Biografi Umi Hj. Mahyanah
Lahir
Saya dilahirkan di Jeruk Purut Cilandak Jakarta
Selatan, pada hari minggu tanggal 20 Desember 1959 M atau 19 Jumadil Akhir 1379
H. Saya adalah anak pertama dari
pasangan Haji Mahbub bin Haji Sidi dan Hj. Marhanah binti Haji Ja’far, yang keduanya
asli betawi. Bapak Haji Mahbub pernah
bekerja dipemerintahan DKI Jakarta sebagai Lurah Bangka Jakarta Selatan.
Pendidikan
Saya lulus
sekolah dasar pada tahun 1971 ini hidup dalam suasana religius karena
keluarganya dekat dengan para ulama. Bapak saya menginginkan saya menjadi anak
yang pintar mengaji, maka pada tahun 1972 dikirimlah saya ke pondok pesantren
KH. Armin Cibuntu pandeglang. Setelah 6 bulan saya diperintahkan untuk menemani
cucunya KH. Armin yang bernama neng Djahro untuk mondok di Pesantren Al-Qur’an
Tubagus Sholeh Makmun yang terletak dikampung Lontar Serang Banten. Pesantren
ini mengkhususkan pada pengajaran
Al-Qur’an. Siapa yang tak kenal pesantren yang didirikan oleh Syekh
Tubagus Makmun yang namanya terkenal di Mekkah dan Mesir itu sebagai Qari
handal. Ia wafat tahun 1926 dan kepemimpinan dilanjutkan oleh Kyai Tubagus
Sholeh Makmun yang paling berbakat mengikuti jejak sang ayah. Anak sulung Syekh
Tubagus Makmun itu bersuara emas, hafidz dan menguasai ilmu dan lagu al-Qur’an.
Kyai Tubagus Sholeh Makmun pernah menjadi ketua Jam’iyyatul Qurra’ wal
Huffadz (JQH yang berafiliasi ke NU) tahun 1950-an. Setelah beliau wafat,
pimpinan pesantren beralih ke putra beliau yang bernama Tubagus Bayi Mahdi
Sholeh Makmun. Saya sekolah PGA 4 tahun yang setara dengan MTs mulai pukul
07.00 sampai 12.00 WIB. setelah pulang dari sekolah, saya belajar tahsin dan
lagu-lagu Al-Qur’an.
Pada tahun 1979, saya mengikuti ujian persamaan SMA.
Kemudian saya membantu suami mengajar di yayasan Al-Mahbubiyah. Mengingat
keterbatasan ilmu yang saya miliki, akhirnya suami mengizinkan saya untuk
kuliah pada tahun 1984. Walau sambil mengajar, melahirkan dan mengasuh anak,
akhirnya saya bisa tetap menyelesaikan Strata Satu (S1) jurusan Tarbiyah
program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) pada tahun 1993 di Sekolah Tinggi
Ilmu Tarbiyah Al-Hikmah Jakarta.
Saya memiliki beberapa sertifikat dan keahlian
seperti menjahit, catering, metode qiroati, qira’ah al-Qur’an, sertifikasi
karantina tahfizh 30 juz, dan sertifikasi pembimbing haji dan umroh.
Menikah
Setelah 4 tahun
menjadi santri, bapak Haji Mahbub meminta kepada kyai Tubagus Bayi Mahdi untuk
dicarikan jodoh untuk putrinya. Akhirnya dipilihlah seorang santri yang baru
lulus PGA 6 tahun yang bernama Supandi Hidayat. Beliau berasal dari Desa
Pasawahan, Sindang Laut, Lemahabang, Cirebon, Jawa Barat yang dilahirkan pada
hari Rabu, 22 Oktober 1952. Sebelum menikah nama beliau diganti oleh oleh kyai
menjadi Manarul Hidayat.
Keturunan
Saya menikah
pada tanggal 20 April 1974 bersamaan dengan tanggal 27 Rabiul Awal 1394 H dan
tinggal di Jeruk Purut Cilandak Jakarta rumah orangtua. Sekarang memiliki tiga
anak perempuan dan lima anak laki-laki. Mereka adalah Hj. Yayah Robiatul
Adawiyah, M.Pd lahir tahun 1975, Hj. Dede Ru’yati Laila, M.Pd lahir tahun 1976,
Dr. H. Taufik Abdillah Syukur, Lc., MA lahir tahun 1978, H. Muhammad Iqbal
Luthfi, B.sh, MM lahir tahun 1979, dr. H. Muhammad Makky Zamzami M.A.RS lahir
tahun 1983, H. Yusron Hamdi, S.HI, M.Pd lahir tahun 1988, dr. Nida Najibah
Hanum, S.Ked lahir tahun 1993, dan Faiz Muhtadi Billah, S.Pd lahir tahun 1997.
