Ar-Raaqib (44)
Al-Raqib adalah nama Allah
yang keempat puluh empat. AL-Raqib artinya yang mengintai. Ma’na al-Raqib ini
kembali kepada makna ilmu, sma, bashar dan hifd. Maksudanya Dialah Allah yang
mengintai, yang mendengar, yang melihat dan yang memelihara segala gerak gerik
kita.
Tidak ada satupun gerak
gerik atau bisikan hati yang keluar dari ilmu, juga pendengaran, penglihatan
dan pemeliharaan Allah Swt. Itulah yang dimaksud dengan mengintai. Firman Allah
Swt :
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“sesungguhnya Allah Selalu
mengintai atas kalian”
Letak susunan asma ini
sesudah al-Karim mengandung hikmah agar manusia tidak tertipu dengan
“al-karim”. Yaitu disamping kemurahannya Allah dengan tidak menindak langsung
orang berbuat salah, apabila dinpinta di beri dan apabila diminta perlindungan
di lindungi. Allah Juga bernama Al-Raqib yang selalu mengintai sehingga dia
mampu menindak seketika bagi orang menentang.
Dalam salah satu hadits
Qudsi, Allah Swt berfirman kepada para malaikat:
ويروى أن الله تعالى قال
لملائكته أنتم موكلون بالظاهر وأنا الرقيب على الباطن.
Artinya: “kalian hanya
disuruh untuk mengawasi amal dzahir dan Akulah (Allah Swt) yang mengawasi amal
bathin”.
Apabila kita sudah beriman
bahwa diantara nama-nama Allah “Al-Raqib”, keimanan itu menuntut kita untuk
muroqobah. Muroqobah itu yaitu satu keyakinan dalam hati dengan sebenar yaqin
dan merasakan bahwa Allah selalu mengintai dan mengawasi kita dimana dan
kemanapun kita, juga apa pun yang kita lakukan.
Jika seseorang sudah merasa
diintai oleh Allah, maka ia tidak akan berani berbuat maksiat, bahkan dalam
ketaatan pun ia akan sangat hati-hati.sabda rasulullah Saw:
اُعبُدِ اللّه كَأنَّكَ تَراهُ، فَإن
لَم تَكُن تَراهُ، فَإنَّهُ يَراكَ
“Sembahlah Allah seolah-olah
engkau melihatnya, jika engkau tidak bisa melihatnya maka bahwasanya dia
melihat engkau”.
Maksudnya jadilah engkau
hamba Allah yang bisa Musyahadah kepada Allah Swt, jika engkau tidak bisa
musyahadah kepada Allah jadilah engkau hamba yang merasa selalu diawasi oleh
Allah Swt.
Dalam shalat, ada golongan
yang bisa musyahadah, ada golongan yang tidak mampu musyahadah, tetapi ia mampu
merasa bahwa iya diawasi oleh Allah Swt, sehingga sholatnya tidak asal sholat
atau sembarangan, ia akan berhati-hati dalam mengerjakannya.
Kedudukan yang paling tinggi
dalam ilmu tasawuf adalah maqam baqa, maqam inilah yang selalu diimpikan oleh
para murid yang menghendaki kedudukan yang tinggi disisi Allah Swt.
Seseorang tidak akan bisa
mencapai maqam baqo jika belum melewati tangga-tangganya, yaitu maqaom
muroqobah. Jika kita tidak menginginkan maqam baqo, berarti kita tidak ada
keinginan untuk marifat kepada Allah Swt, karena orang marifat kepada Allah
harus melalui maqam baqa ini. Kata ulama sufi; jika seseorang tidak menghendaki
yang demikian berarti orang itu impoten atau ia tidak ingin beristri.
Orang yang punya jiwa
impoten tidak ingin mengenal Allah Swt, sedangkan orang punya keinginan
mengenal Allah, berusaha mencapai maqam baqa mereka itulah orang-orang punya
jiwa yang sehat dan punya selera yang tinggi dan muroqobah inilah tangga
mencapai maqam baqa.
