MANAJEMEN BERBASIS MADRASAH
BAB 7
MANAJEMEN BERBASIS MADRASAH
Oleh Taufik Abdillah Syukur
7.1 Konsep Tentang Manajemen Berbasis Madrasah
Manajement berasal dari
kata “to manage” yang berarti
mengatur (KBBI: 2016). Manajemen juga
sering dikatakan sebagai seni, yaitu seni mengatur orang lain, agar orang
tersebut senang bekerja sehingga dapat mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, manajemen
merupakan seni menyelesaikan pekerjaan agar terarah terhadap tujuan organisasi (Annas Mahduri: 2004).
Ada tiga aspek yang
penting dalam melakukan manajemen. Pertama,bahwa
dalam mengatur, terjadi kegiatan yang dilakukan oleh seseorang pengelola
seperti pemimpin, Pembina, kepala, atau ketua bersama orang-orang lain di dalam
kelompok. Ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin perlu melakukan hubungan
kemanusiaan dengan orang lain. Kedua,
member makna bahwa kegiatan tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan atau disepakati bersama. Ketiga,
tujuan organisasi dicapai melaluikegiatan yang dilakukan bersama orang lain
baik perorangan maupun kelompok.
Proses kegiatan manajemen
dimulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengendalian yang dilakukan
Seseorang dalam upaya untuk mengatur dan memberdayagunakan
sumber daya seoptimal mungkin. Baik yang berupa sumber daya manusia, maupun
sumber daya lainnya m seperti; sarana,
prasarana, dana, dan informasi secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Untuk itu diperlukan kemampuan seorang
manajer, ketua, kepala, atau pimpinan untuk melakukan manajemen dalam suatu
organisasi. Dengan demikian, makamanajer adalah seorang yang senantiasa
memikirkan bagaimana agar kegiatannya dapat mencapai tujuan orgnisasi.
Istilah manajemen berbasis madrasah adalah terjemahan dari Madrasah
Based Management merupakan paradigma baru yang memberikan otonomi luas pada
madrasah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi yang diberikan
agar madrasah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan
mengalokasikannya sesuai dengan perioritas kebutuhan, serta lebih tanggap
terhadap kebutuhan setempat.
Keterlibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka memahami,
membantu, mengontrol pengelolaan pendidikan. Salah satu agenda pendidikan adalah
otonomi madrasah dengan pendekatan manajemen berbasis madrasah yang merupakan pemberdayaan
madrasah dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada madrasah. Setiap
madrasah berhak mengembangkan kriteria student
conduct (perilaku siswa) sendiri. Dalam kaitan ini madrasah mengembangkan
kriteria untukmenentukan bahwa seorang anak mempunyai perilaku yang
menggambarkan sebagai siswa yang baik. Jika seorang siswa melanggar, student conduct tersebut, maka madrasah berhak tidak
meluluskannya meskipun yang bersangkutan mendapat nilai baik.
Menurut Mulyasa (2002) sedikitnya terdapat tujuh komponen madrasah yang dikelola dengan baik
dalam rangka pelaksanaan manajemen berbasis madrasah (MBM) yaitu; (1) kurikulum
dan program pengajaran, (2) tenaga kependidikan, (3) kesiswaan, (4)
keuangan, (5) sarana dan prasarana, (6) pengelolaan hubungan madrasah dan
masyarakat serta (7) manajemen layanan. Manajemen Berbasis Madrasah dituntut memiliki accuntability baik kepada masyarakat ataupun pemerintah. Manajemen
Berbasis Madrasah yang ditandai dengan otonomi madrasah dan partisipasi
masyarkat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijkasanaan nasional tersebut
ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, mutudan pemerataan pendidikan.
Peningkatan mutu dapat diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya,
partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi Berdasarkan keterangan di
atas maka jelaslah bahwa peningkatanmutu dapat diperoleh melalui partisipasi
orang tua siswa terhadap madrasah, peningkatan profesionalisme guru dan kepala
madrasah, dan berlakunya sistem insentif.
Kewenangan yang bertumpu pada madrasah merupakan inti atau esensi MBM
yang dipandang memiliki tingkat efektifitas tinggi serta memberikan beberapa
keuntungan yaitu partisipasi masyarakat yang lebih luas dalam perumusan
keputusan tentang pendidikan dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap madrasah.