Semua anak-anak saya adalah alumni pondok pesantren
dan bahkan 4 anak laki-laki dapat melanjutkan pendidikan ke luar negeri,
diantaranya Madinah, Yordania, Sudan, Yaman dan Malaysia. Diantara anaknya
bahkan ada yang umur 4 tahun sudah mondok. Karena di pesantren anak tidak hanya
belajar agama tetapi juga umum dan langsung dengan praktiknya. Pesantren juga
merupakan lembaga pendidikan yang membina calon-calon pemimpin di masa yang
akan datang. Pesantren juga melahirkan alumni alumni yang berakhlakul karimah.
Maka dari itu saya selalu menekankan dan menanamkan kepada putra-putri saya
tentang akhlak, hidup sederhana dan semangat menuntut ilmu. Sebab tanpa ilmu
dan akhlak maka anak-anak tidak akan mampu menghadapi tantangan zaman. Dengan
begitu, anak-anak akan hidup sukses dan berkah.
Masa
Perjuangan
Bulan Februari
tahun 1975 adalah masa yang tidak bisa saya lupakan. Karena ditahun itu kami
banyak sekali memperoleh kebahagiaan diantaranya adalah kami mendapatkan
keturunan anak pertama dan di tahun itu juga orang tua saya bapak Haji Mahbub
menyerahkan lembaga pendidikan yang kala itu bernama Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Matla’ul Anwar untuk dipimpin dan dikembangkan. Saya bersama suami menerimanya
dan kami terus berjuang memajukannya hingga saat ini terdapat unit-unit antara
lain: Madrasah Ibtidaiyah (MI) mulai tahun 1974 sampai sekarang, Taman
Kanak-kanak (TK) mulai tahun 1978 sampai sekarang, Madrasah Tsanawiyah (MTs) mulai tahun 1984
sampai sekarang, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) mulai tahun 1984 sampai
sekarang, Madrasah Aliyah (MA) mulai tahun 1986 sampai 2003, Pondok Pesantren
Al-Mahbubiyah mulai tahun 1990 sampai sekarang, Madrasah Diniyah mulai tahun
1990 sampai sekarang, Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) mulai tahun 2008 sampai tahun 2018, Sekolah Dasar mulai tahun
2008 sampai sekarang, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIH) mulai
tahun 1988 sampai sekarang, Majlis Ta’lim Al-Mahbubiyah mulai tahun 1990 sampai
sekarang yang semuanya berada dibawah Yayasan Al-Mahbubiyah yang sejak tahun
2019 sampai dengan sekarang saya menjadi Ketua Umumnya. Yayasan Almahbubiyah
menjadi pelepas dahaga bagi masyaratak sekitarnya dalam memenuhi kebutuhan
asasinya berupa pendidikan.
Karena
perkembangan yang semakin pesat, maka tahun 1998, saya beserta suami mencoba
mengembangkan sebuah pesantren lain yang kemudian oleh KH. Abdurrahman Wahid
diberi nama Al-Manar Azhari dan diresmikan tahun 2000, yang beralamat di Jalan
Pelita No. 10 Limo, Kota Depok Jawa Barat. Almanar kepanjangan dari Aliansi
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Azhari diambil dari nama Universitas Al-Azhar
Mesir yang menjai pusat pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Visi pesantren
Almanar Azhari adalah terwujudnya santri yang unggul dalam prestasi dan
berkhalak mulia serta mampu bersaing dalam kehidupan global. Pendidikan
formalnya SD-SMP-SMA, sementara informalnya ada Madrasah Diniyah dan Tahfizh
Al-Qur’an.
Organisasi
Aktifitas saya saat ini selain di dua yayasan
tersebut adalah menangani majlis ta’lim di Cirebon dan Yayasan Nur Syafeka
Hanum di Jakarta. Di samping itu adalah aktif dibeberapa organisasi antara lain
sebagai pengurus pusat Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji
(FK-KBIH) Pusat, FK-KBIH Jakarta Selatan, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia
(IPHI), Forum Komunikasi Ustadzah DKI Jakarta, dan di PP. Muslimat Nahdlatul
Ulama (NU) bidang Dakwah.
