualitasnya.

Nafsu itu bagaikan api. Kita sangat membutuhkan api. Dalam kehidupan kita tidak lepas dari peranan api. Untuk memasak, mengolah makanan, kita membutuhkan api. Rumah kita tidak lepas dari peranan api contohnya besi, keramik, granit, kaca, genteng diolah dengan menggunakan api.

Api yang bermanfaat, yang dibutuhkan oleh kita adalah api yang terkendali. Tapi, bila tidak terkendali, maka ia akan membakar apa saja yang ada di sisinya. Gedung yang kokoh bisa hancur, hutan belantara bisa musnah. Apapun yang terbakar api yang liar dan tak terkendali bisa memusnahkan apa saja. Begitu pula dengan nafsu. Nafsu yang terkendali dan dikendalikan akan bermanfaat dan menyelamatkan bagi hidup dan kehidupan manusia. Sebaliknya, nafsu yang tak terkendali, nafsu yang liar akan membakar dan membinasakan manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak. Maka nafsu harus dikendalikan agar tetap berada pada jalan yang benar.

Kita sering diajak bahkan mungkin dipaksa oleh nafsu untuk berbuat maksiat dan munkarat;  berzina, selingkuh, menumpuk- numpuk harta sebanyak- banyaknya meskipun dengan jalan yang bathil, berbuat curang, berdusta, menceritakan keburukan orang lain dan perbuatan- perbuatan keji lainnya, demi memperturutkan hawa nafsu dengan sepuas- puasnya. Bahkan kalau bisa hidup ini tidak perlu ada aturan yang mengikat, kita bebas merdeka tanpa ikatan apa- apa.  Maka hati-hati, karen ini pernah diingatkan oleh Rasulullah Saw :

ثَلاَثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَاِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

“Tiga sifat yang dapat membinasakan manusia: Kikir yang diikuti, Hawa nafsu yang dituruti dan membanggakan dirinya sendiri” (HR. Bazzar)

Dan Allah SWT juga menegaskan tentang akibat bagi manusia yang senantiasa memperturutkan hawa nafsunya.

فَخَلَفَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ اَضَاعُوا الصَّلٰوةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوٰتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّاۙ

Datanglah setelah mereka (generasi) pengganti yang mengabaikan salat dan mengikuti hawa nafsu. Mereka kelak akan (celaka) tersesat. (QS. Maryam: 59)

Manusia yang (celaka) tersesat  adalah manusia yang senantiasa memperturutkan nafsu, manusia yang selalu  mengukur kehidupannya dengan nafsu dan seleranya saja, dan tidak mengukurnya dengan iman.

Maka selama berpuasa ada proses pengendalian nafsu, untuk menaati aturan-aturan agama, mendidik manusia agar tidak tamak, mengendalikan syahwat, menjaga seluruh indera dari perbuatan maksiat dan mensucikan hati dari sifat-sifat buruk.

Karenanya orang-orang yang sudah terbiasa dengan puasa dan benar-benar menghayati makna yang ada dalam puasa, relatif lebih mampu menahan dan mengendalikan nafsunya, serta hidupnya insyaa Allah jauh lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya.

Postingan populer dari blog ini

Kun Ma'allah

Sejarah Dzikrul Ghofilin

CERAMAH HAUL DAN KEHARUSAN BERGURU