Biografi Umi Hj. Mahyanah

 Lahir

Saya dilahirkan di Jeruk Purut Cilandak Jakarta Selatan, pada hari minggu tanggal 20 Desember 1959 M atau 19 Jumadil Akhir 1379 H.  Saya adalah anak pertama dari pasangan Haji Mahbub bin Haji Sidi dan Hj. Marhanah binti Haji Ja’far, yang keduanya asli betawi.  Bapak Haji Mahbub pernah bekerja dipemerintahan DKI Jakarta sebagai Lurah Bangka Jakarta Selatan.

 

Pendidikan

Saya lulus sekolah dasar pada tahun 1971 ini hidup dalam suasana religius karena keluarganya dekat dengan para ulama. Bapak saya menginginkan saya menjadi anak yang pintar mengaji, maka pada tahun 1972 dikirimlah saya ke pondok pesantren KH. Armin Cibuntu pandeglang. Setelah 6 bulan saya diperintahkan untuk menemani cucunya KH. Armin yang bernama neng Djahro untuk mondok di Pesantren Al-Qur’an Tubagus Sholeh Makmun yang terletak dikampung Lontar Serang Banten. Pesantren ini mengkhususkan pada pengajaran  Al-Qur’an. Siapa yang tak kenal pesantren yang didirikan oleh Syekh Tubagus Makmun yang namanya terkenal di Mekkah dan Mesir itu sebagai Qari handal. Ia wafat tahun 1926 dan kepemimpinan dilanjutkan oleh Kyai Tubagus Sholeh Makmun yang paling berbakat mengikuti jejak sang ayah. Anak sulung Syekh Tubagus Makmun itu bersuara emas, hafidz dan menguasai ilmu dan lagu al-Qur’an. Kyai Tubagus Sholeh Makmun pernah menjadi ketua Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH yang berafiliasi ke NU) tahun 1950-an. Setelah beliau wafat, pimpinan pesantren beralih ke putra beliau yang bernama Tubagus Bayi Mahdi Sholeh Makmun. Saya sekolah PGA 4 tahun yang setara dengan MTs mulai pukul 07.00 sampai 12.00 WIB. setelah pulang dari sekolah, saya belajar tahsin dan lagu-lagu Al-Qur’an.

Pada tahun 1979, saya mengikuti ujian persamaan SMA. Kemudian saya membantu suami mengajar di yayasan Al-Mahbubiyah. Mengingat keterbatasan ilmu yang saya miliki, akhirnya suami mengizinkan saya untuk kuliah pada tahun 1984. Walau sambil mengajar, melahirkan dan mengasuh anak, akhirnya saya bisa tetap menyelesaikan Strata Satu (S1) jurusan Tarbiyah program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) pada tahun 1993 di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Hikmah Jakarta.

Saya memiliki beberapa sertifikat dan keahlian seperti menjahit, catering, metode qiroati, qira’ah al-Qur’an, sertifikasi karantina tahfizh 30 juz, dan sertifikasi pembimbing haji dan umroh.

 

Menikah

Setelah 4 tahun menjadi santri, bapak Haji Mahbub meminta kepada kyai Tubagus Bayi Mahdi untuk dicarikan jodoh untuk putrinya. Akhirnya dipilihlah seorang santri yang baru lulus PGA 6 tahun yang bernama Supandi Hidayat. Beliau berasal dari Desa Pasawahan, Sindang Laut, Lemahabang, Cirebon, Jawa Barat yang dilahirkan pada hari Rabu, 22 Oktober 1952. Sebelum menikah nama beliau diganti oleh oleh kyai menjadi Manarul Hidayat.

 

 

 

 

Keturunan

Saya menikah pada tanggal 20 April 1974 bersamaan dengan tanggal 27 Rabiul Awal 1394 H dan tinggal di Jeruk Purut Cilandak Jakarta rumah orangtua. Sekarang memiliki tiga anak perempuan dan lima anak laki-laki. Mereka adalah Hj. Yayah Robiatul Adawiyah, M.Pd lahir tahun 1975, Hj. Dede Ru’yati Laila, M.Pd lahir tahun 1976, Dr. H. Taufik Abdillah Syukur, Lc., MA lahir tahun 1978, H. Muhammad Iqbal Luthfi, B.sh, MM lahir tahun 1979, dr. H. Muhammad Makky Zamzami M.A.RS lahir tahun 1983, H. Yusron Hamdi, S.HI, M.Pd lahir tahun 1988, dr. Nida Najibah Hanum, S.Ked lahir tahun 1993, dan Faiz Muhtadi Billah, S.Pd lahir tahun 1997.