Usia
60 Tahun
Ketika usia saya
sudah 60 tahun lebih saya masih menjadi ketua umum yayasan Al-Mahbubiyah
Jakarta. Adapun yayasan Al-Manar Azhari Depok sudah saya serahkan
pengelolaannya ke anak saya. Di sana saya hanya mengajar tahsin al-Qur’an
binnadzhar sampai selesai 30 juz yang saya niatkan sampai akhir hayat kelak.
Para santri saya tamatkan setiap bulan februari agar mereka bisa diwisuda
diakhir tahun pelajaran.
Dimasa tua ini juga saya banyak menghabisakan waktu
bersama suami mengajar al-Qur’an di pondok pesantren, majlis taklim dan di
group group media sosial, dengan mengajak ibu-ibu lansia membaca al-Qur’an satu
hari satu juz yang dimulai setiap tanggal 1 bulan hijriyah.
Prinsip hidup saya sederhana yaitu bagaimana bisa
meneruskan perjuangan suami dan orang tua, mengajar al-Qur’an kepada para
santri, membimbing anak cucu keturunan, berkhidmat kepada ummat di sisa umur
ini untuk mendapatkan ridha Allah Swt.
Demikian
riwayat hidup singkat saya ini, semoga bermanfaat. Amin.
Lahir
Saya dilahirkan di Jeruk Purut Cilandak Jakarta
Selatan, pada hari minggu tanggal 20 Desember 1959 M atau 19 Jumadil Akhir 1379
H. Saya adalah anak pertama dari
pasangan Haji Mahbub bin Haji Sidi dan Hj. Marhanah binti Haji Ja’far, yang
keduanya asli betawi. Bapak Haji Mahbub
pernah bekerja dipemerintahan DKI Jakarta sebagai Lurah Bangka Jakarta Selatan.
Pendidikan
Saya lulus
sekolah dasar pada tahun 1971 ini hidup dalam suasana religius karena
keluarganya dekat dengan para ulama. Bapak saya menginginkan saya menjadi anak
yang pintar mengaji, maka pada tahun 1972 dikirimlah saya ke pondok pesantren
KH. Armin Cibuntu pandeglang. Setelah 6 bulan saya diperintahkan untuk menemani
cucunya KH. Armin yang bernama neng Djahro untuk mondok di Pesantren Al-Qur’an
Tubagus Sholeh Makmun yang terletak dikampung Lontar Serang Banten. Pesantren
ini mengkhususkan pada pengajaran
Al-Qur’an. Siapa yang tak kenal pesantren yang didirikan oleh Syekh
Tubagus Makmun yang namanya terkenal di Mekkah dan Mesir itu sebagai Qari
handal. Ia wafat tahun 1926 dan kepemimpinan dilanjutkan oleh Kyai Tubagus
Sholeh Makmun yang paling berbakat mengikuti jejak sang ayah. Anak sulung Syekh
Tubagus Makmun itu bersuara emas, hafidz dan menguasai ilmu dan lagu al-Qur’an.
Kyai Tubagus Sholeh Makmun pernah menjadi ketua Jam’iyyatul Qurra’ wal
Huffadz (JQH yang berafiliasi ke NU) tahun 1950-an. Setelah beliau wafat,
pimpinan pesantren beralih ke putra beliau yang bernama Tubagus Bayi Mahdi
Sholeh Makmun. Saya sekolah PGA 4 tahun yang setara dengan MTs mulai pukul
07.00 sampai 12.00 WIB. setelah pulang dari sekolah, saya belajar tahsin dan
lagu-lagu Al-Qur’an.
Pada tahun 1979, saya mengikuti ujian persamaan SMA.
Kemudian saya membantu suami mengajar di yayasan Al-Mahbubiyah. Mengingat
keterbatasan ilmu yang saya miliki, akhirnya suami mengizinkan saya untuk
kuliah pada tahun 1984. Walau sambil mengajar, melahirkan dan mengasuh anak,
akhirnya saya bisa tetap menyelesaikan Strata Satu (S1) jurusan Tarbiyah
program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) pada tahun 1993 di Sekolah Tinggi
Ilmu Tarbiyah Al-Hikmah Jakarta.
