KISAH TSA’LABAH DAN SYA’BAN
Suatu hari Tsa'labah bin Hathib yang
dalam kondisi miskin datang ke Rasulullah SAW
meminta agar dido'akan menjadi kaya harta;
يا رسولَ اللَّهِ ادعُ اللَّهَ أن يرزقَني مالًا
"Do'akanlah saya kepada Allah,
agar Dia menganugerahi saya harta," kata Tsa'labah.
Namun, Rasulullah menolak permintaan
tersebut, dan malah menasihati Tsalabah:
ويحَكَ
يا ثعلبةُ! قليلٌ تؤدِّي شكرَهُ خيرٌ من كثيرٍ لا تطيقُه
Hai Tsa'labah, sedikit yang engkau syukuri adalah lebih baik dari pada
banyak yang tidak kuat engkau menanggungnya," jawab Rasulullah
أَمَا تَرْضَى أَنْ تَكُوْنَ مِثْلَ نَبِيِّ اللهِ،
فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ شِئْتُ أَنْ تَسِيْلَ مَعِيَ الْجِبَالُ فِضَّةً
وَذَهَبًا لَسَالَتْ
Apakah engkau tidak suka menjadi seperti Nabi Allah? Demi yang diriku di
tangan-Nya, seandainya aku mau gunung-gunung mengalirkan perak dan emas,
niscaya akan mengalir untukku”
Tetapi Tsalabah terus bersikeras agar permohonannya dikabulkan
sampai-sampai ia bersumpah:
فو
الذي بعثكَ بالحقِّ إن آتاني اللَّهُ -عزَّ وجلَّ- مالًا لأعطِينَّ كلَّ ذي حقٍّ
حقَّهُ
" Demi Allah yang mengutus engkau Ya Rasulullah dengan kebenaran,
sesungguhnya jika Allah mengaruniai harta, pasti saya akan memberikan hak
kepada setiap orang yang berhak menerimanya".
Rasulullah Saw akhirnya memegang janji Tsa’labah yang akan mengeluarkan
zakat dan sedekahnya jika ia sudah kaya nanti. Lalu Rasulullah Saw berdoa:
اللَّهمَّ
ارزقْهُ مالًا
"Ya Allah,
anugerahkanlah harta kepada Tsa'labah”
Allah mengabulkan do’a Rasulullah, hingga benarlah kemudian Tsa'labah
beternak kambing, Peternakannya berkembang pesat seperti berkembangnya ulat
hingga ternak kambingnya benar-benar memenuhi Kota Madinah.
Karena sesak, ia kemudian pindah ke luar Kota Madinah. Pada awalnya ia
selalu shalat lima waktu di masjid Nabawi, karena sibuk dengan harta dan
pekerjaannya, ia hanya bisa shalat dua waktu saja, yaitu Dzuhur dan Ashar.
Kemudian ketika hartanya makin banyak, ia tidak lagi sholat berjamaah lima
waktu bersama Nabi. Yang ia mampu hanya shalat jumat berjamaah satu minggu
sekali. Kemudian hartanya semakin banyak, akhirnya ia meninggalkan shalat jumat
berjamaah.
Kemudian turun ayat 103 Surat At-Taubah, Allah Swt berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيهِم بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka”
Nabi kemudian mengutus dua orang petugas untuk menarik zakat Tsa'labah,
namun ia enggan membayarkan zakatnya dan menyebut beberapa alasan, dan ia
berkata: “Pulanglah, biarlah saya berpikir dulu," akhirnya, dua orang
utusan Nabi pulang dengan tangan hampa.
Sejak kejadian itulah, Allah menurunkan surat At-Taubah ayat: 75-76. Allah
Swt berfriman:
وَمِنْهُم مَّنْ عَٰهَدَ ٱللَّهَ لَئِنْ ءَاتَىٰنَا
مِن فَضْلِهِۦ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah:
"Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami,
pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang
saleh.”
فَلَمَّآ ءَاتَىٰهُم مِّن فَضْلِهِۦ بَخِلُوا۟ بِهِۦ
وَتَوَلَّوا۟ وَّهُم مُّعْرِضُونَ
Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya,
mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah
orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).
فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِى قُلُوبِهِمْ إِلَىٰ
يَوْمِ يَلْقَوْنَهُۥ بِمَآ أَخْلَفُوا۟ ٱللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا۟ يَكْذِبُونَ
Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu
mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang
telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.
Ketika ayat itu disampaikan Rasulullah kepada para sahabatnya, ada salah
seorang kerabat Tsa'labah yang ikut mendengar dan kemudian menyampaikan hal itu
kepada Tsa'labah.
Setelah lama, baru kemudian Tsa'labah datang membawa zakatnya kepada Nabi,
namun Nabi bersabda : "Sesungguhnya Allah ta'ala melarangku untuk menerima
zakat darimu,". Tsa’labah sangat menyesal sampai sampai ia menaburkan
tanah di atas kepalanya. Hingga Rasul
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat, beliau tidak mau menerima sedikit pun dari
zakatnya.