Semua anak-anak saya adalah alumni pondok pesantren dan bahkan 4 anak laki-laki dapat melanjutkan pendidikan ke luar negeri, diantaranya Madinah, Yordania, Sudan, Yaman dan Malaysia. Diantara anaknya bahkan ada yang umur 4 tahun sudah mondok. Karena di pesantren anak tidak hanya belajar agama tetapi juga umum dan langsung dengan praktiknya. Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang membina calon-calon pemimpin di masa yang akan datang. Pesantren juga melahirkan alumni alumni yang berakhlakul karimah. Maka dari itu saya selalu menekankan dan menanamkan kepada putra-putri saya tentang akhlak, hidup sederhana dan semangat menuntut ilmu. Sebab tanpa ilmu dan akhlak maka anak-anak tidak akan mampu menghadapi tantangan zaman. Dengan begitu, anak-anak akan hidup sukses dan berkah.

 

Masa Perjuangan

Bulan Februari tahun 1975 adalah masa yang tidak bisa saya lupakan. Karena ditahun itu kami banyak sekali memperoleh kebahagiaan diantaranya adalah kami mendapatkan keturunan anak pertama dan di tahun itu juga orang tua saya bapak Haji Mahbub menyerahkan lembaga pendidikan yang kala itu bernama Madrasah Ibtidaiyah (MI) Matla’ul Anwar untuk dipimpin dan dikembangkan. Saya bersama suami menerimanya dan kami terus berjuang memajukannya hingga saat ini terdapat unit-unit antara lain: Madrasah Ibtidaiyah (MI) mulai tahun 1974 sampai sekarang, Taman Kanak-kanak (TK) mulai tahun 1978 sampai sekarang,  Madrasah Tsanawiyah (MTs) mulai tahun 1984 sampai sekarang, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) mulai tahun 1984 sampai sekarang, Madrasah Aliyah (MA) mulai tahun 1986 sampai 2003, Pondok Pesantren Al-Mahbubiyah mulai tahun 1990 sampai sekarang, Madrasah Diniyah mulai tahun 1990 sampai sekarang,  Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mulai tahun 2008 sampai tahun 2018, Sekolah Dasar mulai tahun 2008 sampai sekarang, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIH) mulai tahun 1988 sampai sekarang, Majlis Ta’lim Al-Mahbubiyah mulai tahun 1990 sampai sekarang yang semuanya berada dibawah Yayasan Al-Mahbubiyah yang sejak tahun 2019 sampai dengan sekarang saya menjadi Ketua Umumnya. Yayasan Almahbubiyah menjadi pelepas dahaga bagi masyaratak sekitarnya dalam memenuhi kebutuhan asasinya berupa pendidikan.

Karena perkembangan yang semakin pesat, maka tahun 1998, saya beserta suami mencoba mengembangkan sebuah pesantren lain yang kemudian oleh KH. Abdurrahman Wahid diberi nama Al-Manar Azhari dan diresmikan tahun 2000, yang beralamat di Jalan Pelita No. 10 Limo, Kota Depok Jawa Barat. Almanar kepanjangan dari Aliansi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Azhari diambil dari nama Universitas Al-Azhar Mesir yang menjai pusat pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Visi pesantren Almanar Azhari adalah terwujudnya santri yang unggul dalam prestasi dan berkhalak mulia serta mampu bersaing dalam kehidupan global. Pendidikan formalnya SD-SMP-SMA, sementara informalnya ada Madrasah Diniyah dan Tahfizh Al-Qur’an.

 

Organisasi

Aktifitas saya saat ini selain di dua yayasan tersebut adalah menangani majlis ta’lim di Cirebon dan Yayasan Nur Syafeka Hanum di Jakarta. Di samping itu adalah aktif dibeberapa organisasi antara lain sebagai pengurus pusat Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (FK-KBIH) Pusat, FK-KBIH Jakarta Selatan, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Forum Komunikasi Ustadzah DKI Jakarta, dan di PP. Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) bidang Dakwah.

