Wasiyat Mustafa #1 Seputar Halal dan Haram

 1]

اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرأَ لِدِيْنِهِ وعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِيْ الحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ. أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمَىً. أَلا وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهيَ اْلقَلْبُ) رَوَاهُ اْلبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ

Dari Abu ‘Abdillah Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Sesungguhnya perkara yang halal itu telah jelas dan perkara yang haram itu telah jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang (samar), tidak diketahui oleh mayoritas manusia. Barang siapa yang menjaga diri dari perkara-perkara samar tersebut, maka dia telah menjaga kesucian agama dan kehormatannya. Barang siapa terjatuh ke dalam perkara syubhat, maka dia telah terjatuh kepada perkara haram, seperti  seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar daerah larangan (hima), dikhawatirkan dia akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja itu mempunyai hima, ketahuilah bahwa hima Allah subhanahu wa ta’ala adalah segala yang Allah subhanahu wa ta’ala haramkan. Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia terdapat sepotong daging. Apabila daging tersebut baik maka baik pula seluruh tubuhnya dan apabila daging tersebut rusak maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah kalbu (hati). [HR. Al-Bukhari dan Muslim][1]

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

Sesungguhnya Allah itu Maha baik dan tidak menerima, kecuali sesuatu yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kaum mukminin dengan perintah yang Allah gunakan untuk memerintahkan para rasul. Maka Allah berfirman, “Wahai para rasul, makanlah segala sesuatu yang baik dan beramal shalihlah (QS. Al Mukminun : 41).

” Dan Allah juga berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah segala sesuatu yang baik, yang telah kami berikan kepada kalian (QS. Al-Baqarah : 172).”

Kemudian Rasulullah menyebutkan tentang seseorang yang melakukan perjalanan panjang, kusut rambutnya, kemudian mengangkat tangannya dan mengatakan, “Wahai Rabb-ku, Wahai Rabb-ku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, perutnya diisi dengan sesuatu yang haram, maka bagaimana Kami mengabulkan doanya”? (Hr. Muslim).

 

قال الشاذلي : أكل الحرام يحرك الأعضاء للمعاصي

Tanda hati yang mati dan hidup

Imam Ibnu Athaillah dalam Kitab Al-Hikam menyebut tanda kematian dan kegelapan hati sebagai kebalikan dari tanda hati yang hidup dan terang.

 وعلامة حياته بالأنوار الإلهية وإن لم تدركها لغلظ حجابك حزنك على ما فاتك من الطاعات وندمك على ما فعلت من الزلات فتفرح بصدور الأعمال منك فرحا شديدا وتغتم على صدور المخالفات

Artinya, “Tanda hidup (dan terangnya) hati karena cahaya ilahi meski tidak terlihat lantaran ketebalan hijab adalah kesedihanmu atas kesempatan ibadah yang terlewat dan penyesalanmu atas kekhilafan yang kaulakukan sehingga kamu merasa senang sekali atas amal ibadah yang kamu lakukan dan bimbang atas kekhilafan,” (Syekh Ahmad Hijazi As-Syarqawi, Syarhul Hikam, [Semarang, Thaha Putra: tanpa tahun], halaman 42).

 فالقلب الحي هو الذي يتألم بالمعاصي ويتلذذ بالطاعة ويطلب هذه ويفر من هذه لما أحس به من ألم أو ملائمة ووجده من من مرارة وحلاوة

Artinya, “Hati yang hidup adalah hati yang merasa pedih atas kemaksiatan lalu berusaha menghindarinya dan merasakan kenikmatan atas ketaatan sehingga berupaya mengejarnya karena ia merasakan kesakitan, kehinaan, rasa pahit, dan rasa manisnya,” (Syekh Ahmad Zarruq, Syarhul Hikam, [Kairo, Syirkah Qaumiyyah: 2010 M], halaman 63).

Tanda hati yang hidup dan terang ini sejalan dengan hadits Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Musa Al-Asy’ari perihal sifat orang beriman yang hatinya hidup, segar, dan terang.

 قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ

Artinya, “Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Siapa saja yang merasa senang oleh kebaikannya dan merasa susah oleh keburukannya, maka ia adalah orang yang beriman,’” (HR At-Thabarani).

Postingan populer dari blog ini

Kun Ma'allah

Sejarah Dzikrul Ghofilin

CERAMAH HAUL DAN KEHARUSAN BERGURU