Saya memiliki beberapa sertifikat dan keahlian
seperti menjahit, catering, metode qiroati, qira’ah al-Qur’an, sertifikasi
karantina tahfizh 30 juz, dan sertifikasi pembimbing haji dan umroh.
Menikah
Setelah 4 tahun
menjadi santri, bapak Haji Mahbub meminta kepada kyai Tubagus Bayi Mahdi untuk
dicarikan jodoh untuk putrinya. Akhirnya dipilihlah seorang santri yang baru
lulus PGA 6 tahun yang bernama Supandi Hidayat. Beliau berasal dari Desa
Pasawahan, Sindang Laut, Lemahabang, Cirebon, Jawa Barat yang dilahirkan pada
hari Rabu, 22 Oktober 1952. Sebelum menikah nama beliau diganti oleh oleh kyai
menjadi Manarul Hidayat.
Keturunan
Saya menikah
pada tanggal 20 April 1974 bersamaan dengan tanggal 27 Rabiul Awal 1394 H dan
tinggal di Jeruk Purut Cilandak Jakarta rumah orangtua. Sekarang memiliki tiga
anak perempuan dan lima anak laki-laki. Mereka adalah Hj. Yayah Robiatul
Adawiyah, M.Pd lahir tahun 1975, Hj. Dede Ru’yati Laila, M.Pd lahir tahun 1976,
Dr. H. Taufik Abdillah Syukur, Lc., MA lahir tahun 1978, H. Muhammad Iqbal
Luthfi, B.sh, MM lahir tahun 1979, dr. H. Muhammad Makky Zamzami M.A.RS lahir
tahun 1983, H. Yusron Hamdi, S.HI, M.Pd lahir tahun 1988, dr. Nida Najibah
Hanum, S.Ked lahir tahun 1993, dan Faiz Muhtadi Billah, S.Pd lahir tahun 1997.
Semua anak-anak saya adalah alumni pondok pesantren
dan bahkan 4 anak laki-laki dapat melanjutkan pendidikan ke luar negeri,
diantaranya Madinah, Yordania, Sudan, Yaman dan Malaysia. Diantara anaknya
bahkan ada yang umur 4 tahun sudah mondok. Karena di pesantren anak tidak hanya
belajar agama tetapi juga umum dan langsung dengan praktiknya. Pesantren juga
merupakan lembaga pendidikan yang membina calon-calon pemimpin di masa yang
akan datang. Pesantren juga melahirkan alumni alumni yang berakhlakul karimah.
Maka dari itu saya selalu menekankan dan menanamkan kepada putra-putri saya
tentang akhlak, hidup sederhana dan semangat menuntut ilmu. Sebab tanpa ilmu
dan akhlak maka anak-anak tidak akan mampu menghadapi tantangan zaman. Dengan
begitu, anak-anak akan hidup sukses dan berkah.
Masa
Perjuangan
Bulan Februari
tahun 1975 adalah masa yang tidak bisa saya lupakan. Karena ditahun itu kami
banyak sekali memperoleh kebahagiaan diantaranya adalah kami mendapatkan
keturunan anak pertama dan di tahun itu juga orang tua saya bapak Haji Mahbub
menyerahkan lembaga pendidikan yang kala itu bernama Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Matla’ul Anwar untuk dipimpin dan dikembangkan. Saya bersama suami menerimanya
dan kami terus berjuang memajukannya hingga saat ini terdapat unit-unit antara
lain: Madrasah Ibtidaiyah (MI) mulai tahun 1974 sampai sekarang, Taman
Kanak-kanak (TK) mulai tahun 1978 sampai sekarang, Madrasah Tsanawiyah (MTs) mulai tahun 1984
sampai sekarang, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) mulai tahun 1984 sampai
sekarang, Madrasah Aliyah (MA) mulai tahun 1986 sampai 2003, Pondok Pesantren
Al-Mahbubiyah mulai tahun 1990 sampai sekarang, Madrasah Diniyah mulai tahun
1990 sampai sekarang, Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) mulai tahun 2008 sampai tahun 2018, Sekolah Dasar mulai tahun
2008 sampai sekarang, Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIH) mulai
tahun 1988 sampai sekarang, Majlis Ta’lim Al-Mahbubiyah mulai tahun 1990 sampai
sekarang yang semuanya berada dibawah Yayasan Al-Mahbubiyah yang sejak tahun
2019 sampai dengan sekarang saya menjadi Ketua Umumnya. Yayasan Almahbubiyah
menjadi pelepas dahaga bagi masyaratak sekitarnya dalam memenuhi kebutuhan
asasinya berupa pendidikan.