 

Usia 60 Tahun

Ketika usia saya sudah 60 tahun lebih saya masih menjadi ketua umum yayasan Al-Mahbubiyah Jakarta. Adapun yayasan Al-Manar Azhari Depok sudah saya serahkan pengelolaannya ke anak saya. Di sana saya hanya mengajar tahsin al-Qur’an binnadzhar sampai selesai 30 juz yang saya niatkan sampai akhir hayat kelak. Para santri saya tamatkan setiap bulan februari agar mereka bisa diwisuda diakhir tahun pelajaran.

Dimasa tua ini juga saya banyak menghabisakan waktu bersama suami mengajar al-Qur’an di pondok pesantren, majlis taklim dan di group group media sosial, dengan mengajak ibu-ibu lansia membaca al-Qur’an satu hari satu juz yang dimulai setiap tanggal 1 bulan hijriyah.

Prinsip hidup saya sederhana yaitu bagaimana bisa meneruskan perjuangan suami dan orang tua, mengajar al-Qur’an kepada para santri, membimbing anak cucu keturunan, berkhidmat kepada ummat di sisa umur ini untuk mendapatkan ridha Allah Swt.

Demikian  riwayat hidup singkat saya ini, semoga bermanfaat. Amin.

Lahir

Saya dilahirkan di Jeruk Purut Cilandak Jakarta Selatan, pada hari minggu tanggal 20 Desember 1959 M atau 19 Jumadil Akhir 1379 H.  Saya adalah anak pertama dari pasangan Haji Mahbub bin Haji Sidi dan Hj. Marhanah binti Haji Ja’far, yang keduanya asli betawi.  Bapak Haji Mahbub pernah bekerja dipemerintahan DKI Jakarta sebagai Lurah Bangka Jakarta Selatan.

 

Pendidikan

Saya lulus sekolah dasar pada tahun 1971 ini hidup dalam suasana religius karena keluarganya dekat dengan para ulama. Bapak saya menginginkan saya menjadi anak yang pintar mengaji, maka pada tahun 1972 dikirimlah saya ke pondok pesantren KH. Armin Cibuntu pandeglang. Setelah 6 bulan saya diperintahkan untuk menemani cucunya KH. Armin yang bernama neng Djahro untuk mondok di Pesantren Al-Qur’an Tubagus Sholeh Makmun yang terletak dikampung Lontar Serang Banten. Pesantren ini mengkhususkan pada pengajaran  Al-Qur’an. Siapa yang tak kenal pesantren yang didirikan oleh Syekh Tubagus Makmun yang namanya terkenal di Mekkah dan Mesir itu sebagai Qari handal. Ia wafat tahun 1926 dan kepemimpinan dilanjutkan oleh Kyai Tubagus Sholeh Makmun yang paling berbakat mengikuti jejak sang ayah. Anak sulung Syekh Tubagus Makmun itu bersuara emas, hafidz dan menguasai ilmu dan lagu al-Qur’an. Kyai Tubagus Sholeh Makmun pernah menjadi ketua Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH yang berafiliasi ke NU) tahun 1950-an. Setelah beliau wafat, pimpinan pesantren beralih ke putra beliau yang bernama Tubagus Bayi Mahdi Sholeh Makmun. Saya sekolah PGA 4 tahun yang setara dengan MTs mulai pukul 07.00 sampai 12.00 WIB. setelah pulang dari sekolah, saya belajar tahsin dan lagu-lagu Al-Qur’an.

Pada tahun 1979, saya mengikuti ujian persamaan SMA. Kemudian saya membantu suami mengajar di yayasan Al-Mahbubiyah. Mengingat keterbatasan ilmu yang saya miliki, akhirnya suami mengizinkan saya untuk kuliah pada tahun 1984. Walau sambil mengajar, melahirkan dan mengasuh anak, akhirnya saya bisa tetap menyelesaikan Strata Satu (S1) jurusan Tarbiyah program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) pada tahun 1993 di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Hikmah Jakarta.

Saya memiliki beberapa sertifikat dan keahlian seperti menjahit, catering, metode qiroati, qira’ah al-Qur’an, sertifikasi karantina tahfizh 30 juz, dan sertifikasi pembimbing haji dan umroh.