Aspek-aspek tersebut mendukung efektifitas dalam mencapai tujuan madrasah.
Adapun kontrol dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah, pengelolaan
madrasah menjadi bertanggung jawab, transparan, demokratis, dan menghapuskan
monopoli pengelolaan pendidikan.
Manajemen Berbasis Madrasah sebagaimana dikemukakan oleh para ahli
adalah sebuah model pengelolaan madrasah yang mengarah pada kemandirian lembaga
pendidikan madrasah dan terintegrasi dengan tuntutan perkembangan masyarakat,
oleh karena itu jika model ini dikembangkan, maka dua syarat pokok yang harus
dipenuhi oleh setiap pendidikan madrasah yaitu; Secara umum manajemen berbasis
madrasah dapat diartikan sebagai manajemen yang memberikan otonomi yang lebih
besar kepada madrasah, memberikan fleksibilitas/ keluwesan kepala madrasah
dan mendorong partisipasi secara langsung warga madrasah. Menurut Mulyasa (2003) bahwa untuk meningkatkan
mutu madrasah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan
perundang- undangan yang berlaku, maka Manajemen Berbasis Madrasah tidak boleh
menyimpang dari peraturan dan perundang-undangan yang ada.
Dengan otonomi yang lebih besar dalam mengelola madrasah maka madrasah
lebih mandiri. Dengan kemandiriannya madrasah lebih berdaya dalam mengembangkan
program-program yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya
sehingga madrasah akan lebih fleksibel dan luwes dalam mengelola dan
memanfaatkan sumber dayanyasecara optimal. Demikian juga dengan
partisipasi/pelibatan warga madrasah dan masyarakat secara langsung dan sungguh-sungguh dalam
penyelenggaraan madrasah, maka rasa memiliki mereka terhadap madrasah dapat
ditingkatkan.
Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggung
jawab dan peningkatan rasa tanggung jawab akan meningkatkan rasa dedikasi warga
madrasah dan masyarakat terhadap madrasah. Inilah esensi madrasah menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga madrasah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian juga
dimaksudkan adalah proses pendukung sejumlah kemampuan yaitu berupa pengambilan
keputusan terbaik kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat,
kemampuan mobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang
terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan
masalah madrasah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinerjik dan
berkolaborasi, serta kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri.
Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan yang diberikan kepada
madrasah untuk mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya madrasah
seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu madrasah. Namun demikian keluwesan
yang dimaksud hendaknya mengacu pada koridor kebijakan dan peraturan yang
berlaku. Partisipasi masyarakat dalam penciptaan lingkungan yang terbuka dan
demokratik, bahwasanya warga madrasah (kepala madrasah, guru, sisiwa, tata
usaha) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuan, pengusaha dan
sebagainya) didorong untuk terlibat secara langung dalam penyelenggaraan
pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan yang
diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Besarnya tingkat partisipasi
tentunya memiliki akses pada rasa memiliki, rasa tanggung jawab dan penuh
dedikasi.
7.2 Karakteristik Manajemen
Berbasis Madrasah
Manajemen berbasis
madrasah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh madrasah yang akan
menerapkan dan melaksanakannya. Dengan kata lain jika Madrasah ingin sukses
dalam menerapkan Manajemen Berbasis Madrasah, maka sejumlah karakteristik
Manajemen Berbasis Madrasah tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik
madrasah efektif. Jika Manajemen Berbasis Madrasah merupakan wadah kerangkanya,
maka madrasah efektif adalah sisinya. Oleh karena itu, karakteristik manajemen
berbasis madrasah dapat diketahui antara lain dari segi bagaimana madrasah
dapat mengoptimalkan kinerja organisasi madrasah, proses belajar mengajar, dan
pengelolaan sumber belajar serta pengelolaan sumber daya manusia dan
administrasi.
Menurut Fatah dalam Abd.
