Semangat di Penghujung Ramadhan 1445 H
Hari ini, kita berada di penghujung bulan Ramadhan, sebentar lagi Ramadhan bulan yang sangat mulia akan meninggalkan kita semua. Rasulullah saw bersabda:
إذَا كَانَ اَخِرُ
لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ بَكَتِ السَّمَوَاتُ وَاْلاَرْضُ وَالْمَلاَئِكَةُ
مُصِيْبَةً لِاُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ قِيْلَ اَيُّ مُصِيْبَةٍ قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم هِيَ ذَهَابُ رَمَضَانَ لِاَنَّ الدَّعْوَاتِ
فِيْهِ مُسْتَجَابَةٌ وَالصَّدَاقَةَ مَقْبُوْلَةٌ وَالْحَسَنَاتِ مُضَاعَفَةٌ،
وَاْلعَذَابَ مَدْفُوْعٌ
Artinya, “Ketika
tiba akhir malam Ramadhan, langit, bumi dan malaikat menangis karena adanya
musibah yang menimpa umat nabi Muhammad saw. (Sahabat) bertanya, “Musibah
apakah wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Berpisah dengan bulan Ramadhan, sebab
pada bulan ini doa dikabulkan dan sedekah diterima, kebaikan dilipatgandakan
dan siksa dihentikan”.
Maka dari itu di
sisa-sisa hari bulan mulia ini kita mesti lebih semangat menjemput
keistimewaan-keistimewaan bulan Ramadhan dengan cara meneladani apa yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu ‘anha
menceritakan perihal yang dilakukan Rasulullah saw jika telah memasuki sepuluh
malam terakhir Ramadhan.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا
دَخَلَ الْعَشْرُ ، أَحْيَا اللَّيْلَ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ، وَجَدَّ، وَشَدَّ
الْمِئْزَرَ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ)
Artinya,
"Adalah Rasulullah apabila sepuluh malam terakhir Ramadhan telah tiba,
beliau menghidupkan malam dengan shalat dan berbagai ibadah, membangunkan
keluarganya untuk shalat malam dan ibadah-ibadah yang lain, bersungguh-sungguh
dalam beribadah melebihi apa yang biasanya dilakukan dan tidak menggauli
istri-istrinya" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ
الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
“Dari Aswad dari
Aisyah ra ia berkata bahwa Nabi saw meningkat amal-ibadah pada sepuluh terakhir
bulan Ramadhan melebihi di waktu yang lain,” (HR Muslim)
Muhammad bin
Abdullah al-Haddar seorang ulama dari negeri yaman mengatakan apabila seseorang
ingin meraih Lailatul Qadar maka harus mengerjakan minimal 3 hal; 1)
berpuasalah dari yang haram sebagaimana ia berpuasa dari makanan dan minuman,
2) Berusahalah untuk selalu shalat berjamaah terutama shalat Isya dan Shalat
Subuh, 2) Berusalah untuk selalu
melakukan shalat Tarawih beserta Witir. Apabila 3 hal ini dikerjakan maka ia
termasuk orang yang akan mendapatkan Lailatul Qadar.
Maka dari itu,
marilah kita manfaatkan sisa waktu di bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya.
Mari kita isi dengan berbagai ibadah dan amal saleh. Karena sesungguhnya bisa
jadi ini merupakan Ramadhan yang terakhir bagi kita semua. Kita tidak ada yang
tahu, kapan manusia akan hidup dan bertemu Ramadhan kembali. Sedangkan kata nabi, kebanyakan teriakan penguhi
neraka adalah teriakan penyesalan. Jangankan yang tidak beribadah, seorang sahabat
yang ahli ibadah saja dipenghujung kematiannya menyesal kenapa tidak melakukan
ibadah dengan maksimal.
