Takziyah

             Al-aza’ artinya ‘sabar‘. Sedangkan ta’ziah adalah menyabarkan orang dan membawanya kepada sifat sabar dengan menyebutkan apa-apa yang menghibur orang yang tertimpa musibah dan membuat keringanan serta kemudahan baginya.

Doa yang bisa dibaca saat bertakziah.

 أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكُمْ وَأَحْسَنَ عَزَاءَكُمْ وَغَفَرَ لِمَيِّتِكُمْ

Artinya, “Semoga Allah besarkan pahalamu, Dia perbaiki perihal kematianmu, dan semoga Dia ampuni jenazahmu,”  atau;

إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ، وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَمُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ

“Sesungguhnya bagi Allah apa yang Dia ambil dan baginya pula apa yang Dia berikan. Segala sesuatu baginya ada memiliki masa-masa yang telah ditetapkan, maka perintahkan kepada dia untuk bersabar dan mohon pahala (dari Allah).”

Adapun keutamaan bertakziah dalam hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, antara lain hadis yang diriwayatkan Abdullah ibn Mas‘ud berikut:

   مَنْ عَزَّى مُصَاباً فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ  

Artinya: “Siapa saja yang bertakziah kepada orang yang terkena musibah, maka dia akan mendapat pahala seperti orang yang mendapat musibah tersebut,” (HR. at-Tirmidzi dan al-Baihaqi).  

Kata Abu Barzah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

   مَنْ عَزَّى ثَكْلَى كُسِيَ بُرْداً في الجَنَّةِ  

Artinya: Siapa saja yang bertakziah kepada orang yang kehilangan putranya, maka dia akan diberikan pakaian keagungan di surga,” (HR. at-Tirmidzi).

 ‘Amr ibn Hazm meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

  ما مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أخاهُ بِمُصِيْبَتِهِ إِلاَّ كَساهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ حُلَلِ الكَرَامَةِ يَوْمَ القِيامَةِ  

Artinya: Tidaklah seorang mukmin bertakziah sudaranya yang ditimpa musibah kecuali Allah akan mengenakan pakaian kemuliaan pada hari Kiamat. (Ibnu Majah dan al-Baihaqi).  

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ

Artinya: (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".

 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ: لَمَّا جَاءَ نَعْىُ جَعْفَرٍ حِيْنَ قُتِلَ قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه و سلم: اصنعوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا طَعَامًا فَقَدْ أَتَا هُمْ أَمْرٌ يَشْغَلَهُمْ (رواه الخمسة

Artinya: Diriwayatkan dari ‘Abdullah ibn Ja’far ia berkata: tatkala datang berita terbunuhnya Ja’far, Nabi bersabda: buatlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang musibah yang membuat mereka repot (Hadits riwayat lima orang ahli hadits)

walaupun hadits tersebut merupakan anjuran memberi makan atau mengurusi keperluan makan untuk keluarga almarhum, namun bukan merupakan dalil larangan bagi keluarga almarhum membuat makanan dan mengundang masyarakat ke jamuan makan di keluarga almarhum.

 

عن سعد بن عبادة قال قلت يا رسول الله إن أمي ماتت أفأتصدق عنها قال نعم قلت فأي الصدقة أفضل قال سقي الماء .

          Dari Sa’ad bin ‘Ubadah, ia berkata: “Saya bertanya kepada Rasulullah, sesungguhnya ibu saya meninggal dunia, apakah saya bersedekah untuknya?”. Rasulullah Saw menjawab: “Ya”. Saya bertanya: “Apakah sedekah yang paling utama?”. Rasulullah Saw menjawab: “Memberi air minum”.

(Hadits riwayat an-Nasa’i)

Ada yang menuduh bahwa bersedekah untuk orang yang sudah meninggal selama tujuh malam itu tradisi Hindu. Benarkah demikian? Mari kita lihat riwayat kalangan Salaf tentang masalah ini,

قال الإمام أحمد بن حنبل رضي الله عنه في كتاب الزهد له حدثنا هاشم بن القاسم قال ثنا الاشجعي عن سعيان قال قال طاووس إن الموتى يعتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام.

Imam Ahmad bin Hanbal berkata dalam kitab az-Zuhd, “Hasyim bin al-Qasim meriwayatkan kepada kami, al-Asyja’i meriwayatkan kepada kami, dari Sufyan. Thawus berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang sudah mati itu diazab di kubur mereka selama tujuh hari, maka dianjurkan agar bersedekah makanan untuk mereka pada hari-hari itu”.

وهذا لا يعارض قول النبي صلى الله عليه وسلم: "إذا مات الإنسان انقطا عمله إلا من ثلاث: إلا من صدقة جارية، أو علم ينتعا به، أو ولد صالح يدعو له"، رواه مسلم، لأن المراد به عمل الإنسان نعسه لا عمل غيره له، وإنما جعل دعاء الولد الصالح من عمله؛ لأن الولد من كسبه حيث أنه هو السبب في إيجاده، فكأن دعاءه لوالده دعاء من الوالد نعسه. بخلاف دعاء غير الولد لأخيه فإنه ليس من عمله وإن كان ينتعا به، فالاستثناء الذي في الحديث من انقطاع عمل الميت نعسه لا عمل غيره له، ولهذا لم يقل: "انقطا العمل له" بل قال: "انقطا عمله". وبينهما فرق بي ن.

                Ini tidak bertentangan dengan hadits, “Apabila manusia meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya”. (HR. Muslim). Karena maksudnya adalah, “Amal mayat itu terputus”. Bukan berarti amal orang lain terputus kepada dirinya. Doa anak yang shaleh dijadikan sebagai amal orang yang sudah meninggal, karena anak itu bagian dari amalnya ketika ia masih hidup, karena dia menjadi penyebab keberadaan anak tersebut. Seakan-akan doa anak untuk orang tuanya seperti doa orang tua itu terhadap dirinya sendiri. Berbeda dengan doa selain anak, misalnya doa saudara untuk saudaranya, itu bukan amal orang yang sudah wafat, tapi tetap mendatangkan manfaat baginya. Pengecualian yang terdapat dalam hadits ini, amal si mayat terputus, bukan amal orang lain terputus untuk mayat. Oleh sebab itu Rasulullah Saw tidak mengatakan, “Amal terputus untuk mayat”. Tapi Rasulullah Saw mengatakan, “Amal mayat itu terputus”. Perbedaan yang jelas antara dua kalimat ini

وفي المغني لابن قدامة: قال أحمد بن حنبل، الميت يصل إليه كل شئ من الخير، للنصوص الواردة فيه، ولان المسلمين يجتمعون في كل مصر ويقرءون ويهدون لموتاهم من غير نكير، فكان إجماعا.

Dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah: Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Mayat, semua kebaikan sampai kepadanya, berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu, karena kaum muslimin berkumpul di setiap tempat, membaca (al-Qur’an) dan menghadiahkan bacaannya kepada orang yang sudah meninggal tanpa ada yang mengingkari, maka ini sudah menjadi Ijma’

Postingan populer dari blog ini

Kun Ma'allah

Sejarah Dzikrul Ghofilin

CERAMAH HAUL DAN KEHARUSAN BERGURU