Marhaban Ramadhan 1444H
NIAT MENYAMBUT BULAN RAMADHAN
Oleh : Al Habib Abu Bakar Al Adni Al Masyhur
نِيَّةُ رَمَضَان لِلسَيِّدِ الحَبِيْب
أَبِيْ بَكْرِ العَدْنِيْ ابْنِ عَلِيْ المَشْهُوْر
Niat menyambut bulan Ramadhan oleh Al Habib Abubakar
Al Adeni Al Masyhur
نَوَيْنَا مَانَوَاهُ النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَالسَلَفُ الصَّالِحُ مِنْ آلِ البَيْتِ الكِرَامِ وَالصَّحَابَه
الأَعْلَام
Kami Niat sebagaimana niat Nabi Saw dan para Salafuna
Shalih dari para Ahlul Bait Nabi yang Mulia dan para Sahabat yang Agung
وَنَوَيْنَا القِيَامَ بِحَقِّ الصِيَامِ عَلَى
الوَجْهِ الَّذِيْ يُرْضِي المَلِكُ العَلاَّم
Kami niat melaksanakan Puasa dengan sesempurna
mungkin yang membuat Ridha Raja Semesta Alam Allah Swt
وَنَوَيْنَا المُحَافَظَةَ عَلَى القِيَامِ وَحِفْظِ
الجَوَارِحِ عَنِ المَعَاصِي وَالآثَامِ
Kami Niat menjaga Shalat Tarawih dan menjaga Anggota
Badan dari segala maksiat dan dosa
وَنَوَيْنَا تِلَاوَةَ القُرْآنِ وَكَثْرَة الذِكْرِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِ الأَنَامِ وَنَوَيْنَا تَجَنُّبَ
الغِيْبَةِ وَالنَمِيْمَةِ وَالكَذِبِ وَأَسْبَابِ الحَرَامِ
Kami Niat rutin membaca Al Qur'an dan banyak
Berdzikir serta Shalawat pada Nabi Muhammad Pemimpin Manusia dan menjauhi
ghibah, adu domba, berdusta dan segala hal yang menyebabkan perkara yang haram
dan dosa
وَنَوَيْنَا كَثْرَةَ الصَّدَقَاتِ وَمُوَاسَاةِ
الأَرَامِلِ وَالفُقَرَاءِ وَالأَيْتَامِ
Kami Niat banyak Bersodaqoh dan menyantuni para janda
janda, orang-orang fakir juga anak anak yatim
وَنَوَيْنَا كَمَالَ الإِلْتِزَامِ بِآدَابِ
الإِسْلَامِ وَالصَّلاةِ فِي الجَمَاعَةِ فِي أَوْقَاتِهَا بِانْتِظَامِ
Kami Niat menjaga dengan sebaik baiknya Akhlak-Akhlak
yang di Ajarkan dalam Agama Islam serta menjaga Shalat Jama'ah tepat pada
waktunya dengan sempurna
وَنَوَيْنَا كُلَّ نِيَّةِ صَالِحَةٍ نَوَاهَا عِبَادُ
اللهِ الصَّالِحُوْنَ فِي العَشْرِ الأَوَائِلِ وَالأَوَاسِطِ وَالأَوَاخِرِ
وَلَيْلَةِ القَدْرِ فِي سَائِرِ اللَيَالِي وَالأَيَّامِ
Kami Niat dengan semua Niat-Niat baik yang telah di
Niatkan para Shalihin di 10 pertama, 10 kedua serta 10 terakhir dan Malam
Lailatul Qodar juga di setiap malam dan harinya
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
بِسِرِّ الفَاتِحَةِ
PERSIAPAN RAMADHAN
Beberapa
hari lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan yang penuh dengan rahmat dan ampunan
Allah, bulan yang dilipatgandakan semua amal ibadah, maka dari itu Rasulullah Saw
Bersabda:
مَنْ
تقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الخَيْرِ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا
سِوَاهُ. وَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْهِ كاَنَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ
فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ.
“Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah Swt
dengan suatu kebajikan di bulan Ramadhan, maka nilainya seperti menunaikan
suatu perbuatan fardhu di lain Ramadhan dan siapa menunaikan suatu perbuatan fardhu di bulan Ramadhan, maka
nilainya tujuh puluh kali lipat daripada nilai ibadah fardhu di bulan-bulan
Ramadhan”. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya). Rasulullah Saw juga bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِيْ رَمَضَانَ
لَتَمَنَّى أَنْ تَكُوْنَ الشُّهُوْرُ كُلَّهَا رَمَضَانَ
"Andaikan
ummatku tahu apa yang tersembunyi dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka akan
mengharapkan seluruh bulan dalam setahun menjadi bulan Ramadhan".
Jangan
sampai kita menjadi orang yang menyesal nanti di akhirat kemudian memohon
kepada Allah untuk kembali kedunia,
حَتَّى
إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُوْنَ
“Hingga apabila datang
kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “ya Tuhanku kembalikan aku (kedunia)
(QS. Al-Mu’minun : 99)
فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلآ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ
قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ
“Lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku,
mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang
menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku Termasuk orang-orang yang saleh?"
Berapa banyak manusia yang sudah
meninggal, di alam kubur mereka mengharap kepada Allah Swt agar dihidupkan
kembali kedunia hanya untuk bersujud kepada Allah Swt walaupun sekejap saja. Tetapi, sungguh penyesalan
sudah tidak lagi berguna. Sebesar apapun penyesalan yang
mereka ungkapkan tidak akan mampu merubah keadaan mereka pada hari itu. Sementara kita masih
memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri, Maka mari kita berlomba untuk menabung
amal dan berubah untuk menjadi lebih baik sebelum datangnya hari penyesalan.
Begitu juga janganlah kita di akhirat menjadi manusia
yang bangkrut atau muflis. Manusia yang habis semua pahala kebaikannya
karena di dunia sering mencela, menuduh dan memfitnah orang lain. Sebagaimana
hadits Rasulullah Saw;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ
قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ، فَقَالَ إِنَّ
الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ
وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا
وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا
مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ
أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ (رواه
مسلم(
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda, 'Tahukah kalian siapakah orang yang muflis (bangkrut) itu? Para sahabat
menjawab, 'Orang yang muflis (bangkrut) diantara kami adalah orang yang tidak
punya dirham dan tidak punya harta.' Rasulullah SAW bersabda, 'Orang yang
muflis (bankrut) dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan
(pahala) melaksanakan shalat, menjalankan puasa dan menunaikan zakat, namun ia
juga datang (membawa dosa) dengan mencela si ini, menuduh si ini, memakan harta
ini dan menumpahkan darah si ini serta memukul si ini. Maka akan diberinya
orang-orang tersebut dari kebaikan-kebaikannya. Dan jika kebaikannya telah
habis sebelum ia menunaikan kewajibannya, diambillah keburukan dosa-dosa
mereka, lalu dicampakkan padanya dan ia dilemparkan ke dalam neraka. (HR.
Muslim)
Allah swt yang menciptakan manusia, sudah pasti mengerti
tentang manusia. Jika Allah memerintahkan sesuatu pasti ada tujuannya untuk
manusia itu sendiri, tidak sia-sia, Jika Allah memerintahkan shalat pasti ada
tujuannya, jika Allah memerintahkan shodaqoh pasti ada tujuannya, dan Jika Allah
memerintahkan haji pasti ada tujuannya, begitu juga Allah memerintahkan untuk
berpuasa pasti ada tujuannya. Salah satu tujuan, diperintahkan untuk berpuasa
adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa, sebagaimana
ayat 183 Surat al-Baqaroh Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa” (al-baqarah 183)
Pertanyaannya adalah, apakah kita
ini sudah menjadi orang yang bertakwa? Jawabannya: Belum tentu! Kalau kita
orang muslim atau orang Islam, itu mungkin?. Seperti ini, apakah kita semua bisa berbicara? Jawabannya adalah iya. Semua bisa berbicara? Tapi apakah kita semua ini pembicara? Jawabannya adalah
tidak. Karena untuk menjadi pembicara
pada suatu acara dibutuhkan
latihan-latihan sehingga ia bisa menjadi pembicara profesional. Begitu juga menjadi orang-orang yang muttaqin.
Apakah kita bisa menulis? Jawabannya adalah iya. Tapi apakah kita semua
jurnalis? Jawabannya belum tentu.