Hikmah dari kisah ini adalah kita bisa mengambil ibrah atas orang yang
meninggalkan keistiqomahan dalam beribadah kepada Allah Swt. Ketika diuji
dengan kekayaan, pekejaan dan hewan ternak yang banyak, Tsalabah tidak lagi shalat
berjamaah di masjid bersama Rasulullah Saw. Bahkan akhirnya meninggalkan Shalat
Jumat. waktunya hanya dipergunakan untuk mengurusi hewan, harta dan pekerjaan
dan memikirkan bagaimana supanya ternak dan hartanya terus bertambah dan
bertambah. Dan ketika sudah banyak hartanya, ia mengingkari janjinya, dan
menjadi kikir dengan enggan membayar zakat. Semoga kita dijadikan hamba yang
bisa bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Amin ya Rabbal
Alamin.
Nanti di alam akhirat seluruh
manusia akan menyesal. Termasuk ahli ibadah sekalipun menyesal kenapa tidak
melakukan ibadah terbaik sehingga bisa mendapatkan surga yang lebih indah lagi.
Apalagi orang-orang yang lalai seperti orang yang tidak shalat, tidak puasa,
tidak zakat, dan lain sebagainya, terlebih lagi orang kafir yang menyesal dan
meminta kepada Allah agar dikembalikan lagi keduan;
حَتَّى
إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُوْنَ
“Hingga apabila datang
kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “ya Tuhanku kembalikan aku
(kedunia) (QS. Al-Mu’minun : 99)
Bahkan karena pedihnya adzab yang di
terima oleh orang kafir, mereka memohon agar tidak menjadi manusia tapi di
kembalikan ke asalnya yaitu menjadi tanah.
يَقُولُ
الْكَافِرُ يَا لَيْتَنِي كُنتُ تُرَاباً
“Berkata orang kafir: Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah.”
QS.an-Naba’:40
Mereka juga memohon kepada Allah:
فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلآ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ
فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ الصَّالِحِينَ
"Ya
Rabb-ku, tangguhkan kematianku ini sehingga saya dapat bersedekah dan saya akan
menjadi orang shalih”
Berapa
banyak manusia yang sudah meninggal dunia memohon kepada Allah Swt untuk minta
dihidupkan kembali kedunia walau sekejap saja hanya untuk bersujud kepada Allah
Swt.
HADIRIN YANG DIMULIAKAN ALLAH SWT
Dahulu
ada seorang shahabat Nabi yang bernama Sya’ban yang beliau sangat menyesal saat
sakaratul maut. Al-Kisah Sya’ban ra ini memiliki kebiasaan unik. Dia datang ke
masjid sebelum waktu shalat berjamaah. Ia selalu mengambil posisi di pojok
masjid pada setiapa shalat berjamaah dan I’tikaf. Alasannya, selalu mengambil
posisi di pojok masjid karena ia tidak ingin mengganggu atau menghalangi orang
lain yang akan melakukan ibadah di masjid. Kebiasaan ini, sudah dipahami oleh
semua orang bahkan Rasulullah sendiri.
Pada
suatu pagi, saat shalat Subuh berjamaah akan dimulai, Rasulullah SAW merasa
heran karena tidak mendapati Sya’ban ra pada posisi seperti biasanya. Rasul pun
bertanya kepada jamaah yang hadir, apakah ada yang melihat Sya’ban? Tapi, tidak
ada seorang pun yang melihat Sya’ban ra.
Shalat
Subuh pun sengaja ditunda sejenak, untuk menunggu kehadiran Sya’ban. Namun yang
ditunggu belum datang juga. Karena khawatir shalat Subuh kesiangan, Rasulullah
pun memutuskan untuk segera melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Hingga shalat
Subuh selesai pun Sya’ban belum datang juga.
Selesai
shalat Subuh Rasul pun bertanya lagi “Apakah ada yang mengetahui kabar
Sya’ban?” Namun tidak ada seorang pun yang menjawab.
Rasul
pun bertanya lagi “Apa ada yang mengetahui dimana rumah Sya’ban?” Seorang
sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia tahu persis dimana rumah
Sya’ban.
Rasulullah
sangat khawatir terjadi sesuatu terhadap sahabatnya tersebut, ia meminta
diantarkan ke rumah Sya’ban. Perjalanan dari masjid ke rumah Sya’ban
cukup jauh dan memakan waktu lama terlebih mereka menempuh dengan berjalan
kaki.
Akhirnya,
Rasulullah dan para sahabat sampai di rumah Sya’ban pada waktu shalat dhuha
(kira-kira 3 jam perjalanan). Sampai di depan rumah Sya’ban, beliau mengucapkan
salam dan keluarlah wanita sambil membalas salam.
“Benarkah
ini rumah Sya’ban?” Tanya Rasulullah.