 

Menikah

Setelah 4 tahun menjadi santri, bapak Haji Mahbub meminta kepada kyai Tubagus Bayi Mahdi untuk dicarikan jodoh untuk putrinya. Akhirnya dipilihlah seorang santri yang baru lulus PGA 6 tahun yang bernama Supandi Hidayat. Beliau berasal dari Desa Pasawahan, Sindang Laut, Lemahabang, Cirebon, Jawa Barat yang dilahirkan pada hari Rabu, 22 Oktober 1952. Sebelum menikah nama beliau diganti oleh oleh kyai menjadi Manarul Hidayat.

 

 

 

 

Keturunan

Saya menikah pada tanggal 20 April 1974 bersamaan dengan tanggal 27 Rabiul Awal 1394 H dan tinggal di Jeruk Purut Cilandak Jakarta rumah orangtua. Sekarang memiliki tiga anak perempuan dan lima anak laki-laki. Mereka adalah Hj. Yayah Robiatul Adawiyah, M.Pd lahir tahun 1975, Hj. Dede Ru’yati Laila, M.Pd lahir tahun 1976, Dr. H. Taufik Abdillah Syukur, Lc., MA lahir tahun 1978, H. Muhammad Iqbal Luthfi, B.sh, MM lahir tahun 1979, dr. H. Muhammad Makky Zamzami M.A.RS lahir tahun 1983, H. Yusron Hamdi, S.HI, M.Pd lahir tahun 1988, dr. Nida Najibah Hanum, S.Ked lahir tahun 1993, dan Faiz Muhtadi Billah, S.Pd lahir tahun 1997.

Semua anak-anak saya adalah alumni pondok pesantren dan bahkan 4 anak laki-laki dapat melanjutkan pendidikan ke luar negeri, diantaranya Madinah, Yordania, Sudan, Yaman dan Malaysia. Diantara anaknya bahkan ada yang umur 4 tahun sudah mondok. Karena di pesantren anak tidak hanya belajar agama tetapi juga umum dan langsung dengan praktiknya. Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang membina calon-calon pemimpin di masa yang akan datang. Pesantren juga melahirkan alumni alumni yang berakhlakul karimah. Maka dari itu saya selalu menekankan dan menanamkan kepada putra-putri saya tentang akhlak, hidup sederhana dan semangat menuntut ilmu. Sebab tanpa ilmu dan akhlak maka anak-anak tidak akan mampu menghadapi tantangan zaman. Dengan begitu, anak-anak akan hidup sukses dan berkah.

 

Masa Perjuangan

Bulan Februari tahun 1975 adalah masa yang tidak bisa saya lupakan. Karena ditahun itu kami banyak sekali memperoleh kebahagiaan diantaranya adalah kami mendapatkan keturunan anak pertama dan di tahun itu juga orang tua saya bapak Haji Mahbub menyerahkan lembaga pendidikan yang kala itu bernama Madrasah Ibtidaiyah (MI) Matla’ul Anwar untuk dipimpin dan dikembangkan. Saya bersama suami menerimanya dan kami terus berjuang memajukannya hingga saat ini terdapat unit-unit antara lain: Madrasah Ibtidaiyah (MI) mulai tahun 1974 sampai sekarang, Taman Kanak-kanak (TK) mulai tahun 1978 sampai sekarang,  Madrasah Tsanawiyah (MTs) mulai tahun 1984 sampai sekarang, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) mulai tahun 1984 sampai sekarang, Madrasah Aliyah (MA) mulai tahun 1986 sampai 2003, Pondok Pesantren Al-Mahbubiyah mulai tahun 1990 sampai sekarang, Madrasah Diniyah mulai tahun 1990 sampai sekarang,  Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mulai tahun 2008 sampai tahun 2018, Sekolah Dasar mulai tahun 2008 sampai sekarang, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIH) mulai tahun 1988 sampai sekarang, Majlis Ta’lim Al-Mahbubiyah mulai tahun 1990 sampai sekarang yang semuanya berada dibawah Yayasan Al-Mahbubiyah yang sejak tahun 2019 sampai dengan sekarang saya menjadi Ketua Umumnya. Yayasan Almahbubiyah menjadi pelepas dahaga bagi masyaratak sekitarnya dalam memenuhi kebutuhan asasinya berupa pendidikan.

