Rindu Ramadhan


الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ  أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اَمَّا بَعْدُ: قال الله فى القرأن الكريم : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ و قال النبي صلى الله عليه و سلم:  مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَ احْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Allah swt yang menciptakan manusia, sudah pasti Allah faham akan manusia. Jika Allah memerintahkan sesuatu pasti itu untuk kebaikan manusia, ada tujuan dan tidak sia-sia. Jika Allah memerintahkan shalat pasti ada tujuannya, jika Allah memerintahkan zakat pasti ada tujuannya, dan Jika Allah memerintahkan haji pasti ada tujuannya, begitu juga ketika Allah memerintahkan puasa pasti ada tujuannya dan tujuan diperintahkan ibadah puasa adalah agar manusia menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya, diampuni segala dosanya dan menjadi manusia yang bertakwa, sebagaimana Allah berfirman dalam surah al-Baqarah:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (al-Baqarah 183)

Pertanyaannya adalah, apakah kita ini sudah menjadi orang yang bertakwa? Apakah kita sudah menjadi orang yang muttaqin? Jawabannya: Belum tentu! Orang yang bertaqwa itu adalah orang yang takut kepada Allah,orang yang selalu dalam pengawasan Allah dan merasakan kehadiran Allah.

Sebagi contoh: apakah kita bisa menulis? Jawabannya adalah iya. Tapi apakah kita semua jurnalis atau wartawan? Jawabannya belum tentu.

Apakah kita muslim? Jawabannya adalah iya. Tapi apakah kita muttaqin atau orang yang bertaqwa? Jawabannya adalah belum tentu. Kita semua sudah muslim atau sudah menjadi orang Islam tapi kita belum tentu muttaqin atau belum tentu bertakwa kepada Allah Swt.

Nah, puasa ini melatih agar kita menjadi orang-orang yang bertaqwa, dikarantina, digembleng agar benar-benar menjadi orang yang bertakwa.

Salah satu contoh taqwa itu adalah dihadapan kita makanan lezat dan nikmat, ada di dalam rumah dan tak ada satu pun yang melihat kita, tetapi kita tidak makan, karena kita merasakan keberadaan Allah, kita merasakan kehadiran Allah Swt.

Puasa ini adalah amalan sir (rahasia) tidak ada yang tahu ia berpuasa atau tidak kecuali dia dan Allah Swt.

Ibadah itu ada dua, ibadah sir dan ibadah jahar dan ada ibadah bisa sir dan jahar. Kalau ibadah haji dan umroh pasti termasuk ibadah jahar. Tapi kalau shalat bisa sir dan jahar. Kalau sholat tahajud bagusnya sir tapi kalau sholat jamaah harus jahar.

Amal yang rahasis lebih afdol dari pada ibadah jahar 70 x lipat.

Diriwayatkan oleh Ad-Dailami dari Abu Darda, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إن الرجل ليعمل عملا سرا فيكتبه الله عنده سرا، فلا يزال به الشيطان حتى يتكلم به، فيمحى من السر، ويكتب علانية، فإن عاد فتكلم الثانية محي من السر والعلانية، وكتب رياء‏.

Artinya: Sesungguhnya seseorang beramal dengan amalan rahasia, maka Allâh pun mencatatnya sebagai amal rahasia, maka setan mengganggunya hingga ia bercerita mengenai amalnya, maka dihapus lah catatan amal rahasianya dan dicatat (lagi) sebagai amal terang-terangan, jika ia berkata lagi mengenai amalnya maka dihapus lah catatan amal rahasia dan terang-terangan dan ditulislah sebagai riya". (HR Ad-Dailami dari Abu Darda')

Rasulullah juga mengatakan dalam sabdanya yang lain bahwa amal rahasia bisa dicatat sebagai amal jahr, apabila orang yang mengerjakan amal sirri tersebut menceritakan perbuatannya kepada orang lain. Dan apabila ia menceritakan lagi amal rahasianya kepada orang lain, amal tersebut digolongkan menjadi riya.