Wahid Tahir (2017) bahwa karakteristik dasar Manajemen Berbasis Madrasah antara lain (1)
Pemberian Otonomi Luas Kepada Madrasah, (2) Tingginya Partisipasi Masyarakat
dan Orang Tua (3) Kepemimpinan Yang Demokratis dan Profesional (4) Team Work
Yang Kompak dan Transparan.6
Berdasarkan beberapa
karakteristik di atas, maka penjelasan secara singkat sebagai berikut; Pertama,
manajemen berbasis madrasah memberikan otonomi secara luas kepada madrasah, dan seluruh tanggung jawab mengenai
pengelolaan, pengembangan metode pengajaran dan sumber daya yang ada harus
disesuaikan dengan keadaan setempat dan kebutuhan siswa.
Kedua, dukungan masyarakat
dan orang tua siswa yang tinggi merupakan salah satu syarat untuk mewujudkan
peningkatan kualitas madrasah dengan menjalin kerja sama antara orang tua siswa
dan pihak madrasah bersama komite madrasah dalam merumuskan serta mengembangkan
program-program yang dapat meningkatkan kualitas madrasah.
Ketiga, pelaksanaan
program-program madrasah didukung oleh adanya kepemimpinan madrasah yang
demokratis dan profesional. Dalam proses pengambilan keputusan, kepala madrasah
mengimplementasikan proses ”bottom- up” secara
demokratis, sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan
yang diambil beserta pelaksanaannya.
Keempat, keberhasilan
program-program didukung oleh kinerja team
yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam
pendidikan di madrasah. Dalam konsep Manajemen Berbasis Madrasah (MBM) yang
utuh kekuasaan yang dimiliki madrasah, diantaranya adalah pengambilan keputusan
tentang manajemen kurikulum dan pembelajaran, rekruitmen dan manajemen tenaga
kependidikan, serta manajemen keuangan madrasah.
7.3 Peran Manajemen Berbasis
Madrasah
Peran Manajemen Berbasis
madrasah Lembaga pendidikan formal atau madrasah dikonsepsikan untuk
mengembangkan fungsi reproduksi, penyadaran dan mediasi secara simultan.
Fungsi-fungsi madrasah itu diwadahi melalui proses pendidikan dan pembelajaran
sebagai inti bisnisnya. Pada proses pendidikan dan pembelajaran itulah terjadi
aktivitas kemanusiaan dan pemanusiaan sejati. Danim (2017)
mengemukakan Tiga pilar fungsi madrasah yakni fungsi
pendidikan sebagai penyadaran, fungsi progresif pendidikan dan fungsi mediasi
pendidikan.
Hal tersebut nampak bahwa
madrasah hanyalah salah satu dari subsistem pendidikan karena lembaga
pendidikan itu sesungguhnya identik dengan jaringan- jaringan kemasyarakatan.
Fungsi penyadaran atau fungsi konservatif bermakna bahwa madrasah bertanggung
jawab untuk mempertahankan nilai-nilai budaya masyarakat dan membentuk
kesejatian diri sebagai manusia. Pendidikan sebagai instrumen penyadaran
bermakna bahwa madrasah berfungsi membangun kesadaran untuk tetap berada pada
tataran sopan santun, beradab, dan bermoral di mana hal ini menjadi tugas semua
orang. Pendidikan formal, informal dan pendidikan kemasyarakatan merupakan
pranata masyarakat bermoral dengan partisipasi total sebagai replika idealnya.
Partisipasi anak didik
dalam proses pendidikan dan pembelajaran bukan sebagai alat pendidikan,
melainkan sebagai intinya. Sebagai bagian dari jaring- jaring kemasyarakatan,
masyarakat pendidikan perlu mengemban tugas pembebasan, berupa penciptaan
norma, aturan, prosedur, dan kebijakan baru.
Orang tua, guru, dan dosen
harus mampu membebaskan anak-anak dari aneka belenggu, bukan malah menindasnya
dengan cara menetapkan norma tunggal atau menuntut kepatuhan secara membabi
buta. Mereka perlu membangun kesadaran bagi lahirnya proses dialogis yang
mengantarkan individu-individu secara bersama-sama untuk memecahkan masalah
eksistensial mereka. Tidak menguntungkan jika anak dan anak didik diberi
pilihan tunggal ketika mereka menghadapi fenomena relatif dan normatif,
termasuk fenomena moralitas.