Dalam perjalanan menuju
Allah Swt, sebelum kita mencapai maqam baqa itu, kata ulama ahli suluk kita
harus terlebih dahulu melaksanakan atau mencapai beberapa macam yang harus
dilalui, yaitu musyarathah, muraqabah, muhasabah, mujahadah, muaqobah,
muhadarah mukasyafah, musyahadah, fana fillah dan baqa billah.
Pertama yang harus dilakukan
oleh murid adalah musyarathoh yaitu mensyaratkan kepada diri untuk melaksanakan
segala kebaikan dan meninggalkan kejahatan atau maksiat. Setelah sholat subuh
sebelum melaksanakan perkerjaan sehari hari kita mengadakan perjanjian atau
syarat mata, kaki, tangan, dan seluruh anggota tubuh bahwa tidak melakukan
maksiat.
Kemudian setelah mengadakan
musyarothoh kita lakukan muroqobah (pengintaian) yaitu merasa yaqin bahwa gerak
gerik kita selalu diawasi oleh Allah Swt. Maksudnya kita mengawasi diri
kita sebagaiman yang telah disyaratkan kepada seluruh aggota tubuh. Jika ada
yang ingin melakukan maksiat kita ingatkan bahwa kita telah mengadadakan
perjanjian untuk tidak maksiat.
Selanjutnya yang harus kita
lakukan adalah muhasabah, yaitu disore hari kita adakan perhitungan hisab bagi
diri kemungkinan ada yang melanggar syarat-syarat. Jika ada yang melanggar kita
mesti melakukan tindakan kepada nafsu yang telah melanggar persyaratan.
Berjuang melawan nafsu itu
yaitu berupa melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat, juga menindak nafsu yang
melakukan pelanggaran. Seandainya siang tadi mata atau tangan ada yang
melakukan pelanggaran maka kita diberi tindakan atau hukuman dengan membaca
al-Qur’an 2 juz umpamanya.
Sayyidina Umar bin Khattab
pernah sibuk mengurus kebuh sehingga tidak sempat sholat ashar berjamaah, maka
kebun itu beliau shadaqahkan kepada kaum muslimin.
Abdullah bin Umar pernah
ketinggalan shalat berjamaah setelah itu beliau menghukum nafsu dengan
beribadah semalaman.
Seandainya malam tadi kita
tidak bisa melakukan shalat kebiasaan shalat witir tiga rakaat, besok kita
harus menghukum nafsu dengan menqhada witir sebanyak 11 rakaat.
Apabila kita mampu melakukan
mujahadah seperti itu maka Allah berjanji menuntun kita ketingkat berikutnya.
Firman Allah Swt: yang artinya dan orang – orang bersungguh sungguh atau
mujahadah pada jalan kami niscaya akan kami beri petunjuk mereka.
Apabila kita sudah melakukan
mujahadah terus menerus,selanjutnya kita akan menjalani muhadarah, yaitu
merasakan kehadiran Allah Swt setiap saat. Kita akan selalu mengingat Allah
Swt, ingat kebersamaan dengan Allah Swt dimanapun dan saat apapun juga.
Setelah kita lalui muhadarah
selanjutnya kita diberi mukasyafah, yaitu membuka keadaan diri dihadapan Allah
Swt dengan segala kelemahan dan kelalaian diri. Disinilah timbul
rintihan-rintihan dan munajat orang sufik kepada Allah Swt,
Apabila kita sudah diberi
mukasyafah baru kita akan diberi musyahadah yaitu menyaksikan Allah pada tiap
tiap yang kita lihat. Apabila kita bisa selalu melihat Allah pada tiap tiap
sesuatu kita akan diberi beberapa cahaya, yaitu:
1. Lawaaih,
seperti kilat menyambar
2. Thawaali’,
lebih lama sedikit
3. Lawaami;,
disini kita diberi maqam fana, hilang segala sifat tercela kemudian berganti
dengan sifat mulia dan disinilah akhirnya kita diberi maqam baqa.
Inilah pentingnya kedudukan
muroqabah, buah dari keimanan kita kepada Nama Allah “al-Raqib”. Karena muroqobah
merupakan tangga untuk mencapai kedudukan kedudukan yang tinggi disisi Allah
Swt.
Wallahu ‘alam
bishshowab.