Dahulu ada seorang
shahabat Nabi yang bernama Sya’ban yang beliau sangat menyesal saat sakaratul
maut. Al-Kisah Sya’ban ra ini memiliki kebiasaan unik. Dia datang ke masjid
sebelum waktu shalat berjamaah. Ia selalu mengambil posisi di pojok masjid pada
setiapa shalat berjamaah dan I’tikaf. Alasannya, selalu mengambil posisi di
pojok masjid karena ia tidak ingin mengganggu atau menghalangi orang lain yang
akan melakukan ibadah di masjid. Kebiasaan ini, sudah dipahami oleh semua orang
bahkan Rasulullah sendiri.
Pada suatu pagi,
saat shalat Subuh berjamaah akan dimulai, Rasulullah SAW merasa heran karena
tidak mendapati Sya’ban ra pada posisi seperti biasanya. Rasul pun bertanya
kepada jamaah yang hadir, apakah ada yang melihat Sya’ban? Tapi, tidak ada
seorang pun yang melihat Sya’ban ra.
Shalat Subuh pun
sengaja ditunda sejenak, untuk menunggu kehadiran Sya’ban. Namun yang ditunggu
belum datang juga. Karena khawatir shalat Subuh kesiangan, Rasulullah pun
memutuskan untuk segera melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Hingga shalat
Subuh selesai pun Sya’ban belum datang juga.
Selesai shalat Subuh
Rasul pun bertanya lagi “Apakah ada yang mengetahui kabar Sya’ban?” Namun tidak
ada seorang pun yang menjawab.
Rasul pun bertanya
lagi “Apa ada yang mengetahui dimana rumah Sya’ban?” Seorang sahabat mengangkat
tangan dan mengatakan bahwa dia tahu persis dimana rumah Sya’ban.
Rasulullah sangat
khawatir terjadi sesuatu terhadap sahabatnya tersebut, ia meminta diantarkan ke
rumah Sya’ban. Perjalanan dari masjid ke
rumah Sya’ban cukup jauh dan memakan waktu lama terlebih mereka menempuh dengan
berjalan kaki.
Akhirnya, Rasulullah
dan para sahabat sampai di rumah Sya’ban pada waktu shalat dhuha (kira-kira 3
jam perjalanan). Sampai di depan rumah Sya’ban, beliau mengucapkan salam dan
keluarlah wanita sambil membalas salam.
“Benarkah ini rumah
Sya’ban?” Tanya Rasulullah.
“Ya benar, ini rumah
Sya’ban. Saya istrinya.” jawab wanita tersebut.
“Bolekah kami
menemui Sya’ban ra, yang tidak hadir shalat Subuh di masjid pagi ini?” ucap
Rasul.
Dengan berlinangan
air mata, istri Sya’ban ra menjawab “Beliau telah meninggal tadi pagi”.
“Innalilahi
Wainnailaihiroji’un” jawab semuanya.
Satu-satunya
penyebab Sya’ban tidak hadir shalat Subuh di masjid adalah karena ajal
menjemputnya. Beberapa saat kemudian, istri Sya’ban ra bertanya “Ya Rasulullah
ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya
dia bertetiak tiga kali dengan masing-masing teriakan di sertai satu kalimat.
Kami semua tidak paham apa maksudnya”
“Apa saja kalimat
yang diucapkannya?” tanya Rasulullah.
“Dimasing-masing
teriakannya, dia berucap kalimat ‘Aduh, kenapa tidak lebih jauh, aduh kenapa
tidak yang baru, aduh kenapa tidak semua,” jawab istri Sya’ban.