Fungsi konservatif atau
fungsi penyadaran madrasah sebagai lembaga pendidikan masih menjelma dalam
sosok konservatisme pendidikan persekolahan, bukan sebagai wahana pewarisan dan
seleksi budaya, ditandai dengan makin terperosoknya kearifan generasi dalam
mewarisi nilai-nilai mulai peradaban masa lampau. Bukti konservatisme
pendidikan formal benar-benar nyata di dalam alur perjalanan sejarah.
Munculnya teori
relativitas, mekanika kuantum, dan penemuan ilmiah lainnya adalah contoh nyata
revolusi di bidang keilmuan. Meski kita harus pula menerima realitas bahwa
pendidikan formal belum menampakkan pergeseran fungsi progresifnya yang
signifikan. Fungsi reproduksi atau fungsi progresif merujuk pada eksistensi
madrasah sebagai pembaru atau pengubah kondisi masyarakat kekinian ke sosok
yang lebih maju. Selain itu, fungsi ini juga berperan sebagai wahana
pengembangan, reproduksi, dan desiminasi ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini fungsi progresif madrasah sebagai
lembaga pendidikan terus menampakkan sosoknya, meski belum menunjukkan capaian
yang signifikan, setidaknya pada banyak daerah danjenis madrasah. Di daerah
pedalaman misalnya, masih banyak madrasah yang sulit mempertahankan kondisinya
pada taraf sekarang, apalagi mendongkrak mutu kinerjanya.
Meski harus diakui pula,
pada banyak tempat telah lahir madrasah- madrasah unggulan atau
madrasah-madrasah yang diunggulkan oleh masyarakat karena mampu mengukir
prestasi, misalnya peningkatan hasil belajar siswa. Fungsi itu akan lebih
lengkap jika pendidikan juga melakukan fungsi mediasi, yaitu menjembatani
fungsi konservatif dan fungsi progresif.
Hal-hal yang termasuk
kerangka fungsi mediasi adalah kehadiran institusi pendidikan sebagai wahana
sosialisasi, pembawa bendera moralitas, wahana proses pemanusiaan dan
kemanusiaan umum, serta pembinaan idealisme sebagai manusia terpelajar. Di
Negara kita, pelembagaan MBM dipandang urgen atau mendesak. Hal itu sejalan
dengan tuntutan masyarakat agar lembaga pendidikan persekolahan dapat dikelola
secara lebih demokratis bandingkan dengan pola kerja „‟dipandu dari atas‟‟
sebagaimana dianut olehnegara yang menerapkan pemerintahan sentralistik.
Persoalan utama di sini
bukan terletak pada apakah format manajemen madrasah yang dipandu secara
sentralistik itu lebih buruk ketimbang pendekatan MBM yang memuat pesan
demokratisasi pendidikan, demikian juga sebaliknya. Persoalan yang paling
esensial adalah apakah dengan perubahan pendekatan manajemen madrasah itu akan
bermaslahat lebih besar dibandingkan dengan format kerja secara sentralistik ini, terutama dilihat dari kepentingan
pendidikan anak. Maslahat aplikasi Manajemen Berbasis Madrasah bagi peningkatan
kinerja madrasah dan perbaikan mutu hasil belajar peserta didik pada madrasah-
madrasah yang menerapkannya masih harus diuji di lapangan.
Reformasi dalam
pengelolaan pendidikan diarahkan pada terciptanya kondisi yang desentralis baik
pada tatanan birokrasi maupun pengelolaan madrasah. Reformasi ini diwujudkan
dalam bentuk kewenangan yang luas ditingkat daerah dan madrasah dalam mengelola
sumber dayanya. Menurut Malik Fadjar dalam H.A.R Tilaar (2009)
mengatakan bahwa konsep manajemen berbasis madrasah
dirumuskan sebagai pengelolaan madrasah dengan otonomi luas, partisipasi
masyarakat yang tinggi, dan dalam kerangka kebijakan nasional.