Kita semuanya sudah menjadi orang
Islam (muslim) tapi kita belum memcapai derajat orang yang bertaqwa kecuali
harus sering banyak latihan dan pembiasaan-pembiasaan untuk mencapai derajat
muttaqin. Taqwa itu adalah menjalankan perintah Allah
dan menjauhi larangannya. Taqwa itu adalah takut kepada Allah dimanapun kita berada. Nah, puasa Ramadhan
ini melatih seorang muslim agar menjadi muslim yang bertaqwa dengan proses
pengemblengan, dikarantina, diberikan aturan-aturan yang mengikat, diberikan
motivasi dan penghargaan dan lain sebagainya. Berhasil atau tidaknya seorang
muslim menjadi orang yang bertaqwa maka
akan tampak dari ketakwaannya kepada Allah setelah bulan Ramadhan berlalu. Jika
setelah bulan Ramadhan berlalu tapi tidak ada perubahan dalam ketakwaan kepada
Allah, maka ketahuilah bahwa ia hanya menjadi pelaku yang hanya melewati bulan
Ramadhan sebagai rutinitas ritual belaka. Naudzubillah min dzalik.
KULTUM RAMADHAN
HADIRIN YANG DIMULIAKAN ALLAH SWT
Allah swt yang menciptakan manusia, sudah pasti Allah
faham akan manusia. Jika Allah memerintahkan sesuatu pasti itu untuk kebaikan
manusia, ada tujuan dan tidak sia-sia. Jika Allah memerintahkan shalat pasti
ada tujuannya, jika Allah memerintahkan zakat pasti ada tujuannya, dan Jika
Allah memerintahkan haji pasti ada tujuannya, begitu juga ketika Allah
memerintahkan puasa pasti ada tujuannya dan tujuan diperintahkan ibadah puasa
adalah agar manusia menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya, diampuni
segala dosanya dan menjadi manusia yang bertakwa, sebagaimana Allah berfirman
dalam surah al-Baqarah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa” (al-Baqarah 183)
Pertanyaannya adalah, apakah kita
ini sudah menjadi orang yang bertakwa? Apakah kita sudah menjadi orang yang
muttaqin? Jawabannya: Belum tentu! Apakah kita bisa menulis? Jawabannya adalah
iya. Tapi apakah kita semua jurnalis atau wartawan? Jawabannya belum tentu.
Apakah kita muslim? Jawabannya
adalah iya. Tapi apakah kita muttaqin atau orang yang bertaqwa?
Jawabannya adalah belum tentu. Kita semua sudah muslim atau sudah menjadi orang
Islam tapi kita belum tentu muttaqin atau belum tentu bertakwa kepada Allah
Swt.
Nah, puasa ini melatih agar kita
menjadi orang-orang yang bertaqwa, dikarantina, digembleng agar benar-benar
menjadi orang yang bertakwa. Salah satu contoh taqwa itu adalah dihadapan kita
makanan lezat dan nikmat, ada di dalam rumah dan tak ada satu pun yang melihat
kita, tetapi kita tidak makan, karena kita merasakan keberadaan Allah, kita
merasakan kehadiran Allah Swt.
HADIRIN YANG DIMULIAKAN ALLAH SWT
Ramadhan ini adalah bulan yang di rindukan kedatangannya
dan di tangisi kepergiannya oleh Shahabat Nabi Muhammad Saw. Kenapa? Karena
pada hari – hari itu Allah melipatkan pahala kebajikan yang kita kerjakan.
Rasulullah Saw Bersabda:
مَنْ تقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الخَيْرِ
كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ. وَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْهِ كاَنَ
كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ.
“Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah Swt
dengan suatu kebajikan di bulan Ramadhan, maka nilainya seperti menunaikan
suatu perbuatan fardhu di lain Ramadhan dan siapa menunaikan suatu perbuatan fardhu di bulan Ramadhan, maka
nilainya tujuh puluh kali lipat daripada nilai ibadah fardhu di bulan-bulan
Ramadhan”. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya). Maka dari itu Rasulullah Saw bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِيْ
رَمَضَانَ لَتَمَنَّى أَنْ تَكُوْنَ الشُّهُوْرُ كُلَّهَا رَمَضَانَ
"Andaikan
ummatku tahu apa yang tersembunyi dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka akan
mengharapkan seluruh bulan dalam setahun menjadi bulan Ramadhan".
HADIRIN YANG DIMULIAKAN ALLAH SWT
Nanti
di alam akhirat seluruh manusia akan menyesal. Termasuk ahli ibadah sekalipun
menyesal kenapa tidak melakukan ibadah terbaik sehingga bisa mendapatkan surga
yang lebih indah lagi. Apalagi orang-orang yang lalai seperti orang yang tidak
shalat, tidak puasa, tidak zakat, dan lain sebagainya, terlebih lagi orang
kafir yang menyesal dan meminta kepada Allah agar dikembalikan lagi keduan;
حَتَّى
إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُوْنَ
“Hingga apabila datang
kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “ya Tuhanku kembalikan aku
(kedunia) (QS. Al-Mu’minun : 99)
Bahkan
karena pedihnya adzab yang di terima oleh orang kafir, mereka memohon agar
tidak menjadi manusia tapi di kembalikan ke asalnya yaitu menjadi tanah.
يَقُولُ الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنتُ تُرَاباً
“Berkata orang kafir:
Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah.”
QS.an-Naba’:40
Mereka
juga memohon kepada Allah:
فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلآ أَخَّرْتَنِي
إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ
"Ya Rabb-ku, tangguhkan kematianku ini sehingga saya
dapat bersedekah dan saya akan menjadi orang shalih”
Berapa banyak manusia yang sudah meninggal dunia memohon
kepada Allah Swt untuk minta dihidupkan kembali kedunia walau sekejap saja
hanya untuk bersujud kepada Allah Swt.
HADIRIN YANG DIMULIAKAN ALLAH SWT
Dahulu ada seorang shahabat Nabi yang bernama
Sya’ban yang beliau sangat menyesal saat sakaratul maut. Al-Kisah Sya’ban ra ini
memiliki kebiasaan unik. Dia datang ke masjid sebelum waktu shalat berjamaah.
Ia selalu mengambil posisi di pojok masjid pada setiapa shalat berjamaah dan
I’tikaf. Alasannya, selalu mengambil posisi di pojok masjid karena ia tidak
ingin mengganggu atau menghalangi orang lain yang akan melakukan ibadah di
masjid. Kebiasaan ini, sudah dipahami oleh semua orang bahkan Rasulullah
sendiri.
Pada suatu pagi, saat shalat Subuh berjamaah
akan dimulai, Rasulullah SAW merasa heran karena tidak mendapati Sya’ban ra
pada posisi seperti biasanya. Rasul pun bertanya kepada jamaah yang hadir,
apakah ada yang melihat Sya’ban? Tapi, tidak ada seorang pun yang melihat
Sya’ban ra.
Shalat Subuh pun sengaja ditunda sejenak, untuk
menunggu kehadiran Sya’ban. Namun yang ditunggu belum datang juga. Karena
khawatir shalat Subuh kesiangan, Rasulullah pun memutuskan untuk segera
melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Hingga shalat Subuh selesai pun Sya’ban
belum datang juga.
Selesai shalat Subuh Rasul pun bertanya lagi
“Apakah ada yang mengetahui kabar Sya’ban?” Namun tidak ada seorang pun yang
menjawab.
Rasul pun bertanya lagi “Apa ada yang
mengetahui dimana rumah Sya’ban?” Seorang sahabat mengangkat tangan dan
mengatakan bahwa dia tahu persis dimana rumah Sya’ban.
Rasulullah sangat khawatir terjadi sesuatu terhadap
sahabatnya tersebut, ia meminta diantarkan ke rumah Sya’ban. Perjalanan
dari masjid ke rumah Sya’ban cukup jauh dan memakan waktu lama terlebih mereka
menempuh dengan berjalan kaki.
Akhirnya, Rasulullah dan para sahabat sampai di
rumah Sya’ban pada waktu shalat dhuha (kira-kira 3 jam perjalanan). Sampai di
depan rumah Sya’ban, beliau mengucapkan salam dan keluarlah wanita sambil membalas
salam.
“Benarkah ini rumah Sya’ban?” Tanya Rasulullah.
“Ya benar, ini rumah Sya’ban. Saya istrinya.”
jawab wanita tersebut.
“Bolekah kami menemui Sya’ban ra, yang tidak
hadir shalat Subuh di masjid pagi ini?” ucap Rasul.
Dengan berlinangan air mata, istri Sya’ban ra
menjawab “Beliau telah meninggal tadi pagi”.
“Innalilahi Wainnailaihiroji’un” jawab
semuanya.