Karena perkembangan yang semakin pesat, maka tahun 1998, saya beserta suami mencoba mengembangkan sebuah pesantren lain yang kemudian oleh KH. Abdurrahman Wahid diberi nama Al-Manar Azhari dan diresmikan tahun 2000, yang beralamat di Jalan Pelita No. 10 Limo, Kota Depok Jawa Barat. Almanar kepanjangan dari Aliansi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Azhari diambil dari nama Universitas Al-Azhar Mesir yang menjai pusat pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Visi pesantren Almanar Azhari adalah terwujudnya santri yang unggul dalam prestasi dan berkhalak mulia serta mampu bersaing dalam kehidupan global. Pendidikan formalnya SD-SMP-SMA, sementara informalnya ada Madrasah Diniyah dan Tahfizh Al-Qur’an.

 

Organisasi

Aktifitas saya saat ini selain di dua yayasan tersebut adalah menangani majlis ta’lim di Cirebon dan Yayasan Nur Syafeka Hanum di Jakarta. Di samping itu adalah aktif dibeberapa organisasi antara lain sebagai pengurus pusat Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (FK-KBIH) Pusat, FK-KBIH Jakarta Selatan, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Forum Komunikasi Ustadzah DKI Jakarta, dan di PP. Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) bidang Dakwah.

 

Usia 60 Tahun

Ketika usia saya sudah 60 tahun lebih saya masih menjadi ketua umum yayasan Al-Mahbubiyah Jakarta. Adapun yayasan Al-Manar Azhari Depok sudah saya serahkan pengelolaannya ke anak saya. Di sana saya hanya mengajar tahsin al-Qur’an binnadzhar sampai selesai 30 juz yang saya niatkan sampai akhir hayat kelak. Para santri saya tamatkan setiap bulan februari agar mereka bisa diwisuda diakhir tahun pelajaran.

Dimasa tua ini juga saya banyak menghabisakan waktu bersama suami mengajar al-Qur’an di pondok pesantren, majlis taklim dan di group group media sosial, dengan mengajak ibu-ibu lansia membaca al-Qur’an satu hari satu juz yang dimulai setiap tanggal 1 bulan hijriyah.

Prinsip hidup saya sederhana yaitu bagaimana bisa meneruskan perjuangan suami dan orang tua, mengajar al-Qur’an kepada para santri, membimbing anak cucu keturunan, berkhidmat kepada ummat di sisa umur ini untuk mendapatkan ridha Allah Swt.

Demikian  riwayat hidup singkat saya ini, semoga bermanfaat. Amin.

MANAQIB UMI MAHYANAH

 

Lahir

Umi dilahirkan di Jeruk Purut Cilandak Jakarta Selatan, pada hari minggu tanggal 20 Desember 1959 M atau 19 Jumadil Akhir 1379 H.  Umi adalah anak pertama dari pasangan Haji Mahbub bin Haji Sidi dan Hj. Marhanah binti Haji Ja’far, yang keduanya asli betawi.  Bapak Haji Mahbub pernah bekerja dipemerintahan DKI Jakarta sebagai Lurah Bangka Jakarta Selatan.

 

Pendidikan

Umi lulus sekolah dasar pada tahun 1971 ini hidup dalam suasana religius karena keluarganya dekat dengan para ulama. Bapak Umi menginginkan Umi menjadi anak yang pintar mengaji, maka pada tahun 1972 dikirimlah Umi ke pondok pesantren KH. Armin Cibuntu pandeglang. Setelah 6 bulan Umi diperintahkan untuk menemani cucunya KH. Armin yang bernama neng Djahro untuk mondok di Pesantren Al-Qur’an Tubagus Sholeh Makmun yang terletak dikampung Lontar Serang Banten. Pesantren ini mengkhususkan pada pengajaran  Al-Qur’an. Siapa yang tak kenal pesantren yang didirikan oleh Syekh Tubagus Makmun yang namanya terkenal di Mekkah dan Mesir itu sebagai Qari handal. Ia wafat tahun 1926 dan kepemimpinan dilanjutkan oleh Kyai Tubagus Sholeh Makmun yang paling berbakat mengikuti jejak sang ayah. Anak sulung Syekh Tubagus Makmun itu bersuara emas, hafidz dan menguasai ilmu dan lagu al-Qur’an. Kyai Tubagus Sholeh Makmun pernah menjadi ketua Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH yang berafiliasi ke NU) tahun 1950-an. Setelah beliau wafat, pimpinan pesantren beralih ke putra beliau yang bernama Tubagus Bayi Mahdi Sholeh Makmun. Umi sekolah PGA 4 tahun yang setara dengan MTs mulai pukul 07.00 sampai 12.00 WIB. setelah pulang dari sekolah, Umi belajar tahsin dan lagu-lagu Al-Qur’an.