Karena
perkembangan yang semakin pesat, maka tahun 1998, saya beserta suami mencoba
mengembangkan sebuah pesantren lain yang kemudian oleh KH. Abdurrahman Wahid
diberi nama Al-Manar Azhari dan diresmikan tahun 2000, yang beralamat di Jalan
Pelita No. 10 Limo, Kota Depok Jawa Barat. Almanar kepanjangan dari Aliansi
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Azhari diambil dari nama Universitas Al-Azhar Mesir
yang menjai pusat pengembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Visi pesantren Almanar
Azhari adalah terwujudnya santri yang unggul dalam prestasi dan berkhalak mulia
serta mampu bersaing dalam kehidupan global. Pendidikan formalnya SD-SMP-SMA,
sementara informalnya ada Madrasah Diniyah dan Tahfizh Al-Qur’an.
Organisasi
Aktifitas saya saat ini selain di dua yayasan
tersebut adalah menangani majlis ta’lim di Cirebon dan Yayasan Nur Syafeka
Hanum di Jakarta. Di samping itu adalah aktif dibeberapa organisasi antara lain
sebagai pengurus pusat Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji
(FK-KBIH) Pusat, FK-KBIH Jakarta Selatan, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia
(IPHI), Forum Komunikasi Ustadzah DKI Jakarta, dan di PP. Muslimat Nahdlatul
Ulama (NU) bidang Dakwah.
Usia
60 Tahun
Ketika usia saya
sudah 60 tahun lebih saya masih menjadi ketua umum yayasan Al-Mahbubiyah
Jakarta. Adapun yayasan Al-Manar Azhari Depok sudah saya serahkan
pengelolaannya ke anak saya. Di sana saya hanya mengajar tahsin al-Qur’an
binnadzhar sampai selesai 30 juz yang saya niatkan sampai akhir hayat kelak.
Para santri saya tamatkan setiap bulan februari agar mereka bisa diwisuda
diakhir tahun pelajaran.
Dimasa tua ini juga saya banyak menghabisakan waktu
bersama suami mengajar al-Qur’an di pondok pesantren, majlis taklim dan di
group group media sosial, dengan mengajak ibu-ibu lansia membaca al-Qur’an satu
hari satu juz yang dimulai setiap tanggal 1 bulan hijriyah.
Prinsip hidup saya sederhana yaitu bagaimana bisa
meneruskan perjuangan suami dan orang tua, mengajar al-Qur’an kepada para
santri, membimbing anak cucu keturunan, berkhidmat kepada ummat di sisa umur
ini untuk mendapatkan ridha Allah Swt.
Demikian
riwayat hidup singkat saya ini, semoga bermanfaat. Amin.
MANAQIB UMI MAHYANAH
Lahir
Umi dilahirkan di Jeruk Purut Cilandak Jakarta
Selatan, pada hari minggu tanggal 20 Desember 1959 M atau 19 Jumadil Akhir 1379
H. Umi adalah anak pertama dari pasangan
Haji Mahbub bin Haji Sidi dan Hj. Marhanah binti Haji Ja’far, yang keduanya
asli betawi. Bapak Haji Mahbub pernah
bekerja dipemerintahan DKI Jakarta sebagai Lurah Bangka Jakarta Selatan.
Pendidikan
Umi lulus sekolah dasar pada tahun 1971 ini hidup
dalam suasana religius karena keluarganya dekat dengan para ulama. Bapak Umi
menginginkan Umi menjadi anak yang pintar mengaji, maka pada tahun 1972
dikirimlah Umi ke pondok pesantren KH. Armin Cibuntu pandeglang. Setelah 6
bulan Umi diperintahkan untuk menemani cucunya KH. Armin yang bernama neng
Djahro untuk mondok di Pesantren Al-Qur’an Tubagus Sholeh Makmun yang terletak
dikampung Lontar Serang Banten. Pesantren ini mengkhususkan pada
pengajaran Al-Qur’an. Siapa yang tak
kenal pesantren yang didirikan oleh Syekh Tubagus Makmun yang namanya terkenal
di Mekkah dan Mesir itu sebagai Qari handal. Ia wafat tahun 1926 dan
kepemimpinan dilanjutkan oleh Kyai Tubagus Sholeh Makmun yang paling berbakat
mengikuti jejak sang ayah. Anak sulung Syekh Tubagus Makmun itu bersuara emas,
hafidz dan menguasai ilmu dan lagu al-Qur’an. Kyai Tubagus Sholeh Makmun pernah
menjadi ketua Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH yang berafiliasi ke
NU) tahun 1950-an. Setelah beliau wafat, pimpinan pesantren beralih ke putra
beliau yang bernama Tubagus Bayi Mahdi Sholeh Makmun. Umi sekolah PGA 4 tahun
yang setara dengan MTs mulai pukul 07.00 sampai 12.00 WIB. setelah pulang dari
sekolah, Umi belajar tahsin dan lagu-lagu Al-Qur’an.