Prakarsa menuju perbaikan
mutu melalui perubahan dari sentralisasike desentralisasi pengelolaan
pendidikan tidak mungkin diperoleh secara segera. Hal ini sejalan dengan konsep
Kaizen dalam Wike Agustin (2012),
bahwa kemajuan dicapai bukanlah sebuah lompatan besar ke depan. Menurut Kaizen
kemajuan dicapai karena perubahan-perubahan kecil yang bersifat continue atau tanpa henti dalam
beratus-ratus dan bahkan beribu-ribu detail yang berhubungan dengan usaha
menghasilkan produk atau pelayanan. Oleh karena itu, selalu tersedia ruang dan
waktu untuk mengadakan perbaikan dan peningkatan dengan jalan melakukan
modifikasi, inovasi, atau bahkan imitasi kreatif. Terlepas dari itu semua,
kelembagaan Manajemen Berbasis Madrasah hamper dipastikan bahwa aplikasi
Manajemen Berbasis Madrasah akan
mendorong tumbuhnya lembaga pendidikan persekolahan/madrasah berbasis pada
masyarakat (community-based education) atau manajemen pendidikan
berbasis masyarakat, khususnya di bidang pendanaan, fungsi kontrol, dan pengguna
lulusan.
Penggunaan Manajemen
Berbasis Madrasah secara ekonomi mendorong masyarakat,
khususnya orang tua siswa, untuk menjadi salah satu fondasi utama secara
finansial bagioperasi madrasah, mengingat pendidikan persekolahan itu tidak
gratis (education is not free). Pemikiran
ini tidak mereduksi peran pemerintah yangdari tahun ke tahun diharapkan dapat
mengalokasikan anggaran untukpendidikan pada kadar yang makin meningkat.
Secara akademik,
masyarakat akan melakukan fungsi kontrol sekaligus pengguna lulusan. Di sini
akuntabilitas madrasah akan teruji. Juga secara proses, berhak mengkritisi
kinerja madrasah agar lembaga milik publik ini tidak keluar dari tugas pokok
dan fungsi utamanya. Dengan Manajemen Berbasis Madrasah keharusan bagi
masyarakat untuk menjadi fondasi sekaligus tiang penyangga utama pendidikan
persekolahan/madrasah yang berada pada radius tertentu tempat masyarakat itu
bermukim. Serta Manajemen Berbasis Madrasah merupakan salah satu bentuk reformasi manajemen pendidikan (reformation in education
management) ditanah air.
7.4 Tujuan Manajemen Berbasis
Madrasah
Tujuan Manajemen Berbasis
Madrasah adalah meningkatkan efesiensi mutu dan pemerataan pendidikan.
Peningkatan efesiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang
ada, partisipasi masyarakat melalui orang tua, ketentuan pengelolah madrasah, peningkatan
profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain
yang dapat menumbuh kembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan
tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli,
sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah. Pendidikan
merupakan salah satu aspek kehidupan yang bersifat fungsional bagi setiap
manusia dan memiliki kedudukan strategis untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tantangan lainnya yang
mempengaruhi pendidikan adalah perubahan yang terjadi akibat semakin globalnya
tatanan pergaulan kehidupan dunia saat ini. Dalam upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia, kita semua sepakat bahwa pendidikan memegang peran yang
sangat penting. Sebagaimana Cece Wijaya (2010) menyatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia adalah upaya
peningkatan mutu pendidikan di semua lembaga pendidikan.
Departemen pendidikan
nasional mengemukakan bahwa tujuan Manajemen Berbasis Madrasah adalah untuk
memberdayagunakan madrasah terutama sumber daya insane
melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas sumber daya lain untuk memecahkan
persoalan yang dihadapi oleh madrasah yang bersangkutan.
Tujuan utama penerapan
Manajemen Berbasis Madrasah adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dan
meningkatkan relevansi pendidikan madrasah, dengan adanya wewenang yang lebih
besar dan luas bagi madrasah untuk mengelola urusannya sendiri.
Berdasarkan beberapa
pendapat diatas, menyangkut tujuan Manajemen Berbasis Madrasah maka dapat diberikan batasan bahwa tujuan Manajemen
Berbasis Madrasah adalah meningkatkan mutu pendidikan, kemandirian madrasah,
dan partisipasi masyarakat bagi pencapaian mutu madrasah yang berkualitas.