Pada tahun 1979, Umi mengikuti ujian persamaan SMA. Kemudian Umi membantu suami mengajar di yayasan Al-Mahbubiyah. Mengingat keterbatasan ilmu yang Umi miliki, akhirnya suami mengizinkan Umi untuk kuliah pada tahun 1984. Walau sambil mengajar, melahirkan dan mengasuh anak, akhirnya Umi bisa tetap menyelesaikan Strata Satu (S1) jurusan Tarbiyah program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) pada tahun 1993 di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Hikmah Jakarta.

Umi memiliki beberapa sertifikat dan keahlian seperti menjahit, catering, metode qiroati, qira’ah al-Qur’an, sertifikasi karantina tahfizh 30 juz, dan sertifikasi pembimbing haji dan umroh.

 

Menikah

Setelah 4 tahun menjadi santri, bapak Haji Mahbub meminta kepada kyai Tubagus Bayi Mahdi untuk dicarikan jodoh untuk putrinya. Akhirnya dipilihlah seorang santri yang baru lulus PGA 6 tahun yang bernama Supandi Hidayat. Beliau berasal dari Desa Pasawahan, Sindang Laut, Lemahabang, Cirebon, Jawa Barat yang dilahirkan pada hari Rabu, 22 Oktober 1952. Sebelum menikah nama beliau diganti oleh oleh kyai menjadi Manarul Hidayat.

 

 

 

 

Keturunan

Umi menikah pada tanggal 20 April 1974 bersamaan dengan tanggal 27 Rabiul Awal 1394 H dan tinggal di Jeruk Purut Cilandak Jakarta rumah orangtua. Sekarang memiliki tiga anak perempuan dan lima anak laki-laki. Mereka adalah Hj. Yayah Robiatul Adawiyah, M.Pd lahir tahun 1975, Hj. Dede Ru’yati Laila, M.Pd lahir tahun 1976, Dr. H. Taufik Abdillah Syukur, Lc., MA lahir tahun 1978, H. Muhammad Iqbal Luthfi, B.sh, MM lahir tahun 1979, dr. H. Muhammad Makky Zamzami M.A.RS lahir tahun 1983, H. Yusron Hamdi, S.HI, M.Pd lahir tahun 1988, dr. Nida Najibah Hanum, S.Ked lahir tahun 1993, dan Faiz Muhtadi Billah, S.Pd lahir tahun 1997.

Semua anak-anak Umi adalah alumni pondok pesantren dan bahkan 4 anak laki-laki dapat melanjutkan pendidikan ke luar negeri, diantaranya Madinah, Yordania, Sudan, Yaman dan Malaysia. Diantara anaknya bahkan ada yang umur 4 tahun sudah mondok. Karena di pesantren anak tidak hanya belajar agama tetapi juga umum dan langsung dengan praktiknya. Pesantren juga merupakan lembaga pendidikan yang membina calon-calon pemimpin di masa yang akan datang. Pesantren juga melahirkan alumni alumni yang berakhlakul karimah. Maka dari itu Umi selalu menekankan dan menanamkan kepada putra-putri Umi tentang akhlak, hidup sederhana dan semangat menuntut ilmu. Sebab tanpa ilmu dan akhlak maka anak-anak tidak akan mampu menghadapi tantangan zaman. Dengan begitu, anak-anak akan hidup sukses dan berkah.