Pada tahun 1979, Umi mengikuti ujian persamaan SMA.
Kemudian Umi membantu suami mengajar di yayasan Al-Mahbubiyah. Mengingat
keterbatasan ilmu yang Umi miliki, akhirnya suami mengizinkan Umi untuk kuliah
pada tahun 1984. Walau sambil mengajar, melahirkan dan mengasuh anak, akhirnya
Umi bisa tetap menyelesaikan Strata Satu (S1) jurusan Tarbiyah program studi
Pendidikan Agama Islam (PAI) pada tahun 1993 di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Al-Hikmah Jakarta.
Umi memiliki beberapa sertifikat dan keahlian seperti
menjahit, catering, metode qiroati, qira’ah al-Qur’an, sertifikasi karantina
tahfizh 30 juz, dan sertifikasi pembimbing haji dan umroh.
Menikah
Setelah 4 tahun menjadi santri, bapak Haji Mahbub
meminta kepada kyai Tubagus Bayi Mahdi untuk dicarikan jodoh untuk putrinya.
Akhirnya dipilihlah seorang santri yang baru lulus PGA 6 tahun yang bernama Supandi
Hidayat. Beliau berasal dari Desa Pasawahan, Sindang Laut, Lemahabang, Cirebon,
Jawa Barat yang dilahirkan pada hari Rabu, 22 Oktober 1952. Sebelum menikah
nama beliau diganti oleh oleh kyai menjadi Manarul Hidayat.
Keturunan
Umi menikah pada tanggal 20 April 1974 bersamaan
dengan tanggal 27 Rabiul Awal 1394 H dan tinggal di Jeruk Purut Cilandak
Jakarta rumah orangtua. Sekarang memiliki tiga anak perempuan dan lima anak
laki-laki. Mereka adalah Hj. Yayah Robiatul Adawiyah, M.Pd lahir tahun 1975,
Hj. Dede Ru’yati Laila, M.Pd lahir tahun 1976, Dr. H. Taufik Abdillah Syukur,
Lc., MA lahir tahun 1978, H. Muhammad Iqbal Luthfi, B.sh, MM lahir tahun 1979,
dr. H. Muhammad Makky Zamzami M.A.RS lahir tahun 1983, H. Yusron Hamdi, S.HI,
M.Pd lahir tahun 1988, dr. Nida Najibah Hanum, S.Ked lahir tahun 1993, dan Faiz
Muhtadi Billah, S.Pd lahir tahun 1997.
Semua anak-anak Umi adalah alumni pondok pesantren
dan bahkan 4 anak laki-laki dapat melanjutkan pendidikan ke luar negeri,
diantaranya Madinah, Yordania, Sudan, Yaman dan Malaysia. Diantara anaknya
bahkan ada yang umur 4 tahun sudah mondok. Karena di pesantren anak tidak hanya
belajar agama tetapi juga umum dan langsung dengan praktiknya. Pesantren juga
merupakan lembaga pendidikan yang membina calon-calon pemimpin di masa yang
akan datang. Pesantren juga melahirkan alumni alumni yang berakhlakul karimah.
Maka dari itu Umi selalu menekankan dan menanamkan kepada putra-putri Umi
tentang akhlak, hidup sederhana dan semangat menuntut ilmu. Sebab tanpa ilmu
dan akhlak maka anak-anak tidak akan mampu menghadapi tantangan zaman. Dengan
begitu, anak-anak akan hidup sukses dan berkah.