Satu-satunya penyebab Sya’ban tidak hadir
shalat Subuh di masjid adalah karena ajal menjemputnya. Beberapa saat kemudian,
istri Sya’ban ra bertanya “Ya Rasulullah ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi
kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia bertetiak tiga kali dengan
masing-masing teriakan di sertai satu kalimat. Kami semua tidak paham apa
maksudnya”
“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya
Rasulullah.
“Dimasing-masing teriakannya, dia berucap
kalimat ‘Aduh, kenapa tidak lebih jauh, aduh kenapa tidak yang baru, aduh
kenapa tidak semua,” jawab istri Sya’ban.
ليته
كان بعيدا ليته كان جديدا ليته كان كاملا
Rasulullah SAW pun mendapatkan wahyu dan melantunkan
ayat yang terdapat surah Qaaf ayat 22: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan
lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi)
matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”
Akhirnya Rasulullah Saw menjelaskan: “Saat
Sya’ban ra dalam keadaan sakaratul maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang
oleh Allah SWT. Bukan hanya itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan
oleh Allah. Apa yang dilihat oleh Sya’ban ra (dan orang yang sakaratul maut)
tidak bisa disaksikan yang lain. Dalam padangannya yang tajam itu Sya’ban ra
melihat suatu adegan dimana kesehariannya dia pergi pulang ke masjid untuk
shalatb berjamah lima waktu. Perjalanan sekitar tiga jam jalan kaki, tentu itu
bukan jarak yang dekat. Dalam tayangan itu pula Sya’ban ra diperlihatkan pahala
yang diperolehnya dari langkah-langkahnya ke masjid,” ujar Rasulullah.
Dia melihat seperti apa bentuk surga yang
dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia melihat dia berucap “Aduh mengapa tidak
lebih jauh” timbul penyesalan dalam diri Sya’ban ra, mengapa rumahnya tidak
lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih indah. Dalam penggalan
kalimat berikutnya Sya’ban ra melihat saat ia akan berangkat sholat berjamaah
di musim dingin.
وكل
خطوة تَمْشِيْهَا إلي الصلاة صدقةٌ (رواه مسلم)
“setiap langkah berjalan untuk
menunaikan shalat adalah sedekah”
كل
خطوة يَخْطُوهَا إلي الصلاةِ يُكْتَبُ لَهُ بِها حَسَنَةً وَ يُمْحَى بِهَا سَيِّئَةٌ
(رواه أحمد)
“setiap langkah menuju
tempat shalat akan dicatat sebagai kebaikan dan akan menghapus dosa’.
Saat ia membuka pintu, berhembuslah angin
dingin yang menusuk tulang. Dia masuk ke dalam rumahnya dan mengambil satu baju
lagi untuk dipakainya. Dia memakai dua baju, Sya’ban memakai pakaian yang bagus
(baru) di dalam dan yang jelek (butut) di luar.
Dia berpikir jika kena debu tentu yang kena
hanyalah baju yang luar dan sampai di masjid dia bisa membuka baju liuar dan
shalat dengan baju yang lebih bagus. Ketika dalam perjalanan menuju masjid dia
menemukan seseorang yang terbaring yang kedinginan dalam kondisi mengenaskan.
Sya’ban pun iba dan segera membukakan baju yang paling luar lalu dipakaikan
kepada orang tersebut kemudian dia memapahnya ke masjid agar dapat melakukan
shalat Subuh bersama-sama.
Orang itupun selamat dari mati kedinginan dan
bahkan sempat melakukan shalat berjamaah. Sya’ban ra pun kemudian melihat
indahnya surga yang sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang
tersebut. Kemudian dia berteriak lagi “Aduh!! Kenapa tidak yang baru” timbul
lagi penyesalan dibenak Sya’ban ra. Jika dengan baju butut saja bisa
mengantarkannya mendapat pahala besar, sudah tentu dia akan mendapatkan yang
lebih besar jika dia memberikan pakaian yang baru.
Berikutnya, Sya’ban ra melihat lagi suatu
adegan. Saat dia hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara
mencelupkan dulu ke dalam segelas susu. ketika baru saja ingin memulai sarapan,
muncullah pengemis di depan pintu yang meminta sedikit roti karena sudah tiga
hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal itu, Sya’ban ra merasa iba. Ia
kemudian membagu dua rotu tersebut dengan ukuran sama besar dan membagi dua
susu ke dalam gelas dengan ukuran yang sama rata, kemudan mereka makan
bersama-sama. Allah SWT kemudain memperlihatkan Sya’ban ra dengan surga yang
indah.
Ketika melihat itupun Sya’ban ra teriak lagi “
Aduh kenapa tidak semua!!” Sya’ban ra kembali menyesal. Seandainya dia
memberikan semua roti itu kepada pengemis tersebut, pasti dia akan
mendapat surga yang lebih indah. Masya Allah, Sya’ban bukan menyesali
perbuatanya melainkan menyesali mengapa tidak optimal.
Puji syukur
marilah kita panjatkan kehadirat ilahi Robbi atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarganya, para sahabatnya dan kepada pengikutnya sampai akhir masa.
1.
Allah
swt yang menciptakan manusia, sudah pasti mengerti tentang manusia.
2.
Jika
Allah memerintahkan sesuatu pasti ada tujuan dan mashlahat bagi manusia dan
bukan sesuatu yang sia-sia, Jika Allah memerintahkan shalat pasti ada
tujuannya, jika Allah memerintahkan shodaqoh pasti ada tujuannya, dan Jika
Allah memerintahkan haji pasti ada tujuannya, begitu juga Allah swt
memerintahkan untuk berpuasa pasti ada tujuannya.
3.
Salah
satu tujuan, diperintahkan puasa Ramadhan adalah agar kita menjadi orang yang
bertakwa, sebagaimana ayat 183 Surat al-Baqaroh Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa” (al-baqarah 183)
Rasulullah
membagi bulan Ramadhan menjadi 3 bagian :
1.
Sepertiga
pertama (1-10 Ramadhan) masa turunnya rahmat/kasih sayang Allah. Kalau istilah
sepakbola babak ini adalah babak penyisihan. Pesertanya banyak, yang puasa
ramai, masjid luber sampai halaman.
2.
Sepertiga
Ramadhan kedua yang merupakan masa magfiroh/turunnya ampunan Allah. Adalah
babak seperempat final dan semifinal. Banyak team yang sudah berguguran, yang
puasa sudah mulai turun, yang ngak puasa mulai terang-terangan, tadarus mulai
sayup-sayup, shalat tarawih sudah mulai berkurang,
3.
Sepertiga
terakhir adalah masa pembebasan dari api neraka. Dan ini adalah babak final.
Tentu pesertanya sudah mulai sedikit, karena peserta yang lain pikirannya sudah
bercabang-cabang, ada yang siap-siap pulang kampung, belum punya baju, sepatu,
ketupat, mikirin piknik sehingga konsentrasi ibadah menurun, padahal Nabi saw
menganjurkan di 10 terakhir ini lebih meningkatkan ibadah. Bahkan Rasulullah
meminta izin istrinya untuk i’tikaf dimasjid selama sepuluh hari terakhir.
Sehingga
mereka yang lolos dan menjadi finalis-finalis Ramadhan allah akan memberi
piagam yang bertuliskan : غفر له ما ثقدم من ذنبه“diampuni
seluruh dosanya yang telah lalu”. Mereka inilah yang keluar dari bulan ramadhan
seperti bayi baru lahir, mereka yg punya alasan shalat idul fitri dan
mengucapkan minal a’idin wal faizin, semoga kita termasuk kelompok itu, yaitu
orang yang kembali suci dan beruntung. Amin.
7 Sunnah Nabi
yang layak di hidupkan dibulan suci Ramadan.
1.
Tahajud
2.
Membaca
al-Qur’an sebelum terbit matahari.
3.
Shalat
Subuh di masjid.
4.
Sholat
Dhuha.
5.
Shadaqoh
setiap hari.
6.
Menjaga
Wudhu
7.
Membaca
Istigfar setiap saat.
Padahal Allah yang menciptakan
manusia dan yang mengerti tentang manusa memerintahkan sesuatu pasti ada
tujuannya, tidak sia-sia, Allah memerintahkan shalat pasti ada tujuannya, Allah
memerintahkan shodaqoh pasti ada tujuannya, dan Allah memerintahkan Haji pasti
ada tujuannya, begitu juga Allah memerintahkan berpuasa pasti ada tujuannya.