 

Masa Perjuangan

Bulan Februari tahun 1975 adalah masa yang tidak bisa Umi lupakan. Karena ditahun itu kami banyak sekali memperoleh kebahagiaan diantaranya adalah kami mendapatkan keturunan anak pertama dan di tahun itu juga orang tua Umi bapak Haji Mahbub menyerahkan lembaga pendidikan yang kala itu bernama Madrasah Ibtidaiyah (MI) Matla’ul Anwar untuk dipimpin dan dikembangkan. Umi bersama suami menerimanya dan kami terus berjuang memajukannya hingga saat ini terdapat unit-unit antara lain: Madrasah Ibtidaiyah (MI) mulai tahun 1974 sampai sekarang, Taman Kanak-kanak (TK) mulai tahun 1978 sampai sekarang,  Madrasah Tsanawiyah (MTs) mulai tahun 1984 sampai sekarang, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) mulai tahun 1984 sampai sekarang, Madrasah Aliyah (MA) mulai tahun 1986 sampai 2003, Pondok Pesantren Al-Mahbubiyah mulai tahun 1990 sampai sekarang, Madrasah Diniyah mulai tahun 1990 sampai sekarang,  Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mulai tahun 2008 sampai tahun 2018, Sekolah Dasar mulai tahun 2008 sampai sekarang, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIH) mulai tahun 1988 sampai sekarang, Majlis Ta’lim Al-Mahbubiyah mulai tahun 1990 sampai sekarang yang semuanya berada dibawah Yayasan Al-Mahbubiyah yang sejak tahun 2019 sampai dengan sekarang Umi menjadi Ketua Umumnya. Yayasan Almahbubiyah menjadi pelepas dahaga bagi masyaratak sekitarnya dalam memenuhi kebutuhan asasinya berupa pendidikan.

Karena perkembangan yang semakin pesat, maka tahun 1998, Umi beserta suami mencoba mengembangkan sebuah pesantren lain yang kemudian oleh KH. Abdurrahman Wahid diberi nama Al-Manar Azhari dan diresmikan tahun 2000, yang beralamat di Jalan Pelita No. 10 Limo, Kota Depok Jawa Barat. Almanar kepanjangan dari Aliansi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Azhari diambil dari nama Universitas Al-Azhar Mesir yang menjai pusat pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Visi pesantren Almanar Azhari adalah terwujudnya santri yang unggul dalam prestasi dan berkhalak mulia serta mampu bersaing dalam kehidupan global. Pendidikan formalnya SD-SMP-SMA, sementara informalnya ada Madrasah Diniyah dan Tahfizh Al-Qur’an.

 

Organisasi

Aktifitas Umi saat ini selain di dua yayasan tersebut adalah menangani majlis ta’lim di Cirebon dan Yayasan Nur Syafeka Hanum di Jakarta. Di samping itu adalah aktif dibeberapa organisasi antara lain sebagai pengurus pusat Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (FK-KBIH) Pusat, FK-KBIH Jakarta Selatan, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Forum Komunikasi Ustadzah DKI Jakarta, dan di PP. Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) bidang Dakwah.

 

Usia 64 Tahun

Ketika usia Umi sudah 64 tahun, Umi masih menjadi ketua umum yayasan Al-Mahbubiyah Jakarta. Adapun yayasan Al-Manar Azhari Depok sudah Umi serahkan pengelolaannya ke anak Umi. Di sana Umi hanya mengajar tahsin al-Qur’an binnadzhar sampai selesai 30 juz yang Umi niatkan sampai akhir hayat kelak. Para santri Umi tamatkan setiap bulan februari agar mereka bisa diwisuda diakhir tahun pelajaran.

Dimasa tua ini juga Umi banyak menghabisakan waktu bersama suami mengajar al-Qur’an di pondok pesantren, majlis taklim dan di group group media sosial, dengan mengajak ibu-ibu lansia membaca al-Qur’an satu hari satu juz yang dimulai setiap tanggal 1 bulan hijriyah.

Prinsip hidup Umi sederhana yaitu bagaimana bisa meneruskan perjuangan suami dan orang tua, mengajar al-Qur’an kepada para santri, membimbing anak cucu keturunan, berkhidmat kepada ummat di sisa umur ini untuk mendapatkan ridha Allah Swt.

Demikian  riwayat hidup singkat Umi ini, semoga bermanfaat. Amin. 

Postingan populer dari blog ini

Kun Ma'allah

Sejarah Dzikrul Ghofilin

CERAMAH HAUL DAN KEHARUSAN BERGURU