Masa
Perjuangan
Bulan Februari tahun 1975 adalah masa yang tidak
bisa Umi lupakan. Karena ditahun itu kami banyak sekali memperoleh kebahagiaan
diantaranya adalah kami mendapatkan keturunan anak pertama dan di tahun itu
juga orang tua Umi bapak Haji Mahbub menyerahkan lembaga pendidikan yang kala
itu bernama Madrasah Ibtidaiyah (MI) Matla’ul Anwar untuk dipimpin dan
dikembangkan. Umi bersama suami menerimanya dan kami terus berjuang
memajukannya hingga saat ini terdapat unit-unit antara lain: Madrasah
Ibtidaiyah (MI) mulai tahun 1974 sampai sekarang, Taman Kanak-kanak (TK) mulai
tahun 1978 sampai sekarang, Madrasah
Tsanawiyah (MTs) mulai tahun 1984 sampai sekarang, Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI) mulai tahun 1984 sampai sekarang, Madrasah Aliyah (MA) mulai tahun 1986
sampai 2003, Pondok Pesantren Al-Mahbubiyah mulai tahun 1990 sampai sekarang,
Madrasah Diniyah mulai tahun 1990 sampai sekarang, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mulai tahun
2008 sampai tahun 2018, Sekolah Dasar mulai tahun 2008 sampai sekarang,
Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIH) mulai tahun 1988 sampai
sekarang, Majlis Ta’lim Al-Mahbubiyah mulai tahun 1990 sampai sekarang yang
semuanya berada dibawah Yayasan Al-Mahbubiyah yang sejak tahun 2019 sampai
dengan sekarang Umi menjadi Ketua Umumnya. Yayasan Almahbubiyah menjadi pelepas
dahaga bagi masyaratak sekitarnya dalam memenuhi kebutuhan asasinya berupa
pendidikan.
Karena perkembangan yang semakin pesat, maka tahun
1998, Umi beserta suami mencoba mengembangkan sebuah pesantren lain yang
kemudian oleh KH. Abdurrahman Wahid diberi nama Al-Manar Azhari dan diresmikan
tahun 2000, yang beralamat di Jalan Pelita No. 10 Limo, Kota Depok Jawa Barat.
Almanar kepanjangan dari Aliansi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar dan Azhari diambil
dari nama Universitas Al-Azhar Mesir yang menjai pusat pengembangan Ilmu
Pengetahuan Islam. Visi pesantren Almanar Azhari adalah terwujudnya santri yang
unggul dalam prestasi dan berkhalak mulia serta mampu bersaing dalam kehidupan
global. Pendidikan formalnya SD-SMP-SMA, sementara informalnya ada Madrasah
Diniyah dan Tahfizh Al-Qur’an.
Organisasi
Aktifitas Umi saat ini selain di dua yayasan tersebut
adalah menangani majlis ta’lim di Cirebon dan Yayasan Nur Syafeka Hanum di
Jakarta. Di samping itu adalah aktif dibeberapa organisasi antara lain sebagai
pengurus pusat Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (FK-KBIH) Pusat,
FK-KBIH Jakarta Selatan, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Forum
Komunikasi Ustadzah DKI Jakarta, dan di PP. Muslimat Nahdlatul Ulama (NU)
bidang Dakwah.
Usia
64 Tahun
Ketika usia Umi sudah 64
tahun, Umi masih menjadi ketua umum yayasan
Al-Mahbubiyah Jakarta. Adapun yayasan Al-Manar Azhari Depok sudah Umi serahkan
pengelolaannya ke anak Umi. Di sana Umi hanya mengajar tahsin al-Qur’an
binnadzhar sampai selesai 30 juz yang Umi niatkan sampai akhir hayat kelak.
Para santri Umi tamatkan setiap bulan februari agar mereka bisa diwisuda
diakhir tahun pelajaran.
Dimasa tua ini juga Umi banyak menghabisakan waktu
bersama suami mengajar al-Qur’an di pondok pesantren, majlis taklim dan di
group group media sosial, dengan mengajak ibu-ibu lansia membaca al-Qur’an satu
hari satu juz yang dimulai setiap tanggal 1 bulan hijriyah.
Prinsip hidup Umi sederhana yaitu bagaimana bisa
meneruskan perjuangan suami dan orang tua, mengajar al-Qur’an kepada para
santri, membimbing anak cucu keturunan, berkhidmat kepada ummat di sisa umur ini
untuk mendapatkan ridha Allah Swt.
Demikian
riwayat hidup singkat Umi ini, semoga bermanfaat. Amin.