Salah satunya ada menjadikan kita orang yang bertaqwa, sebagaimana ayat ini.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa” (al-baqarah 183)
Berhasil
atau tidaknya kita melakukan ibadah puasa akan tampak intensitas ketakwaan
seusai kita berpuasa. Jika tidak maka kita hanya pelaku rutinitas ritual belaka.
Menurut Imam
Kusairi “Takwa” atau Ta, Qof, Waw dan Ya, mempunyai empat huruf
1. “Ta”=Tawadhu, rendah hati, tidak
sombong. Puasa itu moment menumbuhkan kesadaran kita. “Ya Allah, baru tidak
makan sehari saja, badan lemas, kalau pagi masih segar karena terganjal sahur,
tapi selepas dzuhur, oh ....”. dari sini terbit kesadaran, “apa yang bisa
disombongkan dihadapan Allah?” Kaya, ilmu, jabatan?” Apalah artinya jika
dibanding dengan kekuasaan Allah. Dari sini akan membentuk “stabilitas
temparatur bathin”.
Abu Jahal karena sudah
kehabisan jalan dan cara akhirnya menyewa orang untuk menyakiti Muhammad,
dengan cara meludahi Rasulullah ketika bertemu dijalan. Dikala beliau diludahi
beliau tersenyum. Karena Rasulullah mengajarkan “Tabassumuka fi wajhi akhika
shodaqoh” (senyummu kepada saudaramu adalaah sedekah).
Hal ini berulang-ulang lamanya. Rasulullah diludahi ketika bertemu di
jalanan. Sampai suatu hari beliau lewat di situ dan tidak ada lagi yang
meludahinya. Lantas Rasulullah mencari dan bertanya kepada seseorang. Biasanya
kalau saya lewat sini saya diludahi dengan seseorang, sekarang dimana dia? Ia
sedang sakit demam panas wahai Muhammad. Mendengar berita itu Rasulullah
langsung pulang ke rumah untuk mengambil makanan roti dan kurma, beliau lalu
bergegas menjenguk orang sakit, sekalipun yang sakit adalah orang yang
menyakiti beliau. Sesampai beliau dirumahnya beliau ketuk pintu dengan
mengucapkan salam, lalu Rasulullah masuk, apa yang terjadi, orang yang
menyakiti Rasulullah mengucapkan, ya Muhammad bukan main akhlaqmu, tiap hari
kau lewat, tiap hari saya ludahi, saya sakiti hatimu, tapi dikala saya sakit
begini belum ada teman seorangpun yang datang menjenguk saya, engkau malah
datang lebih dahulu. Bukan main akhlaqmu Muhammad maka mulai saat ini
saksikanlah wahai muhammd saya memeluk agamamu.
2. “Qof”=Qona’ah yang artinya merasa
cukup. Puasa melatih kita untuk merasa cukup. Contohnya pada saat kita berpuasa
segalanya ingin kita beli, dan kita makan dan minum saat berbuka puasa nanti.
Tetapi ketika waktunya buka puasa, sesuaikah yang kita makan dan minum dengan
keinginan tadi siang?”, mungkin meminum satu tegak air saja sudah terasa
segarnya.
Kalau kita berhadapan dengan
harta kekayaan kasusnya sama dengan orang minum air laut, semakin banyak minum
makin haus. Contohnya:”rumah semegah
istana sudah dia miliki, terus melamun, oh, alangkah enaknya punya tanah luas,
bisa main golf, akhirnya tanah ratusan hektar dibeli, mengkhayal punya gunung,
gunung sudah dia punyai, laut sudah dipageri, lantas ia nengok keatas, itu
langit ada yang jual nggak ya? Dan seterusnya.
Sifat inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya korupsi, suap,
pembunuhan, dan lain sebagainya.
3.
“Wawu”= Wara’ artinya meninggalkan sebagian yang
halal dan subhat agar tidak terjerumus kedalam sesuatu yang haram.
Abu
Bakar Siddiq misalnya, suatu ketika Beliau memakan sesuatu yang dibawa oleh
pelayannya. Pelayan itu berkata: tahukah engkau wahai Abu Bakar tentang makanan
itu ?. Ketika masa jahiliyyah, pernah saya meramal seseorang, sedang saya tidak
pandai meramal. Namun saya berhasil menipunya. Maka orang itupun memberikan
makanan itu kepadaku sebagai upah dari ramalanku, dan makanan itulah yang
engkau cicipi. Mendengar hal tersebut, Abu Bakar lantas memasukkan tangannya ke
mulutnya dan memuntahkan makanan yang telah berada di dalam perutnya. (HR. Bukhari).
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa setelah memuntahkannya Beliau
berkata; “Andai saja makanan itu tidak
keluar kecuali bersamaan dengan keluarnya ruhku, niscaya saya tetap akan
mengeluarkannya. Ya Allah, ampunilah aku terhadap hal buruk yang terbawa
bersama aliran darah dan telah mengotori ususku ini.”. (Abu Bakr berdoa)
Kejadian
serupa, juga menimpa Umar bin Khaththab. Pernah Beliau meminum susu, dan Beliau
menyukainya. Maka Beliau bertanya kepada orang yang telah memberinya susu itu;
dari mana engkau mendapatkannya ?. Orang itu berkata; saya memerahnya dari unta
sedekah yang saya lalui di jalanan. Mendengarnya, Umar memasukkan tangannya ke
dalam mulutnya dan memuntahkan susu itu.
Mereka
itu adalah tauladan kita semua. Mereka keluarkan sesuatu yang haram, yang telah
masuk ke dalam tubuh mereka secara tidak disadarinya. Bagaimana dengan kita
yang dengan sengaja mencari yang makanan yang haram untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya. Mencari makanan haram untuk makan anak dan istri
kita.
4. “Ya”= Yakin. Orang berhasil puasanya akan
memiliki keyakinan yang kuat. Dan kuatnya keyakinan ini merupakan ciri orang
yang bertakwa. Kalau kita shalat bisa dilihat orang sehingga timbul sugesti
untuk rajin shalat. Haji, orang sekampung ikut mengantarkannya, sehingga
menjadi semangat untuk haji, kalau puasa? Siapa yang tahu kalau kita puasa
kecuali kita dan Allah, dan itu sangat kental berdasarkan keyakinan dia kepada
Allah swt.
Jika kita telah berpuasa yang benar dan
mengantarkan pelakunya menjadi orang yang bertakwa, maka Allah akan menjanjikan
sesuatu kepada dia,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2)
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ
حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ
قَدْرًا
Barangsiapa bertaqwa kepada allah, maka allah akan memberi jalan keluar
kepadanya dan akan memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka
(attalaq:2)
RAMADHAN DAN IDUL FITRI
Dari 12 bulan yang ada bulan Ramadhan mendapat gelar Sayyidus
Syuhur (rajapemimpin seluruh bulan), kenapa?
1.
Karena
Ramadhan dipilih Allah menjadi bulan diturunkannya ayat pertama al-Qur’an
2.
Di
dalam bulan Ramadhan itu ada satu malam yang nilainya lebih baik dari pada
seribu bulan.
3.
Karena
kebaikan yang dikerjakan dibulan Ramadahn nilainya berlipat ganda
Apa
istimewanya puasa pada bulan suci ramadhan
1.
Karena
panggilan puasa itu difokuskan kepada orang beriman
2.
Ibadah
Rahasia
3.
Pahala
puasa tidak dijelaskan Allah, akan tetapi Allah yang memberi jaminan
Hikmah
puasa Ramadhan :
1.
Puasa
mendidik kita mengendalikan hawa nafsu (syetan disini nafsun rantainya puasa
dan yang meratai adalah diri kita sendiri)
2.
Melatih
hidup sederhana
3.
Iadah
puasa menyediakan peliuang bagi pelakunya untuk merawat cinta kasihnya kepada
fakir miskin
4.
Ibadah
puasa menumbuhkan dan memelihara sifat jujur dan disiplin
5.
Puasa
dapat memelihara kesehatan
Tiga
Model orang berpuasa menurut Imam Ghazali
1.
Saumul
Awam (puasanya orang kebanyakan), puasa model ini mereka tidak makan dan tidak
minum, tetapi matanya, kakinya, kupingnya tidak puasa. Sesuai dengan sabda
nabi”banyak orang puasa tidak mendapatkan apa apa dari puasanya kecuali lapar
dan haus”. Puasa macam ini sah, kewajibannya gugur, tapi nilainya nol dan ini
jelas rugi.
2.
Saumul
Khawas (puasanya orang khusus), puasa model ini disamping tidak makan dan
minum, panca inderanya juga ikut puasa.