“Ya
benar, ini rumah Sya’ban. Saya istrinya.” jawab wanita tersebut.
“Bolekah
kami menemui Sya’ban ra, yang tidak hadir shalat Subuh di masjid pagi ini?”
ucap Rasul.
Dengan
berlinangan air mata, istri Sya’ban ra menjawab “Beliau telah meninggal tadi
pagi”.
“Innalilahi
Wainnailaihiroji’un” jawab semuanya.
Satu-satunya
penyebab Sya’ban tidak hadir shalat Subuh di masjid adalah karena ajal
menjemputnya. Beberapa saat kemudian, istri Sya’ban ra bertanya “Ya Rasulullah
ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya
dia bertetiak tiga kali dengan masing-masing teriakan di sertai satu kalimat.
Kami semua tidak paham apa maksudnya”
“Apa
saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah.
“Dimasing-masing
teriakannya, dia berucap kalimat ‘Aduh, kenapa tidak lebih jauh, aduh kenapa
tidak yang baru, aduh kenapa tidak semua,” jawab istri Sya’ban.
ليته كان بعيدا
ليته كان جديدا ليته كان كاملا
Rasulullah
SAW pun mendapatkan wahyu dan melantunkan ayat yang terdapat surah Qaaf ayat
22: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami
singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada
hari itu amat tajam”
Akhirnya
Rasulullah Saw menjelaskan: “Saat Sya’ban ra dalam keadaan sakaratul maut,
perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah SWT. Bukan hanya itu, semua
ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah. Apa yang dilihat oleh
Sya’ban ra (dan orang yang sakaratul maut) tidak bisa disaksikan yang lain.
Dalam padangannya yang tajam itu Sya’ban ra melihat suatu adegan dimana
kesehariannya dia pergi pulang ke masjid untuk shalatb berjamah lima waktu.
Perjalanan sekitar tiga jam jalan kaki, tentu itu bukan jarak yang dekat. Dalam
tayangan itu pula Sya’ban ra diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari
langkah-langkahnya ke masjid,” ujar Rasulullah.
Dia
melihat seperti apa bentuk surga yang dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia
melihat dia berucap “Aduh mengapa tidak lebih jauh” timbul penyesalan dalam
diri Sya’ban ra, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang
didapatkan lebih indah. Dalam penggalan kalimat berikutnya Sya’ban ra melihat
saat ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin.
وكل خطوة تَمْشِيْهَا
إلي الصلاة صدقةٌ (رواه مسلم)
“setiap langkah berjalan untuk
menunaikan shalat adalah sedekah”
كل خطوة يَخْطُوهَا
إلي الصلاةِ يُكْتَبُ لَهُ بِها حَسَنَةً وَ يُمْحَى بِهَا سَيِّئَةٌ (رواه أحمد)
“setiap langkah menuju
tempat shalat akan dicatat sebagai kebaikan dan akan menghapus dosa’.
Saat
ia membuka pintu, berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk ke
dalam rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Dia memakai dua
baju, Sya’ban memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang jelek (butut)
di luar.
Dia
berpikir jika kena debu tentu yang kena hanyalah baju yang luar dan sampai di
masjid dia bisa membuka baju liuar dan shalat dengan baju yang lebih bagus.
Ketika dalam perjalanan menuju masjid dia menemukan seseorang yang terbaring
yang kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban pun iba dan segera
membukakan baju yang paling luar lalu dipakaikan kepada orang tersebut kemudian
dia memapahnya ke masjid agar dapat melakukan shalat Subuh bersama-sama.
Orang
itupun selamat dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan shalat
berjamaah. Sya’ban ra pun kemudian melihat indahnya surga yang sebagai balasan
memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut. Kemudian dia berteriak lagi
“Aduh!! Kenapa tidak yang baru” timbul lagi penyesalan dibenak Sya’ban ra. Jika
dengan baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala besar, sudah tentu
dia akan mendapatkan yang lebih besar jika dia memberikan pakaian yang baru.
Berikutnya,
Sya’ban ra melihat lagi suatu adegan. Saat dia hendak sarapan dengan roti yang
dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke dalam segelas susu. ketika baru saja
ingin memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta sedikit
roti karena sudah tiga hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal itu,
Sya’ban ra merasa iba. Ia kemudian membagu dua rotu tersebut dengan ukuran sama
besar dan membagi dua susu ke dalam gelas dengan ukuran yang sama rata, kemudan
mereka makan bersama-sama. Allah SWT kemudain memperlihatkan Sya’ban ra dengan
surga yang indah.
Ketika
melihat itupun Sya’ban ra teriak lagi “ Aduh kenapa tidak semua!!” Sya’ban ra
kembali menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada
pengemis tersebut, pasti dia akan mendapat surga yang lebih indah. Masya
Allah, Sya’ban bukan menyesali perbuatanya melainkan menyesali mengapa tidak
optimal.