Manfaat Manajemen Berbasis
Madrasah adalah memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada madrasah
disertai seperangkat tanggung jawab dengan adanya otonomi yang memberikan
tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi Manajemen
Berbasis Madrasah sesuai dengan kondisi setempat, madrasah dapat lebih
meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas,
keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan dalam menyertakan masyarakat untuk
berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala madrasah, dalam peranannya
sebagai manager maupun sebagai kepala madrasah. Dengan diberikannya kesempatan
kepada madrasah untuk menyusun kurikulum, maka didorong untuk berinovasi dengan
melakukan eksperimen-eksperimen di lingkungan
madrasahnya. Menurut Nurkolis (2003) manfaat
Manajemen Berbasis Madrasah yang terkait langsung dengan otonomi madrasah
yaitu:”(1) kurikulum lebih bersifat inklusif, (2) proses belajar mengajar lebih
efektif, (3) lingkungan madrasah yang mendukung, (4) sumber daya yang berasas
pemerataan, (5) standarisasi dalam hal-hal tertentu seperti monitoring,
evaluasi dan tes.
Kelima strategi manfaat
Manajemen Berbasis Madrasah itu harus menyatu ke dalam empat fungsi pengelolaan
madrasah yaitu pertama manajemen organisasi dan kepemimpinan, kedua proses
belajar mengajar, ketiga sumber daya manusia dan keempat administrasi madrasah.
Dengan demikian Manajemen Berbasis Madrasah (MBM) mampu mendorong dan
memotivasi profesionalisme guru dan kepala madrasah sebagai pemimpin pendidikan
di madrasah. Melalui penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap madrasah
terhadap kebutuhan setempat yang disebut dengan kurikulum berbasis madrasah dan
kurikulum berbasis masyarakat. Sehingga dengan demikian dalam proses
pembelajaran di madrasah meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai
dengan tuntunan siswa dan masyarakat madrasah.
Dengan demikian manfaat
Manajemen Berbasis Madrasah menitikberatkan pada kebebasan dan kekuasaan
otonomi madrasah disertai tanggung jawab secara kolektif baik dari pihak warga
madrasah maupun orang tua siswa dan masyarakat luas lainnya bagi pencapaian tujuan
madrasah dan pendidikan yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Wahid Tahir, Implementasi Manajemen Berbasis Madrasah Dalam Peningkatan Mutu. Jurnal Lentera Pendidikan Vol. 20,
No. 2 (Desember 2017)
Annas
Mahduri, Panduan Organisasi Santri, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 2004)
Cece
Wijaya, Pendidikan Remedial; Sarana
Pengembangan Mutu Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2010)
Departemen Pendidikan
Nasional. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi V. (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2016)
Departemen Pendidikan Nasional, Manajemen Sekolah, (Jakarta
: Dirjen Dikdasmen, 2000),
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002)
--------------, Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah, (Bandung:
Departemen Agama RI, 2003)
H.A.R.
Tilaar, Kekuasaan dan Pendidikan: Kajian
manajemen pendidikan nasional
dalam pusaran kekuasaan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2009)
Nurkholis, Manajemen
Berbasis Sekolah, Teori,
Model dan Aplikasi,( Jakarta : PT. Gramedia, 2003)
Sudarwan
Danim, Visi Baru Mana jemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi Ke Lembaga Akademik, (JakartaBumi
Aksara, 2007)
Wike
Agustin, Usman Effendi
dan Anggun Safarina,
Pengaruh Budaya Kaizen dan Gaya Kepemimpinan terhadap
Kinerja Karyawan dengan Metode Structural Equation Modelling (SEM) Studi
kasus PT. Sierad
Produce. Universitas Brawijaya, Jurnal Administrasi Bisnis. Vol.
3 No. 1 (14 Juli 2012)
BIODATA PENULIS
Dr. Taufik Abdillah Syukur, MA
Dosen Program
Studi Pendidikan Agama Islam
Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Penulis
lahir di Jakarta tanggal 28 Maret 1978. Penulis adalah dosen tetap PNS pada Program Studi
Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Dpk
STAI ALHIKMAH Jakarta. Menyelesaikan pendidikan S1 Studi Islam di Universitas
Yarmouk Jordania, S2 Pengkajian Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta dan S3 Pendidikan Islam di Universitas Ibnu Khaldun Bogor.
Aktivitas saat ini sebagai
Dosen Bidang Ilmu Pendidikan Islam pada
Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Dpk pada Program Studi
Pendidikan Agama Islam Pascasarjana STAI ALHIKMAH Jakarta.