3.
Shaumul
Khawasil Khawas (puasa orang khusus yang lebih khusus lagi), disamping tidak
makan dan minum, pancainderanya puasa, hatinya juga ikut puasa dari seluruh
yang selain Allah.
Rasulullah
membagi bulan Ramadhan menjadi 3 bagian :
1.
Sepertiga
pertama (1-10 Ramadhan) masa turunnya rahmat/kasih sayang Allah. Kalau istilah
sepakbola babak ini adalah babak penyisihan. Pesertanya banyak, yang puasa
ramai, masjid luber sampai halaman.
2.
Sepertiga
Ramadhan kedua yang merupakan masa magfiroh/turunnya ampunan Allah. Adalah
babak seperempat final dan semifinal. Banyak team yang sudah berguguran, yang
puasa sudaha mulai turun, yang ngak puasa mulai terang-terangan, tadarus mulai
sayup-syup, shalat tarawih ada kemajuan (shafnya)
3.
Sepertiga
terakhir adalah masa pembebasan dari api neraka. Dan ini adalah babak final.
Tentu pesertanya sudah mulai sedikit, karena peserta yang lain pikirannya sudah
bercabang-cabang, ada yang siap-siap pulang kampung, belum punya baju, sepatu,
ketupat, mikirin piknik sehingga konsentrasi ibadah menurun, padahal Nabi saw
menganjurkan di 10 terakhir ini lebih meningkatkan ibadah.
Dan
mereka yang lolos dan menjadi finalis-finalis Ramadhan allah akan memberi
piagam yang bertuliskan “diampuni seluruh dosanya yang telah lalu”.
Mereka
inilah yang keluar dari bulan ramadhan seperti bayi baru lahir, mereka yg punya
alasan shalat idul fitri dan mengucapkan minal a’idin wal faizin, semoga kita
termasuk kelompok itu, yaitu orang yang kembali suci dan beruntung. Amin.
MENGENDALIKAN NAFSU DI BULAN RAMADHAN
Dr. H.
Taufik Abdillah Syukur, Lc., MA
إنَّ
الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَ
بَعْدَه.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تفْلِحُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيْمُ وَبَلَّغَ
النَّبِيُ الكَرِيْمُ وَ نَحْنَ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَ الشَّاكِرِيْنَ وَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
Pertama–tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat
Allah ﷻ sehingga kita dapat berada di masjid yang
insya Allah
ﷻ penuh berkah ini untuk menunaikan ibadah
shalat jum’at berjama’ah. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada baginda Nabi
Muhammad ﷺ. Mudah-mudahan
kita termasuk golongan umat nabi Muhammad ﷺ yang mendapatkan syafa’at pada
hari la yanfa’u malun wala banun illa man atallaha biqolbin salim.
Mengawali khutbah jum’at kali ini, khatib berwasiat
kepada diri sendiri dan kepada jama’ah yang dirahmati Allah ﷻ untuk selalu meningkatkan
ketakwaan kepada Allah ﷻ dimanapun kita
berada dan janganlah kita mati kecuali dalam keadaan Islam. Mudah-mudahan kita
selalu mendapat taufik dan hidayah sehingga kita selalu istiqomah dalam ibadah
sampai akhir hayat kita dan mudah mudahan kita semua mati dalam keadaan husnul
khatimah. Amin ya Robbal Alamin.
Alhamdulillah
Allah masih memberikan kita umur yang panjang sehingga kita masih ditakdirkan
Allah untuk berpuasa di bulan Ramadhan ini. Semoga Allah memberikan keberkahan
bulan Rajab, bulan Sya’ban dan bulan Ramadhan.
Bulan
Ramadhan adalah bulan yang selalu dinanti-nantikan kehadirannya oleh Rasulullah
Saw, para shahabat dan orang-orang Sholih. Kenapa demikian, karena setiap
perbuatan baik yang kita lakukan dibulan Ramadhan ini, pahalanya
dilipatgandakan oleh Allah Swt.
Allah
telah menetapkan tempat dan waktu, jika kita melakukan amal kebaikan Allah akan
lipatkan pahala kebaikannya. Tempat itu adalah Makkah al-Mukarramah dan Madinah
Munawwaroh. Kemudian Allah menetapkan
waktu, satu bulan dalam satu tahun, dimana di bulan tersebut Allah melipat
gandakan semua kebaikan yang dikerjakan. Bulan itu adalah bulan suci Ramadhan.
مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الخَيْرِ
كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ. وَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْهِ كاَنَ
كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ.
“Siapa saja yang
mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan suatu kebajikan di bulan Ramadhan,
maka nilainya seperti menunaikan suatu perbuatan fardhu di lain Ramadhan. Dan
siapa menunaikan suatu perbuatan fardhu di bulan Ramadhan, maka nilainya tujuh
puluh kali lipat daripada nilai ibadah fardhu di bulan-bulan Ramadhan”. (HR.
Ibnu Khuzaimah).
Maka
dari itu Rasulullah, para shahabat, dan orang-orang shalih mengharapkan agar
dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan. Mereka mempersiapkan jauh-jauh hari
sebelumnya sebagaimana Jama’ah haji/umroh yang akan berangkat ke tanah suci
mempersiapkan segalanya baik jasmani maupun rohani. Sehingga ketika mereka
sampai ke Makkah, mereka dapat beribadah dengan sebaik-baiknya ibadah.
Karena
Allah Swt hanya akan menerima sesuatu yang terbaik yang persembahkan dan
dikerjakan oleh hamba-Nya. Mungkin masih ingat cerita Qabil dan Habil putra
Adam As. Dimana Allah Swt menerima yang di persembahkan Habil daripada Qabil,
karena Habil mempersembahkan dengan sesuatu
yang terbaik yang ia miliki kepada Allah Swt.
Setiap
datang bulan Ramadhan, para shahabat dengan sekuat tenaga meningkatkan
kuantitas dan kualitas ibadah mereka agar ibadah mereka diterima disisi Allah
Swt. Begitu juga jama’ah haji/umroh yang
sedang melaksanakan ibadah di Mekkah, mereka akan beribadah semaksimal mungkin,
karena mereka sadar, bahwa kemungkinan besar itu adalah haji/umroh yang
terakhir bagi mereka. Maka dari itu, ketika melakukan thawaf wada/ thawaf
perpisahan, pasti mereka menangis, mereka membayangkan kerinduan yang dalam
jika mereka harus terpisah jauh dari rumah Allah Swt.
Begitu
juga dengan Ramadhan, kepergiannya tidak diharapkan bagi orang-orang sholeh,
bagi para shahabat, bagi Rasulullah Saw. Karena mereka tau betapa besarnya
pahala yg mereka akan dapatkan, betapa besarnya rahmat dan magfiroh yang Allah
akan berikan, dan betapa banyaknya Allah akan membebaskan ummatnya dari api
neraka. Maka dari itu Rasulullah Saw bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ
النَّاسُ مَا فِيْ رَمَضَانَ لَتَمَنَّى أَنْ تَكُوْنَ الشُّهُوْرُ كُلَّهَا
رَمَضَانَ
"Andaikan
ummatku tahu apa yang tersembunyi dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka akan
mengharapkan seluruh bulan dalam setahun menjadi bulan Ramadhan".
Memang ketika Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, dan pintu
neraka ditutup, setan pun diikat. Sebagaimana Hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda:
إذَا كَانَ
رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ
وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ
“Jika masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu
rahmat dibukan, pintu-pintu Jahannam ditutup dan setan-setan pun diikat dengan
rantai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun kenapa maksiat masih terjadi di
bulan Ramadhan?. Karena di dalam diri manusia ini ada An-nafsu. Sebagaimana
kita ketahui bahwa ada lima unsur di dalam diri manusia yaitu Al-Jismu (jasmani), Al-Nafsu, Al-Aql (Akal),
Al-Qolbu dan Ar-Ruh.
An-Nafsu ini lah yang membedakan manusia
dengan malaikat. Nafsu ini karakternya seperti binatang suka makan, minum,
tidur, berkembang biak dan lain sebagainya. Ada juga karakter bintang buas
seperti marah, emosi, sombong, suka memangsa dan lain sebaginya.
Nafsu manusia yang belum bisa
dikendalikan inilah yang masih suka mengajak kepada maksiat dan keburukan. Maka
An-nafsu menurut Imam Al-Ghazali
bertingkat-tingkat: Tingkatan yang pertama adalah an-nafs al-'ammarah.
Allah swt berfirman:
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ
إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“nafsu
itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku,” (QS Yusuf [12]: 53).
