Khauf dan Raja’

Ada dua hal yang harus dimiliki orang yang beriman, yaitu Khauf dan Raja’. Khauf dan Raja’ adalah sebuah pendorong dan penarik untuk taat kepada Allah. Menurut para ulama, keduanya seperti kedua sayap untuk terbang. Jika salah satunya tidak ada, maka timpang.

Secara bahasa, Khauf bisa diartikan takut. Menurut Imam Abi Thalib al-Makki dalam kitabnya, Qût al-Qulub, Khauf adalah sebuah nama bagi ketakutan yang kuat terhadap sesuatu.

Arti Raja’ secara bahasa adalah harapan. Menurut Imam Abi Thalib al-Makki adalah sebuah nama bagi harapan yang kuat pada sesuatu.

Tentu, Khauf dan Raja’ ini harus kita aplikasikan dalam ibadah sehari-hari. Misalnya, salat lima waktu. Maka kita harus takut atau cemas. Jangan-jangan salat lima waktu kita tidak diterima.

Tetapi, di waktu yang sama kita juga harus memiliki Raja’. Berharap kepada Allah semoga Allah menerima salat lima waktu kita.

Misalnya lagi, ketika kita terjerumus ke dalam dosa. Maka kita perlu menangis meratapinya. Kita takut (khauf) dosa itu tidak diampuni oleh Allah. Dosa itu membuat Allah murka sehingga kita dimasukkan ke dalam neraka.

Tetapi di waktu yang bersamaan, kita juga menggelorakan rasa harap (Raja’) yang kuat kepada Allah. Kita berharap Allah mengampuni dosa-dosa kita. Kita berharap semoga Allah mengasihi kita.

 

Faedah Khauf dan Raja’

Menurut para ulama, Khauf dan Raja’ ini karakterisitik orang yang beriman. Keduanya harus dimiliki secara bersamaan. Kenapa harus demikian?

Imam Abu Said al-Khadimi al-Hanafi menjelaskan dalam Bariqah Mahmudiyah bahwa seseorang yang hanya memiliki rasa takut, maka dia putus asa. Dia tidak semangat untuk beramal.

Misalnya, dia takut salatnya tidak diterima oleh Allah. Akhirnya dia tidak semangat salat. Dia akan berpikir, salatnya tidak akan diterima, jadi buat apa salat. Sama dengan orang yang takut gagal. Akhirnya dia tidak bergerak dan kemudian benar-benar gagal.

Begitu juga, orang yang hanya memiliki rasa Raja’ maka dia merasa aman. Dia merasa pasti masuk surga. Dia tidak berpikir bahwa dirinya sangat berpotensi masuk neraka. Di pikirannya hanya surga dan surga. Orang yang seperti ini lebih berpotensi bermaksiat.

 

Dalil-dalil Khauf dan Raja’

Dalil-dalil tentang Khauf dan Raja’ ini banyak sekali. Baik dalam Al-Quran, Hadis, Atsar, ataupun kalam ulama salaf. Berikut ini dalil-dalil Khauf (takut) dan Raja (harap):

1. Dalil Khauf dan Raja’ dalam Al-Quran

تتجافى جُنُوبُهُمْ عَنِ المضاجع يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفاً وَطَمَعاً

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap……” (QS. As-Sajadah: 16)

Bahwa orang yang beriman itu tidak tidur malam. Mereka berdoa kepada Allah dengan rasa takut dan harap yang sangat mendalam. Imam Khazin menjelaskan, yang dimaksud takut dan harap di sini adalah takut masuk neraka dan berharap masuk surga.

Syaikh Al-Maraghi juga mengatakan ketika menafsiri ayat tersebut, bahwa orang yang beriman itu berdoa kepada Allah dengan dua rasa di hatinya. Pertama, rasa takut mendapatkan murka dan siksa Allah. Kedua, rasa harap mendapatkan ampunan, rahmat dan maghfirahnya Allah.

 

2. Dalil Khauf dan Raja’ dalam Hadis

أن النبي صلى الله عليه و سلم دخل على شاب وهو في الموت فقال كيف تجدك ؟ قال والله ! يا رسول الله ! إني أرجو الله وإني أخاف ذنوبي فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم لا يجتمعان في قلب عبد في مثل هذا الموطن إلا أعطاه الله ما يرجو وآمنه مما يخاف

“Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. menjenguk pemuda yang akan meninggal (sakaratul maut). Lalu Rasulullah berkata, “Bagaimana engkau mendapati dirimu?”

Pemuda itu menjawab, “Demi Allah wahai Rasulullah, sesungguhnya aku berharap kepada Allah dan sesungguhnya aku takut pada dosa-dosaku.

Lalu Rasulullah berkata, “Keduanya (Raja’ dan Khauf) tidak berkumpul dalam hati seorang hamba yang sedang sekarat kecuali Allah akan memberikan apa yang dia harapkan dan menyelamatkan dari apa yang dia takutkan.”” (HR. Imam Turmudzi)

Ya, pemuda itu saat mendekati ajalnya, ada dua rasa dalam hatinya. Yaitu rasa harap atas rahmat Allah dan rasa takut terhadap dosa-dosanya.

Lantas, Rasulullah menegaskan, orang yang memiliki rasa Raja’ dan Khauf saat sekarat, maka Allah akan memberikan harapannya (rahmat Allah) dan menyelamatkan dari ketakutannya (siksaan Allah).