Nabi mengatakan bahwa amal rahasia lebih 70 kali lipat lebih utama dari amal jahr (terang-terangan). Namun amal jahr yang dijadikan teladan bagi orang lain diberi balasan 70 kali lipat lebih banyak daripada amal sirri. Maksudnya dengan dia bersedekah, menjadi ketua majlis taklim  sehingga orang lain banyak yang bersedekah dan banyak yang menuntut ilmu itu pahalanya 70 kali lipat dari pada amalan sir yaitu 4900 x lipat.

Mengapa amal jahr lebih besar pahalanya dari amal rahasia?

Karena amal yang dilakukan secara terang-terangan terkadang lebih sulit dilakukan dengan ikhlas.

Ketika seseorang beramal jahr dengan niat bisa menginspirasi orang lain untuk juga berbuat kebaikan, tapi jika ia tidak teguh iman dan pendirian, ia bisa saja tergelincir ke dalam riya.

Dan sebaliknya, apabila orang itu bisa ikhlas dan semata berharap ridha Allah melalui amal jahr, maka Allah akan memberinya pahala lebih besar dari amal sirri.

 

مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ .ومَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

Barangsiapa yang mengerjakan dalam Islam Sunnah yang baik maka ia mendapat pahalanya dan pahala orang yang mengkutinya tanpa mengurangi pahala orang yang mengikutinya sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengerjakan dalam Islam Sunnah yang jelek maka ia mendapat dosanya dan dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa orang yang mengikuti mereka sedikitpun.” (HR. Muslim no. 1017)

Makanya jida ada orang nyumbang apalagi mau musim kampanye kita husnudzon saja dia itu menyumbang karena Allah Swt. Kalau misalnya dia tidak ikhlas pasti banyak orang yang mendoakannya sehingga dihapus dosanya oleh Allah. Misalnya bangun masjid riya, memberangkatkan umroh riya, tapikan orang yang sholat dan orang yang diumrohkan pasti mendoakan dia.

Makanya orang yang dermawan banyak di doakan orang. Tapi kalau orang pelit siapa yang mau mendoakan.

 

Bulan Ramadhan adalah bulan yang selalu dinanti-nantikan kedatangannya oleh Rasulullah Saw, para shahabat dan orang-orang Sholih. Kenapa demikian, karena setiap perbuatan baik yang kita lakukan dibulan Ramadhan ini, pahalanya dilipatgandakan oleh Allah Swt.

Allah telah menetapkan tempat dan waktu, jika kita melakukan amal kebaikan Allah akan lipatkan pahala kebaikannya. Tempat itu adalah Makkah al-Mukarramah dan Madinah Munawwaroh. Di mana satu shalat fardu yang kita kerjakan di Mekkah sama saja seperti 100.000,- kali lipat jika kita lakukan di Indonesia.

Kemudian Allah menetapkan waktu, satu bulan dalam satu tahun, dimana di bulan tersebut Allah melipat gandakan semua kebaikan yang dikerjakan. Bulan itu adalah bulan suci Ramadhan.

مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الخَيْرِ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ. وَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْهِ كاَنَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ.

“Siapa saja yang mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan suatu kebajikan di bulan Ramadhan, maka nilainya seperti menunaikan suatu perbuatan fardhu di lain Ramadhan. Dan siapa menunaikan suatu perbuatan fardhu di bulan Ramadhan, maka nilainya tujuh puluh kali lipat daripada nilai ibadah fardhu di bulan-bulan Ramadhan”. (HR. Ibnu Khuzaimah).

Maka dari itu Rasulullah, para shahabat, dan orang-orang shalih mengharapkan agar dipertemukan kembali dengan bulan Ramadhan. Mereka mempersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya sebagaimana Jama’ah haji yang akan berangkat ke tanah suci mempersiapkan segalanya baik jasmani maupun rohani untuk bertemu Allah Swt. Sehingga ketika mereka sampai ke Makkah, mereka dapat beribadah dengan sebaik-baiknya ibadah dan dengan sekhusyu’ khusyu’nya ibadah.

Karena Allah Swt hanya akan menerima sesuatu yang terbaik yang persembahkan dan dikerjakan oleh hamba-Nya. Mungkin masih ingat cerita Qabil dan Habil putra Adam As. Dimana Allah Swt menerima menerima yang di persembahkan Habil daripada Qabil, karena Habil mempersembahkan dengan sesuatu  yang terbaik yang ia miliki kepada Allah Swt.

Setiap datang bulan Ramadhan, para shahabat dengan sekuat tenaga meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah mereka agar ibadah mereka diterima disisi Allah Swt.  Begitu juga jama’ah haji yang sedang melaksanakan haji di Mekkah, mereka akan beribadah semaksimal mungkin, karena mereka sadar, bahwa kemungkinan besar itu adalah haji yang terakhir bagi mereka.

Maka dari itu, setiap jama’ah haji yang sedang melakukan thawaf wada/ thawaf perpisahan, pasti mereka menangis, mereka membayangkan kerinduan yang dalam jika mereka harus terpisah jauh dari rumah Allah Swt.

Begitu juga dengan Ramadhan, kepergiannya tidak diharapkan bagi orang-orang sholeh, bagi para shahabat, bagi Rasulullah Saw. Karena mereka tau betapa besarnya pahala yg mereka akan dapatkan, betapa besarnya rahmat dan magfiroh yang Allah akan berikan, dan betapa banyaknya Allah akan membebaskan ummatnya dari api neraka.  

Maka dari itu Rasulullah Saw bersabda:

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِيْ رَمَضَانَ لَتَمَنَّى أَنْ تَكُوْنَ الشُّهُوْرُ كُلَّهَا رَمَضَانَ

"Andaikan ummatku tahu apa yang tersembunyi dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka akan mengharapkan seluruh bulan dalam setahun menjadi bulan Ramadhan".

 

 

Memang ketika Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, dan pintu neraka ditutup, setan pun diikat. Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda:

 

إذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ

“Jika masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibukan, pintu-pintu Jahannam ditutup dan setan-setan pun diikat dengan rantai.” (HR. Bukhari, no. 3277 dan Muslim, no. 1079)

Namun kenapa maksiat masih terjadi di bulan Ramadhan?. Karena di dalam diri manusia ini ada An-nafsu. Sebagaimana kita ketahui bahwa ada lima unsur di dalam diri manusia yaitu  Al-Jismu (jasmani), Al-Nafsu, Al-Aql (Akal), Al-Qolbu dan Ar-Ruh.

An-Nafsu ini lah yang membedakan manusia dengan malaikat.

Nafsu ini karakternya seperti binatang. Binatang ada dua ada binatang ternak yang hobinya suka makan, minum, tidur, berkembang biak dan lain sebagainya. Ada juga bintang buas yang karakternya sombong, suka marah, emosi, memangsa dan lain sebaginya.

Nafsu manusia yang belum bisa dikendalikan inilah yang masih suka mengajak kepada maksiat dan keburukan.

Maka An-nafsu menurut Imam Al-Ghazali bertingkat-tingkat: Tingkatan yang pertama adalah an-nafs al-'ammarah. Allah swt berfirman:

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَا رَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ  

nafsu itu selalu menyuruh kepada keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku,” (QS Yusuf [12]: 53).

Nafsu ammarah ini adalah nafsu yang masih memerintahkan kepada keburukan dan masih menjadi bala tentara setan untuk mengarahkan manusia kepada kebinasaan dan penyesalan. Karenanya, nafsu ammarah ini wajib diperangi. Namun, memerangi nafsu ini adalah perkara yang berat. Lebih berat daripada memerangi musuh yang kasat mata, Rasulullah Saw pernah bersabda sepulangnya dari peperangan: 

رجعنا مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ. قَالُوا: وَمَا الْجِهَادُ الْأَكْبَرُ؟ قَالَ: مُجَاهَدَةُ الْعَبْدِ هَوَاهُ  

 “kalian datang dari jihad kecil menuju jihad besar.” Mereka (para shahabat) bertanya: “Apakah jihad besar itu?” Beliau bersabda: Mujahadahnya seorang hamba terhadap hawa nafsunya. (HR. Al Baihaqi)

Kalau nafsu sudah bisa di kendalikan namanya Nafsu Lawwamah, Allah Swt berfirman:

لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

Aku bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (nafsunya sendiri), (QS. Al-Qiyamah [75]: 1-2).