Nafsu
ammarah ini adalah nafsu yang masih memerintahkan kepada keburukan dan masih
menjadi bala tentara setan untuk mengarahkan manusia kepada kebinasaan.
Karenanya, nafsu ammarah ini harus diperangi. Namun, memeranginya lebih berat
daripada memerangi musuh yang kasat mata, Rasulullah Saw pernah bersabda
sepulangnya dari peperangan:
رجعنا
مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ
إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ. قَالُوا: وَمَا الْجِهَادُ الْأَكْبَرُ؟ قَالَ:
مُجَاهَدَةُ الْعَبْدِ هَوَاهُ
“kalian datang dari jihad kecil menuju jihad
besar.” Mereka (para shahabat) bertanya: “Apakah jihad besar itu?” Beliau
bersabda: Mujahadahnya seorang hamba terhadap hawa nafsunya. (HR. Al Baihaqi)
Kalau
nafsu sudah mulai bisa di kendalikan namanya Nafsu Lawwamah, Allah Swt
berfirman:
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ ،
وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
Aku
bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat
menyesali (nafsunya sendiri), (QS. Al-Qiyamah [75]: 1-2).
Cuma nafsu lawwamah masih suka berubah-rubah.
Terkadang ia taat, kadang maksiat, kadang ia rajin ibadah, kadang malas. Kalau
sudah tidak berubah-rubah lagi namanya an-nafs al-mutmainnah atau nafsu
yang tenang, nafsu yang sudah jinak.
Allah swt berfirman:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّة
“Hai
nafsu yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi
diridhai-Nya,” (QS. al-Fajr [89]: 27-28).
Nafs muthmainnah ini sudah tidak memerintahkan lagi
kepada keburukan seperti nafs ammarah dan sudah tidak berubah-rubah keadaanya
seperti nafs lawwamah. Nafs Muthmainnah ini tenang mengingat Allah,
rindu berjumpa dengan-Nya. Ridha terhadap takdir Allah dan
ikhlas dalam menjalankan perintah-Nya.
Nafsu
itu harus dikendalikan, bukan dibunuh atau dihilangkan. Sebab nafsu adalah
fitrah manusia, pemberian dari Sang Maha Pencipta. Karena nafsu, manusia dapat
berkembang, baik berkembang kuantitasnya maupun berkembang kualitasnya. Nafsu
itu bagaikan api. Kita sangat membutuhkan api. Dalam kehidupan kita tidak lepas
dari peranan api. Untuk memasak, mengolah makanan, dan lain sebagainya. Jadi yang
dibutuhkan oleh kita adalah api yang terkendali. Tapi, bila tidak terkendali,
maka ia akan membakar apa saja yang ada di sisinya.
Ibadah
puasa ini adalah salah satu bentuk pengendalian nafsu agar nafsu kita menjadi
nafsu yang bisa memberikan manfaat dan menjadi nafsu yang muthmainnah. Semoga
Nafsu kita setelah Ramadhan menjadi Nafsu Mutmainnah. Amin Ya Rabbal Alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ
وَالذِّكْرِالْحَكيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاَوتَهُ إِنَّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ العَلِيْمُ أَقوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ
لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ
أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِه الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه
نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سيدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ:
فيا عباد الله اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
بِسْمِ اللّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللّٰهُمَّ
صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ
وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا
بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ
الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَالـْمُسْلِمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْـمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ
زَمَان وَ فِي مَكَانٍ. اَللّهُمَّ انْصُرْ سُلْطَانَنَا سُلْطَانَ
الْمُسْلِمِيْنَ، وَانْصُرْ وُزَرَاءَهُ وَوُكَلاَءَهُ وَعَسَاكِرَهُ إِلَى يَوْمِ
الدِّيْنِ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا
أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
الخَاسِرِيْنَ رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِوَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
عِبَادَ
اللهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.
فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَ اسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ
يُعْطِكُمْ وَ لَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر وَ اللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
SEBELUM BERPISAH DENGAN
RAMADHAN
Dr. H.
Taufik Abdillah Syukur, Lc., MA
إنَّ
الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَا نَبِيَ
بَعْدَه.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تفْلِحُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيْمُ وَبَلَّغَ
النَّبِيُ الكَرِيْمُ وَ نَحْنَ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَ الشَّاكِرِيْنَ وَ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
Pertama–tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat
Allah ﷻ sehingga kita dapat berada di masjid yang
insya Allah
ﷻ penuh berkah ini untuk menunaikan ibadah
shalat jum’at berjama’ah. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada baginda Nabi
Muhammad ﷺ. Mudah-mudahan
kita termasuk golongan umat nabi Muhammad ﷺ yang mendapatkan syafa’at pada
hari la yanfa’u malun wala banun illa man atallaha biqolbin salim.
Mengawali khutbah jum’at kali ini, khatib berwasiat
kepada diri sendiri dan kepada jama’ah yang dirahmati Allah ﷻ untuk selalu meningkatkan
ketakwaan kepada Allah ﷻ dimanapun kita
berada dan janganlah kita mati kecuali dalam keadaan Islam. Mudah-mudahan kita
selalu mendapat taufik dan hidayah sehingga kita selalu istiqomah dalam ibadah
sampai akhir hayat kita dan mudah mudahan kita semua mati dalam keadaan husnul
khatimah. Amin ya Robbal Alamin.
Bulan Ramadhan memang menjadi bulan istimewa bagi umat
Islam. Kedatangannya selalu
ditunggu-tunggu karena di bulan ini memiliki banyak keistimewaan.
Setiap ibadah di bulan ini menjadi istimewa karena pahalanya
yang dikalikan lipatkan. Rasulullah Saw Bersabda:
مَنْ تقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الخَيْرِ
كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ. وَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْهِ كاَنَ
كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ.
“Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah Swt
dengan suatu kebajikan di bulan Ramadhan, maka nilainya seperti menunaikan
suatu perbuatan fardhu di lain Ramadhan dan siapa menunaikan suatu perbuatan fardhu di bulan Ramadhan, maka
nilainya tujuh puluh kali lipat daripada nilai ibadah fardhu di bulan-bulan
Ramadhan”. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya).
Namun, tak jarang kekhusyukan di penghujung bulan
Ramadhan biasanya sudah mulai teralihkan dengan gegap gempita hari raya. Meski begitu, tidak demikian yang terjadi
pada Rasulullah dan para sahabat.
Rasulullah dan para sahabat justru menunjukkan kesedihan
yang begitu mendalam ketika akan berpisah dengan bulan penuh ampunan. Hal
tersebut terekam dalam sebuah riwayat. Suatu ketika Rasulullah pernah berkata,
"Apabila malam terakhir bulan Ramadhan tiba, maka menangislah langit,
bumi, dan para malaikat karena musibah menimpa umat Muhammad SAW."
Kemudian seorang bertanya tentang musibah apa yang akan
menimpa mereka. Rasulullah SAW lalu menjawab, "Perginya bulan Ramadhan,
karena di bulan Ramadhan itu semua doa diijabah, semua sedekah diterima, semua
kebaikan dilipatgandakan pahalanya dan siksa ditolak (dihentikan)."
(Diriwayatkan dari Jabir).
Terlebih, belum tentu di tahun depan semua akan
dipertemukan kembali dengan bulan suci berikutnya. Maka dari itu, kiranya umat
islam senantiasa melakukan kebaikan semaksimal mungkin ketika bulan suci.
لَوْ يَعْلَمُ
النَّاسُ مَا فِيْ رَمَضَانَ لَتَمَنَّى أَنْ تَكُوْنَ الشُّهُوْرُ كُلَّهَا
رَمَضَانَ
"Sekiranya umatku ini mengetahui apa-apa (kebaikan)
di dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar tahun semuanya itu
menjadi Ramadhan." (HR Ibnu Abbas)
Masih ada dua malam lagi, mari kita maksimalkan sisa sisa
bulan Ramadhan ini dengan ibadah kepada Allah Swt.
عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ
الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
“Dari Aswad dari Aisyah ra ia
berkata bahwa Nabi saw meningkat amal-ibadah pada sepuluh terakhir bulan
Ramadhan melebihi di waktu yang lain,” (HR Muslim)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ
فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.
“Dari Aisyah RA bahwa
Rasulullah SAW bersabda, ‘Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil dalam
sepuluh terakhir di bulan Ramadhan,” (HR Bukhari).