Begitulah penjelasan Syiakh al-Mubarakfuri dalam kitabnya, Tuhfah al-Ahwadzi.

 

Kisah Ulama Salaf yang Dirundung Rasa Khauf

Ada banyak ulama yang lebih tampak rasa Khaufnya. Sehingga rasa Khauf itu membuat mereka meneteskan air mata. Misalnya, Khalifah Umar bin ‘Abdul Aziz.

Diceritakan dalam kitab Hilyah al-Auliya Wa Thabaqat al-Ashfiya’ bahwa suatu ketika Umar bin Abdul Aziz menangis.

Tangisan Khalifah dari Dinasti Umayyah itu terdengar oleh istrinya, Fatimah. Fatimah ikut menangis. Lalu, menangis pula orang-orang yang ada di dalam rumah keturunan Sayidina Umar bin Khattab itu.

Setelah keadaan mulai tenang, Fatimah bertanya kepada sang suami, gerangan apa yang membuatnya menangis.

Umar bin Abdul ‘Aziz menjawab, “Wahai Fatimah, aku teringat tempat kembalinya manusia kelak. Ada yang ke surga, ada pula yang ke neraka.” Lalu, Umar bin Abdul Aziz menjerit dan pingsan.
Umar bin Abduz Aziz takut dirinya termasuk orang-orang yang kembali ke neraka.

Mislanya lagi, kisah Syaikh Muhammad bin Al-Munkadir yang tercatat dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala’. Pada suatu malam, beliau salat. Lalu menangis tersedu-sedu. Keluarga beliau terbangun. Mereka bertanya “kenapa”. Tetapi, beliau tetap menangis.

Lalu, keluarganya mengundang Syaikh Abi Hazim. Mereka ingin Syaikh Abi Hazim menenangkan beliau. Kemudian, Abi Hazim bertanya, “Kenapa engkau menangis?”

Syaikh Muhammad bin al-Munkadir menjawab, “Aku membaca ayat.” Abi Hazim bertanya, “Ayat apa?”

Syaikh Muhammad bin al-Munkadir menjawab,

 

﴿وَلَوۡ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُواْ مَا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا وَمِثۡلَهُۥ مَعَهُۥ لَٱفۡتَدَوۡاْ بِهِۦ مِن سُوٓءِ ٱلۡعَذَابِ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۚ وَبَدَا لَهُم مِّنَ ٱللَّهِ مَا لَمۡ يَكُونُواْ يَحۡتَسِبُونَ ﴾

[ الزمر: 47]

Dan sekiranya orang-orang yang zalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan.

 

Membaca ayat tersebut, Abi Hazim malah ikut menangis. Dia yang awalnya ingin menenangkan Syaikh Muhammad bin Al-Munkadir, malah ikut dalam ketakutan yang luar biasa.

Ayat di atas berbicara bahwa kelak orang-orang celaka itu mendapatkan siksaan dari Allah. Padahal mereka tidak pernah mengira akan mendapatkan siksaan tersebut.

Syaikh al-Munkadir dan Syaih Abu Hazim sama-sama takut termasuk orang yang mendapatkan siksaan itu.

 

Tidak Semua Harapan Itu Dapat Dibenarkan

Raja’ atau berharap memang harus menjadi salah satu karakter orang yang beriman. Namun ternyata, tidak semua Raja’ (harapan) bisa dibenarkan. Sebab, banyak orang bilang berharap, tapi tidak berusaha mendapatkannya.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddinnya mengumpamakan orang yang memiliki Raja’ (harapan) ini seperti petani.

Kata beliau, jika ada orang menanam benih di tanah yang bagus. Tanahnya berpotensi untuk ditumbuhi tanaman. Lalu petani itu menyirami tanamannya. Menyingkirkan penyakitnya. Lalu, dia berharap hasil panennya melimpah. Maka dia pengharap yang benar.

Jika ada petani menanam benih di tanah yang bagus. Tapi tidak disiram. Dia hanya menunggu hujan padahal pada waktu itu bukan musim hujan. Dia juga tidak menyingkirkan penyakit-penyakit tanaman. Lalu, dia berharap panennya melimpah. Maka, petani tersebut berharap pada harapan kosong.

Jika ada petani menanam benih di tanah yang tandus. Tidak disiram dengan air. Tidak dibuang penyakit-penyakitnya. Lalu dia berharap hasil tanamannya melimpah. Maka, orang tersebut termasuk pengharap yang bodoh.

Artinya, orang yang berharap dengan benar itu tidak hanya berharap. Akan tetapi, juga berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkannya. Jika tidak ada usaha, maka harapannya tidak benar. Bisa harapan kosong, bisa harapan bodoh.

Imam Al-Ghazali mengutip sebuah hadis, Rasulullah bersabda,

الأحمق من أتبع نفسه هواها وتمنى على الله الجنة

“Orang bodoh adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan berharap kepada Allah agar mendapatkan Surga.”

Akhiran, Khauf (takut) dan Raja’ (berharap) adalah dua sayap yang perlu kita miliki. Bahkan wajib. Keduanya akan mengantarkan kita pada sikap waspada sekaligus penuh harap. Waspada dari api neraka dan berharap masuk surga.


Postingan populer dari blog ini

Kun Ma'allah

CERAMAH HAUL DAN KEHARUSAN BERGURU

Sejarah Dzikrul Ghofilin