ليته كان بعيدا ليته
كان جديدا ليته كان كاملا
Rasulullah SAW pun
mendapatkan wahyu dan melantunkan ayat yang terdapat surah Qaaf ayat 22:
“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami
singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada
hari itu amat tajam”
Akhirnya Rasulullah
Saw menjelaskan: “Saat Sya’ban ra dalam keadaan sakaratul maut, perjalanan
hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah SWT. Bukan hanya itu, semua ganjaran dari
perbuatannya diperlihatkan oleh Allah. Apa yang dilihat oleh Sya’ban ra (dan orang
yang sakaratul maut) tidak bisa disaksikan yang lain. Dalam padangannya yang
tajam itu Sya’ban ra melihat suatu adegan dimana kesehariannya dia pergi pulang
ke masjid untuk shalat berjamah lima waktu. Perjalanan sekitar tiga jam jalan
kaki, tentu itu bukan jarak yang dekat. Dalam tayangan itu pula Sya’ban ra
diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkahnya ke masjid,” ujar
Rasulullah.
Dia melihat seperti
apa bentuk surga yang dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia melihat dia
berucap “Aduh mengapa tidak lebih jauh” timbul penyesalan dalam diri Sya’ban
ra, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih
indah. Dalam penggalan kalimat berikutnya Sya’ban ra melihat saat ia akan
berangkat sholat berjamaah di musim dingin.
وكل خطوة تَمْشِيْهَا
إلي الصلاة صدقةٌ (رواه مسلم)
“setiap langkah
berjalan untuk menunaikan shalat adalah sedekah”
كل خطوة يَخْطُوهَا
إلي الصلاةِ يُكْتَبُ لَهُ بِها حَسَنَةً وَ يُمْحَى بِهَا سَيِّئَةٌ (رواه أحمد)
“setiap langkah
menuju tempat shalat akan dicatat sebagai kebaikan dan akan menghapus dosa’.
Saat ia membuka
pintu, berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk ke dalam
rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Dia memakai dua baju,
Sya’ban memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang jelek (butut) di
luar.
Dia berpikir jika
kena debu tentu yang kena hanyalah baju yang luar dan sampai di masjid dia bisa
membuka baju liuar dan shalat dengan baju yang lebih bagus. Ketika dalam
perjalanan menuju masjid dia menemukan seseorang yang terbaring yang kedinginan
dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban pun iba dan segera membukakan baju yang
paling luar lalu dipakaikan kepada orang tersebut kemudian dia memapahnya ke
masjid agar dapat melakukan shalat Subuh bersama-sama.
Orang itupun selamat
dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan shalat berjamaah. Sya’ban ra
pun kemudian melihat indahnya surga yang sebagai balasan memakaikan baju
bututnya kepada orang tersebut. Kemudian dia berteriak lagi “Aduh!! Kenapa
tidak yang baru” timbul lagi penyesalan dibenak Sya’ban ra. Jika dengan baju
butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala besar, sudah tentu dia akan
mendapatkan yang lebih besar jika dia memberikan pakaian yang baru.
Berikutnya, Sya’ban
ra melihat lagi suatu adegan. Saat dia hendak sarapan dengan roti yang dimakan
dengan cara mencelupkan dulu ke dalam segelas susu. ketika baru saja ingin
memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta sedikit roti
karena sudah tiga hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal itu, Sya’ban
ra merasa iba. Ia kemudian membagu dua rotu tersebut dengan ukuran sama besar
dan membagi dua susu ke dalam gelas dengan ukuran yang sama rata, kemudan
mereka makan bersama-sama. Allah SWT kemudain memperlihatkan Sya’ban ra dengan
surga yang indah.
Ketika melihat
itupun Sya’ban ra teriak lagi “ Aduh kenapa tidak semua!!” Sya’ban ra kembali
menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis tersebut, pasti dia akan mendapat surga yang
lebih indah. Masya Allah, Sya’ban bukan menyesali perbuatanya melainkan
menyesali mengapa tidak optimal.
Semoga kita di
akhirat tidak termasuk orang yang menyesal dan semoga kita mendapatkan keberkahan
Ramadhan dan kemuliaan lailatul Qadar, dan Semoga kita diberikan panjang umur,
kekuatan dan kesehatan agar bisa beribadah maksimal disisa-sisa bulan Ramadhan
ini. Amin ya Rabbal alamin.