Imam Alghazali
memprediksi Jika awal Ramadhan jatuh pada hari Ahad atau Rabu, maka Lailatul
Qadar jatuh pada malam ke-29
Metode
perhitungan Al-Ghazali ini banyak dijadikan rujukan oleh para wali wali dan
ulama besar. Seperti Syekh Abu Hasan asy-Syadzili. Dalam testimoninya,
asy-Syadzili berkomentar, “Semenjak saya menginjak usia dewasa Lailatul Qadar
tidak pernah meleset dari jadwal atau kaidah Imam al-Ghazali tersebut."
Maka masih ada kesempatan bagi kita untuk mendapatkan lailatul qadar di tahun
ini.
Muhammad
bin Abdullah al-Haddar seorang ulama dari negeri yaman mengatakan apabila
seseorang ingin meraih Lailatul Qadar maka harus mengerjakan 3 hal; 1)
berpuasalah dari yang haram sebagaimana ia berpuasa dari makanan dan minuman,
2) Berusahalah untuk selalu shalat berjamaah terutama shalat Isya dan Shalat
Subuh, 2) Berusalah untuk selalu
melakukan shalat Tarawih beserta Witir. Apabila 3 hal ini dikerjakan maka ia termasuk orang
yang akan mendapatkan Lailatul Qadar.
Ya Allah berkahilah kami di bulan Ramadhan dan muliakan
kami dengan Lailatul Qadar. Amin. Semoga kita diberikan
panjang umur, kekuatan dan kesehatan agar bisa beribadah maksimal disisa-sisa
bulan Ramadhan ini. Amin ya Rabbal alamin.
KHUTBAH IDUL FITRI 1440 H/2019 M
SEMBILAN TANDA DITERIMANYA IBADAH RAMADHAN
Oleh : Dr. H.Taufik Abdillah Syukur
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر (x9) وَلِلّهِ الحَمْدُ الله أكبر
كبيرا والحمد لله كثيرا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً لآإِلَهَ إِلاَّ
اللهُ وَحْدَه صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ
الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ
مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْن وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ
جَعَلَ رَمَضَانَ شَهْر الصِّيَامِ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَجَعَلَ عِيْدَ الْفِطْرِ ضيافة
و فَرْحَةً لِلْمُتَّقِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَشْهَدُ
أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا رسول الله صَادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْن، وَعَلىَ آلهِ
وَأَصْحَابِه أجمعين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنفسي
بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْن. قال الله فى القرأن الكريم : أعوذ
بالله من الشيطان الرجيم بِسْــــــــمِ اللَّــــــــهِ الرَّحْمَــــــــنِ الرَّحِيــــــــمِ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Maasyirol
Muslimina Rohimakumullah
Pertama–tama
marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah atas limpahan rahmat dan
ni’matnya sehingga kita dapat berkumpul di masjid yang insya Allah penuh berkah
ini untuk menunaikan ibadah shalat iedul fitri berjama’ah. Shalawat dan salam
marilah kita junjungkan kepada Nabi Muhammad Saw, Mudah-mudahan kita termasuk
golongan yang mendapatkan syafa’at Nabi Muhammad Saw pada hari la yanfau
malun wala banun illa man atallaha biqolbin salim.
Maasyirol
Muslimina Rohimakumullah
Baru saja kita
ditinggal pergi oleh bulan suci Ramadhan. Ada rasa bahagia bercampur sedih.
Bahagia, karena kita telah berhasil melewati hari-hari dibulan suci Ramadhan
dengan amalan-amalan yang mulia. Kita juga patut bersedih, karena hari-hari
yang penuh dengan rahmat dan maghfirah serta dilipatgandakannya pahala
kebajikan telah meninggalkan kita semua. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
مَنْ
تقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الخَيْرِ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ.
وَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْهِ كاَنَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً
فِيْمَا سِوَاهُ.
“Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah Swt
dengan suatu kebajikan di bulan Ramadhan, maka nilainya seperti menunaikan ibadah fardhu di lain Ramadhan dan barangsiapa menunaikan ibadah fardhu di bulan Ramadhan, maka
nilainya tujuh puluh kali lipat daripada nilai ibadah fardhu di luar bulan Ramadhan”. (HR. Ibnu Khuzaimah
dalam Shahihnya). Maka dari itu Rasulullah Saw bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِيْ رَمَضَانَ لَتَمَنَّى أَنْ
تَكُوْنَ الشُّهُوْرُ كُلَّهَا رَمَضَانَ
"Andaikan ummatku tahu apa yang
tersembunyi dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka akan mengharapkan seluruh
bulan dalam setahun menjadi bulan Ramadhan".
Maasyirol
Muslimina Rohimakumullah
Waktu berlalu begitu cepat, sebagaimana
prediksi Nabi Muhammad Saw:
لَا تَقُوْمَ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ
فَتَكُوْنَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ وَ يَكُوْنَ الشَّهْرُ كَالجُمُعَةِ وَ تَكُوْنَ
الجُمُعَةُ كَاليَوْمِ وَيَكُوْنَ اليَوْمُ كَالسَّاعَةِ وَ تَكُوْنَ السَّاعَةُ كَاخْتِرَاقِ
السَّعَفَةِ
“Tidak akan tiba hari kiamat
hingga zaman berdekatan, setahun bagaikan sebulan, sebulan bagaikan sepekan,
sepekan bagaikan sehari, sehari bagaikan sejam dan sejam bagaikan terbakarnya
pelepah pohon kurma (yang terbakar dengan sangat cepat) (HR.Ahmad dan Tirmizdi)
Umur terus berkurang dengan cepat menuju kepada kematian. Maka di alam akhirat seluruh
manusia akan menyesal. Ahli ibadah pun menyesal kenapa tidak melakukan ibadah yang maksimal sehingga bisa mendapatkan
surga yang lebih indah dan tinggi lagi. Apalagi orang yang lalai, di dalam al-Quran mereka
berkata;
حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ
رَبِّ ارْجِعُوْنَ
“Apabila datang kematian
kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “ya Tuhanku kembalikan aku (kedunia)
(QS. Al-Mu’minun:99)
فَيَقُولَ
رَبِّ لَوْلآ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ
الصَّالِحِينَ
“"Ya tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sekejap
saja. Sehingga aku dapat bersedekah dan aku ingin menjadi orang saleh"
Berapa banyak manusia yang sudah meninggal, di alam kubur mereka memohon
kepada Allah Swt agar dihidupkan kembali kedunia hanya untuk menempelkan
keningnya ke tanah untuk bersujud kepada Allah Swt dan berapa banyak manusia
yang sudah mati, memohon untuk bisa hidup kembali hanya untuk bersedekah dan
menjadi orang shaleh. Tetapi, sungguh penyesalan tidak lagi berguna. Sebesar apapun penyesalan yang mereka ungkapkan tidak akan mampu
merubah keadaan mereka pada hari penyesalan
itu.
Maasyirol
Muslimina Rohimakumullah
Allah swt yang
menciptakan manusia, sudah pasti Allah faham akan manusia. Jika Allah memerintahkan
sesuatu pasti itu untuk kebaikan manusia, pasti ada tujuan dan tidak sia-sia.
Jika Allah memerintahkan shalat pasti ada tujuannya, jika Allah memerintahkan zakat
pasti ada tujuannya, jika Allah memerintahkan haji pasti ada tujuannya, begitu
juga ketika Allah memerintahkan puasa pasti ada tujuannya dan tujuan
diperintahkan puasa Ramadhan adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa, sebagaimana
Allah berfirman dalam surah al-Baqarah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (al-Baqarah 183)
Pertanyaannya adalah, apakah kita muslim? Jawabannya adalah iya. Apakah
kita mu’min? Jawabannya adalah iya. Tapi apakah kita muttaqin atau orang
yang bertaqwa? Jawabannya adalah belum tentu. Kita semua sudah mu’min atau sudah muslim (sudah menjadi orang Islam) tapi kita belum tentu muttaqin
atau belum tentu bertakwa kepada Allah Swt.
Seperti ungkapan ini, apakah kita semua bisa bicara? Jawabannya adalah
iya. Semua bisa bicara? Tapi apakah kita semua ini pembicara? Jawabannya adalah
tidak. Karena untuk menjadi pembicara yang handal dibutuhkan latihan-latihan
dan pembiasaan-pembiasaan sehingga ia bisa menjadi pembicara profesional, atau
menjadi da’i, muballigh dan lain sebagainya.