 Cuma nafsu lawwamah masih suka berubah-rubah. Terkadang ia taat, kadang maksiat, kadang ia rajin taklim, kadang malas, kalau dermawan bersedekah, kadang pelit.

Kalau sudah tidak berubah-rubah lagi namanya an-nafs al-mutmainnah atau nafsu yang tenang, nafsu yang sudah jinak.  Allah swt berfirman:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّة 

“Hai nafsu yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi diridhai-Nya,” (QS. al-Fajr [89]: 27-28).

Nafs muthmainnah ini sudah tidak memerintahkan lagi kepada keburukan seperti nafs ammarah dan sudah tidak berubah-rubah keadaanya seperti nafs lawwamah. Nafs Muthmainnah ini sudah tenang bersama Allah, sudah tentram mengingat Allah, rindu berjumpa dengan-Nya.

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

Nafs muthmainnah sudah ridha terhadap takdir Allah dan ikhlas dalam menjalankan perintah Allah.

Ibadah puasa ini adalah salah satu bentuk pengendalian nafsu agar nafsu kita menjadi nafsu muthmainnah.

Rasulullah  bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barang siapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (QS. Bukhari no. 2014).

Maka jalani puasa Ramadhan ini dengan Ikhlas karena Allah, terbebas daripada ujub dan syirik.

Ikhlas itu 3 tingkatan menurut Syekh Ibn ‘Athaillah al-Sakandari

Pertama, ikhlas orang Awam, umum atau ummal/ pekerja. Ikhlas jenis ini ialah seseorang beramal karena ingin mendapatkan pahala. Kalau pekerja itu kan kalau bekerja ingin dapat upah. Kalau lembur berarti ingin mendapatkan tambahan upah. Ikhlas ini sudah bagus karena menjalanjakan ibadah karena Allah tidak riya dan syirik. Tapi ini jenis ikhlas level terendah.

Kedua, ikhlasnya orang khusus, yaitu beramal untuk akhirat yaitu ingin masuk surga dan terbebas dari api neraka. Ikhlas ini bagus tapi masih tingkat kedua.

Ketiga, ikhlasnya khowasus khawas/ ikhklasnya para sufi. Yaitu mereka ibadah karena 3 hal.

Pertama, beribadah kepada Allah karena menunaikan ‘hak Ketuhanan’ (rububiyyah) Allah SWT.  Allah sebagai pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta Ia layak disembah (diibadahi).

Begitu juga ketika kita bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw اللهم صل على محمد ya Allah sampaikan shalawat kepada Nabi Muhammad. Kenapa kita bershalawat? Karena memang nabi Muhammad Saw layak dishalawati. Bukan kita bershalawat karena ingin mendapatkan pulus. Itu bagus tapi masih level yang rendah.

Yang kedua, kita beribadah sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah Swt atas segala nikmat baik yang dzahir maupun bathin.

Dan yang terakhir, kita ini beribadah hanya untuk mengharapkan keridhaan Allah Swt, kecintaan dan marifat Allah Swt.

الهي انت مقصودي ورضاك مطلوبي اعطني محبتك ومعرفتك

Ya Tuhan, Engkaulah tujuanku ridhaMu yang kucari,

Seorang yang sudah mendapat ridha-Nya, insyaallah terhindar dari siksa neraka dan dimasukkan kedalam surga-Nya, bahagia dunia, bahagia akhirat, selamat dunia selamat Akhira. Semoga kita menjadi golongan orang-orang yang ikhlas (mukhlisin). Amin Ya Rabbal Alamin.

 

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ استغفرالله نسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ.

Ya Allah, sesungguhnya daku pohon daripadaMu keredhaan dan syurgaMu, daku berlindung denganMu daripada kemurkaanMu dan neraka.

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كريم تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّا  3 ياكريم

"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan suka memaafkan, maka maafkanlah daku.”

 

Postingan populer dari blog ini

Kun Ma'allah

Sejarah Dzikrul Ghofilin

CERAMAH HAUL DAN KEHARUSAN BERGURU