Nah, dengan puasa Ramadhan seorang muslim dikarantina,
digembleng agar menjadi muslim yang bertakwa. Yaitu muslim yang
selalu menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangannya dan
menjadi muslim yang takut kepada Allah swt dimanapun ia berada. Rasulullah Saw bersabda:
اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ
الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Takwalah
kamu (takutlah kamu) kepada Allah di mana pun kamu berada dan iringilah
perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan
keburukan itu; dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak karimah/ baik” (HR. Tirmidzi).
Maasyirol Muslimina
Rohimakumullah
Maka kita akan ucapkan selamat tinggal pada bulan suci Ramadhan jika
kita menganggap bahwa Ramadhan hanya 1 bulan. Tetapi jika Ramadhan, kita
jadikan sebagai cara hidup, maka setahun penuh kita selalu bersama Ramadhan.
Maka kita akan terus, selama satu tahun, melakukan tadarus al-Qur’an, i’tikaf
di masjid, shalat-shalat sunnah, sedekah dan berbelas kasih kepada sesama, maka
kita selamanya tidak akan pernah meninggalkan Ramadhan.
Maka terus berdoa kepada Allah agar kita selalu istiqomah dalam ibadah
dan selalu memohon agar ibadah yang kita kerjakan di bulan Ramadhan ini
diterima di sisi Allah swt.
Al-Faqih Habib Zein bin Ibrahim bin Smith seorang ulama dari Madinah
al-Munawwaroh mengatakan bahwa ada 9 tanda dietrimanya amal ibadah seseorang
dibulan Ramadhan, yaitu orang yang :
1. Sebelum Ramadhan suka tidur setelah subuh,
kemudian ia tidak lagi suka tidur setelah subuh, melainkan ia gunakan berzikir
kepada Allah sampai matahari terbit.
2. Sebelum Ramdhan tidak pernah bangun malam
untuk beribadah, maka setelah Ramadhan ia menjadi orang yang suka bangun malam
untuk beribadah kepada Allah Swt.
3. Sebelum Ramadhan tidak peduli dengan shalat
berjamaah, maka setelah Ramadhan ia selalu menjaga shalat berjamaah.
4. Sebelum Ramadhan tidak menyukai ilmu dan
ulama, maka setelah Ramadhan ia menjadi orang yang suka kepada ilmu dan ulama.
5. Sebelum Ramadhan jarang shalat dhuha,
shalat witir dan shalat sunnah rawatib, maka setelah Ramadhan ia senantiasa
menjaga shalat-shalat sunnah tersebut.
6. Sebelum Ramadhan suka melihat
perkara-perkara haram, maka setelah Ramadhan ia menjadi orang yang takut kepada
Allah dan selalu memelihara pandangannya.
7. Sebelum Ramadhan suka menggunjing atau
menyakitkan hati orang lain, maka setelah Ramadhan ia tidak mau lagi
menggunjing dan menyakitkan hati orang lain.
8. Sebelum Ramadhan suka durhaka kepada kedua
orangtua, maka setelah Ramadhan ia selalu menyenangkan hati kedua orang tua.
9. Sebelum Ramadhan suka memutuskan tali
silaturahim maka setelah Ramadhan ia menjadi orang yang suka menjalin silaturahim
kepada saudara, tetangga dan para sahabat.
Kalau 9 ciri tersebut ada pada diri kita maka insya Allah ibadah kita
dibulan Ramadhan diterima disisi Allah Swt, tetapi jika tidak nampak
tanda-tanda tersebut, fal iyadzubillah, kemungkinan besar kita hanya
menjalani puasa Ramadhan sebagai rutinitas belaka. Naudzubillahi min
dzalik.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ
تِلَاَوتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ أَقوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ
كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم.
Khutbah ke-2
اللهُ أَكْبَرُ (7) وَلِلّهِ الحَمْدُ الحَمْدُ
لِلهِ الَّذِي جَعَلَنَا مِنَ العَائِدِيْنَ وَ الفَائِزِيْنَ أَمَّا بَعْدُ : فَيَا
عِبَادَ اللهِ اتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَ أَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ .قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى القُرْأَنِ الكَرِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. إِنَّ اللهَ
وَ مَلَا ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِى يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا
عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ
عَلىَ ألِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَ
عَلَى ألِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ. وَ بَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى
ألِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى ألِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِى العَالمَيْنَ
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ . اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَاْلاَمْوَاتِ اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالـْمُسْلِمِيْنَ
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْـمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ زَمَان وَ فِي مَكَانٍ اَللَّهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلَاتَنَا، وَصِيَامَنَا
وَقِيَامَنَا،و قعودنا و ركوعنا و سجودنا و تسبيحنا و تهليلنا و قرائتنا وَتَخَشُعَنَا
وَتَضَرُّعَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَنَا يَا أَللهُ يَاأَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
Ya Allah Ya Tuhan kami, terimalah
shalat kami, terimalah puasa kami, terimalah zakat dan shodaqah kami, terimalah
zikir dan tadarrus kami. Tutupilah kelalaian
dan kekurangan kami ya Allah.
Ya Allah ya Tuhan Kami, ampunilah dosa
kami dan dosa kedua orang tua kami, sayangi mereka sebagaimana mereka sayang
kepada kami.
Ya Allah ya Tuhan kami, ampunilah dosa
pasangan hidup kami, jadikalah kami keluarga yang sakinah mawaddah warohmah, keluarga yang harmonis sampai akhir hayat dan
jadikanlah kami pasangan yang selalu memotivasi untuk terus beribadah kepada-Mu
ya Allah.
Ya Allah ya Tuhan kami, ampunilah dosa
anak-anak kami, jadikanlah merena anak yang sholeh dan sholehah, anak yang
berbakti kepada Allah dan Rasul-Nya, anak yang berbakti kepada ibu bapaknya,
anak yang berguna bagi masyarakat, agama dan bangsanya.
Ya Allah ya Tuhan kami, ampunilah dosa
guru-guru kami, berilah kami ilmu yang bermanfaat di dunia maupun akhirat.
Ya Allah ya Tuhan kami, ampunilah dosa
orang-orang yang telah berbuat baik kepada kami, ampunilah dosa saudara-saudari
kami, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat baik yang masih hidup maupun
yang telah tiada.
Ya Allah ya Tuhan kami, ampunilah dosa kami, kami (memang) telah mendholimi diri kami sendiri, (tapi)
jika engkau tidak mengampuni kami dan (tidak) merahmati kami (saat ini) maka
kami (akan) menjadi orang yang (sangat) merugi. Jangan jadikan kami orang yang
merugi ya Allah.
Ya Allah, jika bala
bencana yang menimpa diri kami, karena perbuatan maksiat yang kami perbuat,
jadikanlah saat ini saatnya ampunan. Ampuni
sebusuk apapun diri kami, ampuni sebanyak apapun dosa yang kami perbuat. Ampuni
segelap apapun masa lalu kami, ampuni senista apapun aib-aib yang kami sembunyikan
selama ini.
Ya Allah, ampuni
jika selama ini kami mendustakan-Mu, meremehkan keagungan-Mu, melupakan kasih
sayang-Mu, ampuni jika nikmat yang Kau berikan kepada kami, kami gunakan untuk
berkhianat dan bermaksiat kepada-Mu ya Allah. Ampuni jikalau kami begitu sombong
kepada-Mu, ampuni amal-amal ibadah kami yang amat jarang ini ya Allah. Ampuni kezaliman
kami kepada anak-anak kami, saudara-saudara kami, tetangga kami dan ampuni kezaliman kami kepada
orangtua kami Ya Allah.
Ya Allah, ampuni jika ada
orang terhina dan tersesat karena lisan atau perbuatan kami. Ampuni andaikan ada harta haram, makanan
haram, yang melekat pada tubuh kami ya Allah.
Ya Allah jadikanlah puasa
Ramadhan ini sebagai syafaat penolong bagi kami kelak. Bimbing kami terus ya Allah
dengan hidayah-Mu agar kami selalu istiqomah dalam taqwa dan akhlakul karimah.
Ya Allah ya Tuhan
kami, matikanlah kami dalam keadaan iman, matikan kami dalam keadaan islam dan matikan
kami dalam keadaan husnul khotimah, jangan matikan kami dalam keadaan su’ul
khotimah. Masukkanlah kami kedalam surga-Mu bersama orang–orang yang engkau
cintai, jangan masukkan kami kedalam nerakamu karena kami tidak mampu atas
azab-Mu yang sangat pedih.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا
أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ رَبـَّنــا آتــِـنـَا في الدُّنــْيَا حَسَنَةً وفي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنــَا عَذَابَ النّــَارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلهِ
رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته